Ingin Mendaki Gunung di Tengah Pandemi Covid-19, Perhatikan CHSE Anda, Berikut Syarat-syaratnya

Penulis: Chairul Nisyah
Editor: Sudarwan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi: Sejumlah pendaki yang akan naik ke puncak Gunung Dempo Pagaralam untuk merayakan HU ke-75 kemerdekaan RI.

SRIPOKU.COM - Pandemi Virus Corona atau Covid-19, sempat melumpuhkan hampir segala aspek kehidupan manusia.

Namun saat ini kondisi perlahan mulai membaik dan muncul kebiasan-kebiasan baru dalam keseharian masyarakat demi mencegah menyebarnya virus Corona atau Covid-19.

Di fase ini kita sering mengenalnya dengan sebutan new normal.

Meski terlihat normal kembali, namun kita diwajibkan untuk menjalankan protokol kesehatan, kapanpun dan dimanapun kita berada.

Salah satunya saat akan mendaki gunung.

Kegiatan mendaki gunung sering kali dilakukan oleh pecinta alama, maupun masyarakat umum lainnya.

Di era new normal, kegiatan mendaki gunung mulai banyak dilakukan oleh masyarakat lagi.

Meski demikian ada beberapa aturan yang harus dilakukan dan ditaati oleh pendaki.

Ilustrasi Mendaki Gunung (SRIPOKU.COM/ABDUL HAFIZ)

Para pecinta kegiatan mendaki gunung sudah bisa bergembira, karena beberapa gunung di Indonesia sudah boleh didaki kembali.

Melansir dari laman Tribun Trevel, setelah tutup selama sekitar 4 bulan, seturut aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), kini sejumlah taman nasional sudah dibuka dan menerima pengunjung untuk berwisata.

Termasuk wisatawan yang akan mendaki gunung di taman nasional itu. Hanya saja, kebiasaan dalam mendaki gunung harus berubah sedikit, berkaitan pencegahan penularan Covid-19.

Seorang Perempuan Jatuh dari Motor Usai Lewat di Polisi Tidur Jalan Ki Rangga Wirasantika Palembang

Tertibkan Golf Car, Ketua Umum Palembang Golf Club H Syahrial Oesman Resmikan Bag Drop Kenten Golf

Tertantang Target, Eks Pelatih Fisik Sriwijaya FC, M Akmal Almy Gabung Muba Babel United

Download Lagu Itu Saja dari Glenn Fredly-Mutia Ayu, Lagu Sedih Ada Video Klip, Kunci Gitar & Lirik

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pun telah menerbitkan CHSE (cleanliness, health, safety, and environmental sustainability), atau kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan pelestarian alam) wisata pendakian gunung, pada awal pekan ini.

Menurut Ripto Mulyono, yang merupakan dewan pakar di Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI), protokol kesehatan dalam wisata mendaki gunung tak berbeda banyak dari tempat wisata lainnya.

1. Sehat

"Para pendaki harus menerapkan protokol kesehatan, terutama protokol pertama, yaitu jika merasa ada gejala-gejala sakit lebih baik ditunda dulu naik gunungnya," kata Ripto Mulyono menegaskan protokol yang paling penting.

Menurut pendaki senior yang akrab disapa Mul ini, tidak semua pengelola wisata pendakian gunung mewajibkan calon pendaki membawa surat keterangan bebas Covid-19.

Namun, dia berharap para wisatawan mendaki gunung melakukan tes kesehatan dengan kesadaran sendiri, untuk kesehatan dirinya sendiri dan orang lain. Terutama mereka yang berasal dari zona merah Covid-19.

"Mendaki gunung itu termasuk aktivitas fisik berat dan melelahkan. Biarpun tidak dirasakan, saat tubuh lelah lebih mudah terpapar virus dan kuman penyakit," kata Mul.

Sejak dulu, petugas Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) di sejumlah taman nasional selalu mensyaratkan surat keterangan dokter saat pendaftaran pendakian.

Bahkan belakangan ini dilakukan pemeriksaan kesehatan di pos kesehatan, di kaki gunung.

Bukan apa-apa, mendaki gunung memang membutuhkan kesehatan yang prima karena kegiatan ini menguras tenaga.

Bukan sekali dua kali ada kasus henti jantung di gunung, karena pendaki memaksakan diri terus mendaki walaupun sedang tidak sehat.

Ditambah lagi suhu udara di gunung yang dingin turut berpengaruh bagi tubuh manusia. Semakin lemah kondisi kesehatan seseorang, semakin besar pengaruh suhu udara tersebut.

Pernah mendengar kata hypothermia kan? Itulah kondisi saat tubuh manusia kehilangan panas tubuh dengan cepat.

Karena panas tubuh di bawah standar normal, maka sistem saraf dan organ tubuh terganggu sistem kerjanya. Jika tak segera ditangani akan menyebabkan gagal jantung dan kegagalan sistem pernapasan, dan menyebabkan kematian.

Di masa sekarang, pandemi Covid-19 juga harus menjadi pertimbangan dalam memutuskan untuk berwisata mendaki gunung.

2. Jaga jarak

Selain mengingatkan soal diperlukannya pemeriksaan Covid-19 sebelum mendaki gunung, Mul juga mengatakan agar pendaki gunung menjaga jarak fisikal dengan kelompok lain.

"Pokoknya sekarang ini jangan berkerumun dulu deh, demi kesehatan. Apalagi dengan kelompok lain, karena kita kan enggak tahu dia dalam perjalanan ke gunung ketemu siapa saja," ujar Mul.

Meski pun badan sudah lelah dan ingin beristirahat sejenak, disarankan mencari tempat yang kosong agak jauh dari kelompok pendaki lain.

Imbauannya soal berkerumun itu juga termasuk dalam hal mendirikan tenda untuk bermalam. Terutama di tempat kemping yang luas seperti Alun-alun Suryakencana di Gunung Gede, Pondok Selada di Gunung Papandayan.

"Dengan kesadaran sendiri membuat camp-nya jangan berdekatan. Bikin kavling sendiri. Pokoknya jangan sampai gunung menjadi klaster baru," katanya lagi.

3. Jangan salaman

Salah satu kebiasaan pendaki gunung di Indonesia selama ini adalah, bila bertemu kelompok pendaki lain yang merupakan kenalannya, akan bergabung dan melakukan perjalanan bersama.

Untuk sementara kebiasaan ini disarankan tidak dilakukan lagi pada masa ini, untuk jaga-jaga saja.

"Juga ada kebiasaan salaman di antara pendaki. Itu juga jangan dulu deh. Kalau saya langsung sikap 'namaste' (mengatupkan dua tangan di depan dada), dan orang-orang sudah tahu artinya," ujar Mul, yang juga dikenal sebagai pendaki gunung yang ramah.

Mul mengaku sangat ketat dalam menerapkan aturan ini, demi menjaga kesehatannya dan keluarganya. Dia dengan jelas mengatakan, usianya yang sudah kepala 5 menjadi salah satu dasar pertimbangannya.

Pria yang pernah mendaki gunung Carstensz Pyramid, Aconcagua, beberapa gunung di Nepal ini menjadi salah satu orang yang diminta Kemeparekraf mengulas CHSE wisata pendakian gunung, sebelum diterbitkan pada 17 Agustus 2020.

Pasalnya pada tahun 2008, dia merupakan salah satu anggota tim perumus Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) pemandu wisata mendaki gunung, yang digagas oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata ketika itu.

Mul juga mengingatkan untuk membawa masker, meski tak digunakan saat mendaki. Namun masker harus digunakan ketika bertemu kelompok pendaki lain, dan berada di kerumunan.

Tak lupa pula membawa hand sanitizer sebagai pengganti air untuk mencuci tangan.

Dengan menerapkan saran-saran ini, dia berharap wisata mendaki gunung tetap menyenangkan sekaligus aman bagi semua orang.

Berita Terkini