SRIPOKU.COM, PALEMBANG-Beto jarang melakukan protes keras kepada wasit, karena dia pemain yang santun. Namun saat Sriwijaya FC kalah 1-2 dari Arema dan dipastikan degradasi, Minggu (9/12/2018) kemarin, pemain bernama lengkap Alberto Goncalves da Costa ini mengaku.
Dia marah karena keluarganya di Brasil, anak dan istrinya juga menangis. Hal ini diungkapkan saat tiba di Bandara SMB II Palembang dihadapan puluhan suporter yang mengepung dan menyambutnya.
"Saya mewakili mereka yang mencinta Sriwijaya FC, sebab di sana ada suporter, ada anak-anak yang juga mencinta Sriwijaya FC. Ada pedagang yang kerap jualan ketika Sriwijaya FC bertanding. Ada pejual jersey Sriwijaya FC yang juga menggantung hidupnya. Saya juga mendapatkan protes dan ibu saya, anak-anak dan istri saya juga menangis," ujar Alberto Goncalves, Senin (11/12/2018), sesaat kepada para suporter Sriwijaya FC yang mengepung dan berfoto bareng dengan Beto.
Diakui Beto kepada suporter yang sebagian besar memang mengidolakannya, bahwa banyak yang menggantungkan hidupnya dari Sriwijaya FC. Karena itu Sriwijaya FC tidak layak degradasi, karena Laskar Wong Kito sebenarnya bermain baik saat unggul 1-0 di babak pertama. Tetapi keputusan wasit mengubah segalanya.
"Penalti itu, saya tidak mau banyak komentar, karena saya masih emosi nanti salah bicara. Tetapi kalian bisa lihat sendiri dari rekaman videonya. Itu bukan penalti. Itulah yang membuat titik balik ketika kami kalah, bukan karena kalah dalam permainan. Buktinya kita unggul di babak pertama, kami bermain baik di babak kedua, hingga datang penalti itu mengumbah segalanya," ujar Beto.
Sesekali Alberto Goncalves menarik nafas untuk melonggarkan sumbatan di tenggorokan, akibat menahan tanggis yang tidak tertahankan. Beto berduka, kecewa, namun dia lebih menyoroti penalti aneh Arema yang membuat Sriwijaya FC kalah dengan skor 1-2 dari tuan rumah dalam pekan ke-34 Liga I Indonesia di Stadion Kanjuruhan Malang, Minggu (9/12/2018).
"Jangan Lihat Sriwijaya FC, Tapi Siapa Dibelakangnya ada Keluarga yang Menangis," ujar Beto terkait dengan keputusan wasit yang memberikan penalti untuk Arema tersebut.
Beto mengakui, dia jarang marah dan protes kepada wasit, namun dalam pertandingan itu, dia marah dan kesal karena penalti itu sangat mementukan nasib Sriwijaya FC. Apalagi penalti itu diberikan tanpa ada pelanggaran dari bek Sriwijaya FC Alan Hendrique kepada pemain Arema.
"Saya protes karena saya ingin jelas, bahwa klub (Sriwijaya FC) ini bukan sekadar klub yang akan didegradasi, tetapi lihat dulu siapa dibelakangnya, banyak menjadi tempat hidung orang banyak. Di sini ada banyak keluarga pemain yang turut menggantungkan hidup, di sana ada suporter juga," ujar Alberto Goncalves.
Menurut Beto, degrdasinya Sriwijaya FC memang menimbulkan banyak akibat bagi pihak-pihak yang terlibat. Ada suporter, ada keluarga yang menangis dan lain sebagainya."Saya bingung jelaskan kepada anak dan istrinya mengapa Sriwijaya FC harus kalah dengan penalti itu. Keluarga saya di Brazil juga sedih dan suporter serta semua yang ada terlibat di Sriwijaya FC bersedih," ujarnya.
Beto mengaku masih kesal jengkel, karena Sriwijaya FC secara permainan baik seperti di babak pertama Sriwijaya FC unggul 1-0, tetapi kemudian permainan yang baik itu harus dikalahkan oleh penalti yang secara jelas bukan pelanggaran.
"Ya itulah yang merugikan Sriwijaya FC, karena setelah penalti itu memang memberikan pengaruh kepada tim. Kami tahu Arema bermain bagus, tetapi kami juga bermain lebih baik dari mereka," ujar Beto.
Sementara itu, terkait masa depannya bersama Sriwijaya FC, Beto belum mau berspekulasi atau bagaimana ke depan.
Karena baginya, kepulangannya ke Palembang juga ingin membicarakan masa depannya bersama Laskar Wong Kito.
"Maka itulah saya pulang untuk membicarakan hal-hal terkait dengan ke depan bersama Sriwijaya FC," ujar Beto.
===
Sriwijaya FC sebelumnya bernama Persijatim Solo FC, ketika ditake over Gubernur Syahrial Oesman dengan mahar Rp5 miliar lebih ke Sumsel. Dengan kepemilikan penuh itulah, Pemprov Sumsel selaku pemilik kemudian mengganti nananya dengan Sriwijaya FC. Maka tidak heran jika kemudian Ketua Tim SAR Sriwijaya FC, Syahrial Oesman meminta maaf kepada masyarakat Sumsel yang mencintai Sriwijaya FC karena SFC gagal bertahan di Liga 1.
Dia orang yang paling terluka, sebab sebagai milik Sumsel Sriwijaya FC juga pernah mengalami pasang surut, bahkan Sriwijaya FC pernah nyaris terdegradasi di musim pertamanya sejak di take over hingga kemudian berkat sentuhan tangan dingin pelatih Suimin Diharja, kekuatan non teknis dari Gubernur Syahrial Oesman kala itu, Sriwijaya FC selamat.
Namun, musim 2004-2005 kala itu, beda dengan musim 2018 saat ini, di mana Syahrial Oesman mengaku memang sebagai Gubernur dia bersama tim Sriwijaya FC 100 persen bisa berbuat. Berbeda dengan saat ini, Sriwijaya FC masih dikelola oleh PT SOM, manajemen saat ini, sehingga sebagai Tim SAR dia hanya memperkuat SFC dari sisi non teknis, sehingga tidak tahu kondisi pemain yang sesungguhnya.
"Kami dari tim SAR mohon maaf kepada masyarakat Sumsel tidak bisa menjalankan tugas sebaik-baiknya dan kami tidak bisa mengelak dari degradasi ini," kata Syahrial Oesman usai nonton bareng di Hotel Swarna Dwipa Palembang, Minggu (9/12/2018).
"Sebagai pendiri Sriwijaya FC, Saya orang paling terluka, paling sakit hati karena saya pendiri SFC dan hari ini SFC mengalami kemunduran," katanya.
SO, begitulah ia biasa disebut menerangkan Tim SAR pada posisinya sudah kerja keras untuk mendorong SFC agar tetap selamat dari segi non teknis karena secara teknis TIM SAR tidak dapat melakukan apa-apa, kecuali manajemen yang mempunyai wewenang penuh.
"Dari segi teknik kami tidak bisa masuk, kami hanya non teknis, kami sudah maksimalkan, tapi hasilnya seperti ini," ungkapnya.
Pendiri Sriwijaya FC di tahun 2004 ini lagi-lagi minta maaf dengan hasil ini. Ia pula mengucapkan terima kasih kepada pemain sudah berusaha dengan maksimal. Termasuk juga manajemen dan jajaran pelatih.
"Sebagai tim SAR, saya akan kembalikan lagi ke Gubernur Sumsel karena beliau yang membentuk tim SAR. Tinggal gubernur memutuskan mau diapakan SFC ini," katanya.
Namun SO mengatakan, Liga 1 berakhir, masih ada Piala Indonesia yang akan diarungi oleh Laskar Wong Kito yang sudah masuk babak 64 besar. Apa peran Tim SAR? Syarial Oesman mengaku tidak tahu karena tugasnya di TIM SAR yang bertugas menyelamatkan SFC di Liga 1 selesai.
Meski begitu, dalam waktu dekat Tim SAR akan menemui orang nomor satu di Sumsel H Herman Deru untuk membicarakan bagaimana SFC ke depan. Ia berharap Gubernur Sumsel dapat memberikan dukungan SFC di Piala Indonesia dan Liga 2 agar SFC dapat masuk lagi di Liga 1 musim depan.
"Kita akan melaporkan bahwa tugas sudah selesai di Tim SAR sekaligus merekomendasikan agar Pak Gubernur suport untuk SFC tetap ikut dalam Piala Indonesia dan Liga 2 agar SFC bisa kembali ke Liga 1 musim berikutnya," jelasnya.
"Kami akui, ketika Tim SAR yang ditugas Gubernur turut membantu, tim ini sudah sekarat, Rahmad Darmawan keluar, 9 pemain juga dilepas, hal inilah yang membuat sulit kami, dan ini kejadiannya, tetapi kita tidak menyalahkan siapapun. Dengan kondisi saat ini lebih kita fokus ke Piala Indonesia dan bagaimana mempersiapkan tim ini menghadapi Liga 2 Indonesia untuk kembali promosi ke Liga I Indonesia." ujar SO.
====