"Untuk siapa yang akan menempati kursi wakil ketua mekanisme kita ajukan minimal 3 nama Caleg yang terpilih ke DPP. Kalau Aidil Adhari lolos karena dia Sekretaris DPC bisa saja dia. Karena Ketuanya kan saya di DPRD Sumsel. Bendahara Fitri Agustinda Wawako. Namun kalau yang Dapil 4 itu nanti ternyata yang lolos atas nama Duta, berkemungkinan saudara Ali Syakban yang duduk karena dia salah satu Wakil Ketua," jelas Yayul.
Sejumlah kerabat dari Walikota Palembang Harnojoyo, dikabarkan lolos sebagai anggota legislatif periode 2019-2024 dari Partai Demokrat, baik di tingkat DPRD Palembang dan DPRD Sumsel menjadi sorotan.
Untuk di tingkat legislatif kota Palembang sendiri, terdapat nama M Arnisto Boling yang maju melalui Dapil II Kecamatan Sukarame, AAL dan Kemuning. Arnisto merupakan putra kandung Harnojoyo.
Kemudian ada nama Ferry Anugrah yang merupakan keponakan Harnojoyo, dan Yuriana merupakan adik Harnojoyo, yang sama- sama maju dari Dapil I dari partai Demokrat.
Sedangkan di DPRD Sumsel ada nama Tamtama Tanjung yang dipastikan lolos ke legislatif dari dapil Sumsel Palembang I dari partai Demokrat. Tamtama merupakan ipar Harnojoyo.
Pengamat sosial dan politik Drs Bagindo Togar Butar Butar menilai Harnojoyo tanpa disadarinya melakukan diskriminasi untuk memperoleh peluang Caleg terpilih.
"Pak Harno sudah lalai, alpa terhadap para partai pengusungnya yang menjadikan kembali sebagai Wako. Ketika Parpol diluar Demokrat lebih kritis ini bakal mempengaruhi harmonisasi terhadap dukungan. Khususnya di legislatif dominasi yang dipimpinnya terlalu mencolok atas kesuksesannya dibandingkan Parpol pengusung lainnya," kata Bagindo.
Direktur Eksekutif Forum Demokrasi Sriwijaya (Fordes) ini menyebut trah menjadi bagian politik dinasti masih saja sulit dihindari pemimpin politik maupun penguasa di Sumsel.
"Ini bakal sulit berkembang kader politik yang lain. Justru mensupport praktek dinasti. Sepertinya Pak Harno tidak konsisten atau tumpul kepekaan etika politiknya dalam kesepakatan dukungan dengan para parpol yang telah memberi dukungan pada pilkada kota Palembang tahun lalu," ujar Bagindo.
Menurutnya, tidak menutup kemungkinan akan muncul implikasi politik yang kurang harmonis dalam perjalanan pemerintahan Kota kedepan dengan parpol pengusung, bahkan dari parpol internal sendiri, karena melakukan pembiaran suburnya praktek politik dinasti.
"Apakah Pak Harno tahu serta mampu mengatasipasinya ketika terjadi gejolak antar parpol koalisi pendukung pemerintahan Kota?," tanya mantan Ketua IKA Fisip Unsri. (Abdul Hafiz)