PERDAGANGAN satwa langkah dilindungi oleh UU No 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Dalam UU tersebut sudah sangat jelas dan tegas sanksi bagi yang melanggar, para pelakunya baik penjual maupun pembeli dapat dikenakan hukuman 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 100 juta.
Sampai hari ini sering terjadi & kita temukan perdagangan satwa liar/langkah yang dilindungi diperdagangan secara bebas baik secara tradisional, diam-diam, terang-terangan maupun dalam jumlah yang banyak.
Dalam pengamatan kami ada banyak hewan dilindungi yang diperjualbelikan bebas di kota pempek ini yang dapat kita jumpai di tempat-tempat penjualan hewan seperti pasar burung Cinde, Pasar Burung 16 Ilir dll.
Di sini kita dapat melihat beberapa macam hewan yang dilindungi seperti kukang, musang, lutung, kucing hutan, dan beberapa dari golongan aves, seperti elang, nuri, dll dapat dijual bebas di sini. Bahkan bukan lagi menjadi rahasia umum jika ada market-market di kota palembang yang memperjualbelikan hewan seperti buaya, trenggiling, ular, dll.
Selama tahun 2012 Profauna Indonesia mencatat 91 ekor satwa dilindungi yang diperdagangkan secara tradisional.
Ada 21 spesies diantaranya: (lutung jawa, kukang, nuri kepala hitam, bayan, kakatua besar jambul kuning, kakatua tanibar, jalak putih, tohtor, elang laut perut putih, jalak bali, elang hitam, penyu hijau, paok panca warna, cekakak sungai, kucing hutan, alap-alap sapi, elang ular bido, elang, elang tikus, musang air, landak).
Ironisnya BKSDA tak mampu berbuat banyak mengenai dinamika yang terjadi ini. Seharusnya peran BKSDA lebih nyata untuk mencegah maupun menyita hewan-hewan yang dilindungi, tapi yang kita lihat mereka lebih banyak berdiam diri ketimbang memperhatikan problem ini.
Memang kita akui bukan hanya pemerintah, BKSDA yang perlu memperhatikan ini melainkan setiap lapisan masyarakat juga harus ikut berperan sebab perdagangan satwa yang dilindungi menjadi salah satu pemicu penyebab utama terancam punahnya satwa di Indonesia setelah mereka kehilangan habitanya sehingga perlu keterlibatan semua lapisan masyarakat untuk membantu menyelamatkan satwa dari kepunahannya, namun lagi-lagi pemerintah dan BKSDA harus berperan aktif dalam menindak hal ini, jangan hanya berdiam diri.
Foto: Dokumen Romadhon
Penulis: Tunggul Ulung