5 Komisioner KPU Muratara Langgar Kode Etik, di Pilkada 2020 Buka Kotak Suara Tak Libatkan Saksi

Editor: Refly Permana
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), Agus Mariyanto, Netty Kherawati, Heriyanto, Ardiyanto, dan Handoko.

SRIPOKU.COM, MURATARA - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang kode etik penyelenggara pemilu dengan agenda pembacaan putusan terhadap delapan perkara, Rabu (2/6/2021). 

Delapan perkara yang diputus hari ini, salah satunya perkara nomor 105-PKE-DKPP/III/2021 dengan teradu Ketua dan Anggota KPU Muratara.

Sidang putusan ini digelar di Gedung DKPP, Jakarta Pusat dan disiarkan secara langsung melalui live streaming Facebook DKPP: www.facebook.com/medsosdkpp/.

Dari putusan tersebut, seluruh komisioner KPU Muratara terbukti melanggar Pasal 13 Huruf A, Pasal 15 Huruf E dan Pasal 16 Huruf E Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang kode etik dan pedoman prilaku penyelenggara pemilu. 

Putusan itu ditetapkan setalah DKPP memeriksa keterangan pengadu, mendengar jawaban teradu, mendengar keterangan pihak terkait, dan memeriksa bukti-bukti dokumen yang disampaikan pengadu dan teradu.

"Dalil aduan pengadu terbukti dan jawaban para teradu tidak meyakinkan DKPP," kata anggota DKPP, Didik Supriyanto, didengar Tribunsumsel.com pada live streaming Facebook DKPP, Rabu (2/6/2021).

"Dengan begitu, para teradu (seluruh Komisioner KPU Muratara) terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman prilaku penyelenggara pemilu," tegas Didik Supriyanto. 

Ketua DKPP, Prof Muhammad, menambahkan dalam sidang perkara ini, DKPP mengabulkan pengaduan pengadu untuk sebagian dan menjatuhkan sanksi peringatan kepada seluruh teradu.

"DKPP memerintahkan KPU untuk melaksanakan putusan ini paling lama 7 hari sejak dibacakan dan memerintahkan Bawaslu untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini," tegasnya. 

Diberitakan sebelumnya, perkara ini diadukan oleh Abdul Aziz, kuasa hukum tim pasangan calon (paslon) Syarif Hidayat-Surian Sofyan pada Pilkada Muratara 2020.

Pengadu melaporkan Ketua dan Anggota KPU Muratara yakni Agus Mariyanto (Ketua), Netty Kherawati, Heriyanto, Ardiyanto, dan Handoko.

Dalam pokok aduan pengadu disebutkan bahwa KPU Muratara tidak melibatkan saksi paslon Syarif-Surian saat membuka kotak suara tanggal 20 Januari 2021.

Pembukaan kotak suara itu untuk kepentingan pembuktian dalam persidangan penyelesaian sengketa hasil Pilkada Muratara tahun 2020 di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Mereka diduga telah bertindak abuse of power (sewenang-wenang), tidak akuntabel, tidak profesional pada saat membuka kotak suara waktu itu," kata pengadu, Abdul Aziz, Senin (12/4/2021). 

Oleh karena itu, kata dia, seluruh Komisioner KPU Muratara diduga telah melakukan pelanggaran kode etik dalam peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Pasal 7 Ayat (1) Jo Point (1) Surat KPU RI No.12/PT.02.1-SD/03/KPU/1/2021 tertanggal 7 Januari 2021.

"Sangat jelas dan tegas berdasarkan surat KPU RI pada point 1 dalam hal pembukaan kotak suara harus melibatkan saksi paslon. Padahal kami lah yang paling berkepentingan akan hal itu, tapi tidak dilibatkan," kata Abdul Aziz.

Sementara itu, Ketua KPU Muratara Agus Maryanto menegaskan bahwa tidak benar telah bertindak sewenang-wenang pada saat membuka kotak suara. 

Menurut mereka, KPU Muratara telah berpedoman pada PKPU Nomor 19 Tahun 2020 tentang persiapan menghadapi perkara pengajuan permohonan perselisihan hasil Pilkada 2020.

Selain itu juga berpedoman pada surat KPU RI Nomor 1232/PY.02.1-SD/03/KPU/XII/2020 perihal persiapan menghadapi perkara pengajuan permohonan perselisihan hasil Pilkada serentak tahun 2020.

"Kami telah mengikuti dan menghadiri rapat koordinasi persiapan penyelesaian perselisihan hasil Pilkada 2020 tanggal 28 Desember 2020 di Aula Demokrasi Sriwijaya KPU Provinsi Sumatera Selatan.

Kami juga sudah berkoordinasi dan berkonsultasi dengan KPU Provinsi Sumatera Selatan," jelas Agus.

Agus membenarkan tidak melibatkan saksi paslon Bupati dan Wakil Bupati Muratara nomor urut 1, 2 dan 3 pada saat pembukaan kotak suara. 

Menurut mereka, hal itu sesuai dengan PKPU Nomor 19 Tahun 2020 Pasal 71 dan sesuai pula dengan angka 4 Surat KPU Nomor 1232/PY.02.1-SD/03/KPU/XII/2020.

"Pokok aduan pengadu sama dengan yang sudah dilaporkan ke Bawaslu Sumsel, kami juga sudah dimintai klarifikasi pada tanggal 25 Januari 2021.

Kemudian tanggal 27 Januari 2021 Bawaslu Sumsel memberitahukan hasil klarifikasi status laporan itu bukan pelanggaran pemilihan karena tidak ditemukan unsur-unsur pelanggaran pemilihan," kata Agus. 

Agus melanjutkan, pembukaan kotak suara dalam rangka memperoleh alat bukti dalam penyelesaian sengketa hasil Pilkada Muratara 2020 tidak harus berdasarkan persetujuan Hakim Konstitusi.

"Ini sesuai dengan ketentuan PKPU Nomor 19 Tahun dan Surat KPU 1232/PY.02.1-SD/03/KPU/XII/2020.

Angka 3 berbunyi bahwa dapat membuka kotak suara tersegel sepanjang terdapat pengajuan permohonan perselisihan hasil pemilihan serentak tahun 2020 dan sudah teregister di Mahkamah Konstitusi," jelas Agus.

Ditegaskannya, KPU Muratara telah menjalankan proses pembukaan kotak suara untuk pengambilan alat bukti dalam penyelesaian perselisihan hasil Pilkada Muratara 2020 sesuai dengan regulasi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berita Terkini