SRIPOKU.COM - Kabar duka kembali mewarnai jagat politik Indonesia.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah Andi Mappetahang Fatwa atau AM Fatwa dikabarkan meninggal dunia pada usia 78 tahun di Jakarta pada hari ini, Kamis (14/12/2017).
AM Fatwa tutup usia sekitar pukul 06.17 WIB.
Jenazah akan dibawa ke rumah duka di Jalan Condet Pejaten, Kompleks Bappenas, Pejaten Barat, Pasar Minggu.
Menurut putri AM Fatwa, Dian Islamiaty Fatwa, salah satu deklarator Partai Amanat Nasional itu tutup usia di Rumah Sakit MMC Jakarta, Kamis pagi.
"Telah meninggal dunia ayahanda AM Fatwa pukul 06.25 AM di Rumah Sakit MMC. Mohon dibukakan pintu maaf dan mudah-mudahan Ayah mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT," kata Dian, saat dihubungi Kompas.com pada Kamis pagi.
Hingga saat ini jenazah AM Fatwa masih berada di RS MMC Jakarta.
Namun, pihak keluarga akan membawa jenazah ke rumah duka di Jalan Condet Pejaten, Jakarta.
"Akan dishalatkan di rumah bakda zuhur dan dimakamkan di pemakaman Kalibata," ucap Dian.
Terkait sosoknya ini, Berikut 7 fakta menarik terkait almarhum AM Fatwa :
1. Meninggal karena Perjuangan Melawan Kanker Hati
Staf pemberitaan DPD, Nana menuturkan, informasi tersebut disampaikan oleh dokter yang menangani AM Fatwa di Rumah Sakit MMC, Jakarta.
"Iya, kanker hati," kata Nana saat dihubungi, Kamis (14/12/2017).
Nana menuturkan, ada kemungkinan akan dilakukan penghormatan terakhir terhadap almarhum. Namun hal itu masih menunggu persetujuan dari pihak keluarga.
"Yang pasti dari rumah sakit ke Pejaten dulu. Kalau sudah ketahuan jamnya, atau keluarga enggak mau, mau tidak mau langsung dimakamkan," tuturnya.
Sementara itu, menurut putri AM Fatwa, Dian Islamiaty Fatwa, almarhum Fatwa akan dikebumikan di pemakaman Kalibata.
Baca:
Terkuak! Hanna Anissa Akui Video Mesumnya. Rupanya Ada Ciri Dibagain Ini yang Tak Bisa Dielak
Ketika Ridwan Kamil Samakan Jennifer Dunn dengan Coklat, Netter: Awas Kecantol Ntar Dompet Jebol
2. Pernah Dipenjara 18 Tahun di Era Soeharto
AM Fatwa menjadi ikon perlawanan dan sikap kritis terhadap rezim otoriter Orde Lama dan Orde Baru.
Itulah sebabnya sejak muda ia sudah mengalami teror dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh intel-intel kedua rezim otoriter tersebut, hingga keluar masuk rumah sakit dan penjara.
Terakhir ia dihukum penjara 18 tahun (dijalani efektif 9 tahun lalu dapat amnesti) dari tuntutan seumur hidup, karena kasus Lembaran Putih Peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984 dan khutbah-khutbah politiknya yang kritis terhadap Orde Baru.
Jika diakumulasi, ia menghabiskan waktu selama 12 tahun di balik jeruji besi.
Atas segala penyiksaan yang dialami, ia merupakan satu-satunya warga negara yang pernah menuntut Pangkobkamtib di pengadilan.
3. Jadi salah satu tokoh penting dimulainya Reformasi di Indonesia
Meski berstatus narapidana bebas bersyarat (1993-1999) dan menjadi staf khusus Menteri Agama Tarmizi Taher dan Quraish Shihab, mantan Sekretaris Kelompok Kerja Petisi 50 itu bersama Amien Rais menggulirkan gerakan reformasi,
Berkat jasanya dan beberapa tokoh lainnya, Presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998.
4. Pernah menjabat posisi penting di pemerintah beberapa kali
Deklarator sekaligus ketua DPP PAN periode 1998-2005 ini pernah menjabat berbagai jabatan penting di Indoensia
Wakil ketua DPR RI (1999-2004), Wakil Ketua MPR RI (2004-2009), Anggota DPD RI/MPR RI (2009-2014).
Saat ini ia menjawab sebagai wakil ketua MPP PAN (2005-sekarang) dan Ketua Badan Kehormatan DPD RI (2012-2014).
5. Memiliki tanda kehormatan dari pemerintah dan gelar-gelar prestisius lainnya
Pada tanggal 14 Agustus 2008 ia dianugerahi tanda kehormatan Bintang Mahaputera Adipradana di Istana Negara.
Dan pada tanggal 29 Januari 2009 ia memperoleh Award Pejuang Anti Kezaliman dari Pemerintah Republik Islam Iran yang disampaikan oleh Presiden Mahmoud Ahmadinejad di Teheran bersama beberapa tokoh pejuang demokrasi dan kemerdekaan dari sembilan negara.
6. Sosoknya begitu dihormati oleh banyak negara
Kepiawaian dalam berdiplomasi membuat AM Fatwa beberapa kali dipercaya memimpin delegasi ke sejumlah negara asing.
Seperti memulihkan hubungan diplomatik dengan China, merintis dibukanya kedutaan RI di Tripoli Libya, serta menjadi kordinator group kerjasama bilateral parlemen RI dan Portugal.
Baca:
7 Selebriti Ini Ajarkan Anaknya Berbicara Bahasa Inggris Sejak Dini, No 6 Malah Kena Bully
Baru Menikah! Sama-sama Kembar, Malam Pertama Semua Heran, Pengantin Wanita Dibuat Begini
7. Gemar menyalurkan pikirannya dalam buku
Selain lihai dalam urusan politik, AM Fatwa juga dikenal karena tulisannya yang jenius.
Dari buah pikirannya telah lahir tidak kurang dari 24 buku. Di antaranya yaitu:
Dulu Demi Reformasi, Kini Demi Pembangunan (1985),
Demi Sebuah Rezim, Demokrasi dan Keyakinan Beragama Diadili (1986, 2000),
Saya Menghayati dan Mengamalkan pancasila Justru Saya Seorang Muslim (1994),
Islam dan Negara (1955),
Menggugat dari Balik Penjara (1999),
Dari Mimbar ke Penjara (1999),
Satu Islam Multipartai (2000),
Demokrasi Teistis (2001),
Otonomi Daerah dan Demokratisasi Bangsa (2003),
PAN Mengangkat Harkat dan Martabat Bangsa (2003),
Dari Cipinang ke Senayan (2003),
Catatan dari Senayan (2004),
Problem Kemiskinan, Zakat sebagai Solusi Alternatif (bersama Djamal Doa dan Aries Mufti, 2004),
PAN Menyongsong Era Baru, Keharusan Reorientasi (2005),
Pengadilan Ad Hoc HAM Tanjung Priok: Pengungkapan Kebenaran untuk Rekonsiliasi Nasional (2005),
Menghadirkan Moderatisme Melawan Terorisme (2006-2007),
Satu Dasawarsa Reformasi Antara Harapan dan Kenyataan (2008),
Grand Design Penguatan DPD RI: Potret Konstitusi Pasca Amendemen UUD 1945 (2009),
Pendidikan Politik Bernegara dengan Landasan Moral dan Etika (2009).
Pancasila Karya Bersama Milik Bangsa Bukan Hak Paten Suatu Golongan (2010).
Transisi Demokrasi di Atas Hamparan Korupsi: Buah Pikir Reflektif Atas Carut Marut Reformasi (2013).
Meretas Jalan Membentuk Karakter (2013).
Atas kreatifitas dan produktifitasnya menulis buku, Museum Rekor Indonesia (MURI) memberinya penghargaan sebagai anggota parlemen paling produktif menulis buku, selain penghargaan atas pledoi terpanjang yang ditulisnya di penjara masa Orde Baru.