SRIPOKU.COM -- Topik mengenai Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB masih hangat diperbincangkan hingga hari ini, Rabu (8/2/2023).
Naiknya topik PBB ini menyusul viralnya cerita salah satu warga Solo, Jawa Tengah yang memprotes besaran kenaikan dari PBB yang harus ia bayarkan.
Hal ini dialami Dewi Elisawati, warga Kecamatan Laweyan, Solo, Jawa Tengah, yang mengaku besaran PBB yang harus ia bayarkan naik dari yang sebelumnya Rp 451.036 menjadi Rp 1.987.558.
"Edan tenan (benar-benar gila). Ya, kalau bisa mengajukan keringanan to. Wong naik kok 400 persen," ujar Dewi kutip dari Kompas.com.
Senada dengan Dewi, Stephanus Dwi Cahyo asal Kelurahan Panularan juga mengungkapkan kenaikan PBB tahun 2023.
Ia merasakan kenaikan PBB hingga 420 persen dari Rp 869.000 pada tahun 2022 menjadi Rp 3.600.000 pada tahun ini.
"Kami sangat terbebani sekali dengan kenaikan ini, apalagi gaji belum pulih dampak Covid-19 ini," ungkap Stephanus dilansir dari Kompas.com.
===
Pengertian pajak bumi dan bangunan (PBB)
Ada dua jenis PBB, yakni PBB Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang dikelola oleh pemerintah daerah dan PBB perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (PBB-P3) yang dikelola pemerintah pusat.
Dilansir dari laman BPPKAD Kabupaten Sragen, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan untuk sektor perdesaan dan perkotaan kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
Penjelasan yang dimaksud Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota.
Sementara bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.
Adapun, objek yang masuk ke dalam pengertian bangunan, yakni:
- Jalan lingkungan dalam suatu kompeks bangunan, misalnya pabrik, hotel, dan emplasemennya sebagai suatu kesatuan dari bangunan
- Menara
- Kolam renang
- Tempat penampungan kilang atau kilang minyak, pipa minyak, dan air
- Pagar mewah
- Jalan tol
- Taman mewah
- Tempat olahraga
- Dermaga atau galangan kapal.
Di sisi lain ada beberapa objek yang dikecualikan dari PBB-P2, yakni:
- Objek kepentingan umum untuk pendidikan, sosial, ibadah, kesehatan, dan kebudayaan yang tidak mencari keunyungan
- Objek untuk peninggalan purbakala, kuburan, dan sejenisnya
- Objek untuk suaka alam, taman nasional, hutan lindung, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh suatu desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak
- Objek untuk badan atau perwakilan lembaga internasional menurut Peraturan Menteri Keuangan
- Objek untuk kepentingan pemerintah dan daerah untuk menjalankan pemerintahan
- Objek untuk perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
Dalam hal ini, nominal paling besar dari Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTK) senilai Rp 10.000.000 untuk setiap Wajib Pajak.
Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/ atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/ atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Selanjutnya yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/ atau memperoleh manfaat atas Bumi dan/atau memiliki, menguasai dan/ atau memperoleh manfaat atas Bangunan.
===
Cara menghitung PBB
Perlu diketahui bahwa objek pajak dikenakan tarif pajak sebesar 0,5 persen yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB dan UU Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 1985 tentang PBB.
Dilansir dari Kompas.com, menghitung PBB juga didasarkan pada Nilai Jual objek Pajak (NJOP), NJOPTKP, dan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
Berikut rumus menghitung PBB:
NJOP= (NJOP Bumi : luas tanah x nilai tanah + (NJOP bangunan: luas bangunan x nilai bangunan)
NJOPTKP= pemerintah yang menentukan nominal
Nilai NJKP= NJOP - NJOPTKP
Adapun, besaran NJKP dapat 40 atau 20 persen dari NJOP
- Besaran PBB yang wajib dibayarkan adalah Nilai NJKP X NJKP ( persen) x 0,5.
Supaya lebih paham, berikut contoh menghitung PBB.
Ibaratkan Anda mempunyai:
- Tanah dengan luas 60 meter persegi: Rp 3.000.000/ meter persegi
- Bangunan dengan luas 30 meter persegi: Rp 2.000.000/ meter persegi
- NJOPTKP: Rp 8.000.000.
Dari data-data di atas, berikut ini perhitungannya:
- Tanah 60 meter persegi x Rp 3.000.000 = Rp 180.000.000
- Bangunan 30 meter persegi x Rp 2.000.000 = Rp 60.000.000
- Selanjutnya, Rp 180.000.000 + Rp 60.000.000 = Rp 240.000.000 (NJOP).
Nilai NJOP yang sudah didapat lantas dikurangi dengan NJOPTKP supaya didapatkan NJKP-nya.
- Rp 240.000.000 – Rp 8.000.000 = Rp 232.000.000 (NJKP).
Hasil NJKP lantas dihitung berdasar besaran PBB, seperti:
- Rp 232.000.000 x 20 persen x 0,5 persen = Rp 232.000.
Dari hasil ini, Anda wajib membayar PBB senilai Rp 232.000.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cara Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan"
===
Simak berita Sripoku.com lainnya di Google News