SRIPOKU.COM - Upaya Jessica Kumala Wongso yang mengajuka peninjauan kembali (PK) atas kasus kopi sianida berakhir kandas.
Hal ini lantaran Mahkamah Agung (MA) kembali menolak peninjauan kembali (PK), Jessica Kumala Wongso, di kasus kopi sianida, yakni perkara pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin.
Penolakan kedua ini diputus oleh majelis hakim pada Kamis (14/8/2025) lalu. “Amar putusan, tolak,” terlihat dari situs Mahkamah Agung.
Perkara PK yang teregister dengan nomor 78/PK/PID/2025 ini merupakan kali kedua Jessica mengajukan PK.
Peninjauan Kembali (PK) adalah upaya hukum luar biasa yang dapat diajukan oleh pihak yang tidak puas dengan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, baik dalam perkara perdata maupun pidana.
Tujuannya adalah untuk meminta pengadilan memeriksa kembali putusan tersebut karena adanya alasan-alasan tertentu yang dianggap dapat mengubah putusan.
Alasan Ajukan PK
Jessica sudah tidak mendekam di balik jeruji besi setelah dinyatakan bebas bersyarat sejak 18 Agustus 2024 lalu.
Upaya PK ini diajukan semata-mata untuk memulihkan nama baiknya. Hal ini disampaikan oleh pengacara Otto Hasibuan yang menemani Jessica untuk mendaftarkan perkara PK ini ke pengadilan.
“Secara jasmani dia (Jessica) sudah bebas, tetapi rupanya Jessica tetap mengatakan bahwa selama masih ada kesempatan yang diberikan oleh undang-undang atau hukum kepada saya untuk mengajukan PK, saya akan menggunakan kesempatan itu,” ujar Otto Hasibuan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada, 9 Oktober 2024 lalu.
Sempat mencuat lagi lewat film dokumenter
Beberapa waktu sebelum mengajukan PK, kasus kopi sianida ramai dibicarakan karena diangkat menjadi documentary Netflix “Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso”.
Bahkan, ayah Mirna, Edi Darmawan Salihin sempat muncul dan diwawancara sejumlah media untuk memberikan pendapatnya terkait kasus di tahun 2016 silam.
Dalam salah satu wawancara itu, Edi sempat menyinggung soal sebuah rekaman CCTV yang menurutnya dapat membuat Jessica dihukum mati.
Tapi, rekaman itu diklaim tidak disertakan dalam persidangan sehingga Jessica “hanya” divonis penjara selama 20 tahun.
Rekaman CCTV yang disinggung Edi pun menjadi novum untuk PK kedua Jessica. “Alasan PK kami ini ada beberapa hal, pertama ada novum, kedua ada kekhilafan hakim di dalam menangani perkara ini,” kata Otto.
Novum ini berupa rekaman-rekaman CCTV kejadian di lokasi pembunuhan terjadi, Kafe Olivier di Mall Grand Indonesia.
Otto menjelaskan, ketika persidangan berlangsung, CCTV yang diperlihatkan tidak disebutkan asal usul tempat rekaman ini diambil.
“Sejak semula di persidangan dulu, kami sudah dengan tegas menolak CCTV ini diputar dengan alasan kami tidak melihat bukti bahwa dari mana sumber diambilnya CCTV ini,” imbuh Otto.
Sidang PK
Persidangan PK ini pun dimulai pada Oktober 2024. Selama persidangan bergulir, pihak jaksa penuntut umum (JPU) dan kuasa hukum Jessica sama-sama menghadirkan saksi ahli untuk menguatkan kasus mereka.
Salah satu saksi ahli yang dihadirkan ini adalah Pakar Digital Forensik Rismon Sianipar. Dalam sidang, Rismon menjelaskan sejumlah analisisnya.
Tapi, jaksa mengajukan keberatan. Kredibilitas Rismon juga dipertanyakan karena dirinya sempat membuat beberapa konten yang dinilai jaksa menjatuhkan, bahkan menyebarkan kebencian terhadap aparat penegak hukum.
“Keterangan ahli digital forensik pemohon PK 3, Rismon yang sekarang lebih sibuk menjadi YouTuber yang mempromosikan ujaran kebencian, fitnah dan caci maki daripada menjadi ahli yg kompeten hanyalah tambahan dari argumennya yang tidak berdasar yang patut dicela,” ujar Jaksa Shandy Handika dalam persidangan di Ruang Kusuma Atmadja 4 di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Gunung Sahari Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (29/10/2024).
Rismon sendiri memberikan keterangan di hadapan hakim pada 4 November 2024 lalu.
Keterangannya di sidang itu dinilai jaksa sama seperti yang disebutkan pada 2016 silam.
Perdebatan beberapa kali terjadi saat jaksa mencecar keahlian Rismon. Persidangan pemeriksaan administrasi PK ini selesai bergulir di PN Jakarta Pusat pada 12 Desember 2024.
Rangkuman pemeriksaan dan keterangan saksi ahli yang disampaikan selama sidang pun dikirim ke MA untuk diputus.
Kilas balik kasus kopi sianida
Kasus pembunuhan berencana ini terjadi pada 2016 lalu. Kejadian ini bermula dari rencana pertemuan empat mahasiswa Indonesia yang sempat kuliah bareng di Australia.
Alumni Billy Blue College, Mirna, Jessica, Hani Boon Juwita, dan Vera, merencanakan pertemuan mereka di Jakarta.
Pertemuan Jessica dan Mirna dan satu orang temannya berlangsung di Kafe Olivier, Grand Indonesia (GI), Tanah Abang, Jakarta Pusat pada 6 Januari 2016.
Pada hari itu, Jessica memutuskan datang lebih awal ke tempat yang disetujui karena hendak menghindari 3 in 1 Jakarta. Saat itu, ia berinisiatif untuk memesankan es kopi vietnam dan dua cocktail. Es kopi vietnam itu sengaja dipesan untuk Mirna.
Kemudian, Mirna tiba bersama Hani. Tak lama setelah bertegur sapa, Mirna langsung meminum es kopi vietnam dan kejang-kejang.
Mirna kemudian meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Abdi Waluyo.
Polisi yang menyelidiki kasus ini, menemukan kandungan zat sianida di dalam tubuh Mirna. Hasil penyelidikan itu diumumkan polisi pada 16 Januari 2016.