Polemik Ijazah Jokowi
Roy Suryo Terbukti Salah, Bareskrim Polri Ungkap Hasil Uji Labfor Alat Dipakai Jokowi Susun Skripsi
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro menyatakan bahwa Jokowi terbukti merupakan sarjana lulusan Fakultas Kehutanan UGM
Penulis: Rizka Pratiwi Utami | Editor: pairat
SRIPOKU.COM - Roy Suryo terbukti salah, akhirnya pihak Bareskrim Polri menemukan alat yang dipakai Jokowi untuk menulis skripsi saat kuliah di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Dari hasil pemeriksaan Bareskrim Polri, skripsi Jokowi ternyata bukan dibuat menggunakan font Times New Roman.
Faktanya, hasil penelitian Roy Suryo sebelumnya justru berbeda dengan hasil uji laboratorium forensik.
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro menyatakan bahwa Jokowi terbukti merupakan sarjana lulusan Fakultas Kehutanan UGM pada tahun 1985.
Informasi dari bukti-bukti yang ditemukan, Jokowi masuk UGM pada 1980 dan lulus tahun 1985.
Salah satu bukti Jokowi lulus menjadi sarjana UGM yakni dari skripsi berjudul Studi Tentang Konsumsi Kayu Lapis Pada Pemakaian Akhir di Kotamadya Surakarta.
Kemudian dari hasil uji Labfor diketahui jika Jokowi menggunakan mesin tik dalam pembuatan skripsinya.
"Diuji Puslabfor dengan pembanding rekan senior dan junior," katanya.
Hasil uji Labfor, skripsi Jokowi dibuat menggunakan mesin tik.
Pada tahun tersebut menurut Djuhandhani, ada beberapa merek mesin tik dengan dua tipe, pika dan elit.
"Terdapat banyak merek mesin ketik yang beredar namun dapat diklasifikasi dalam dua tipe, yakni tipe pika dan elite," katanya.
"Tipe pika memuat 10 huruf dalam 1 inc dan tidak menunjuk font tertentu yang sekarang ada dalam tipe ketikan digital," tambah Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro.
Sedangkan skripsi Jokowi dibuat menggunakan mesin tik tipe pika.
"Dalam hal skripsi Joko Widodo setelah dilakukan penelitian mulai dari bab 1 sampai akhir oleh Puslabfor mesin ketik yang digunakan adalah tipe pika," katanya.
Sementara untuk lembar pengesahan yang selama ini dituduh Roy Suryo, kata Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro dibuat menggunakan mesin cetak handpres.
"Khusus lembar pengesahan skripsi dibuat dengan handpres laterpres sehingga apabila draba tulisannya tidak rata atau cekung," katanya.
Hal ini telah dikonfirmasi pada pemilik percetakan.
"Terhadap uji Labfor tersebut, persesuaian dari pemilik percetakan saat itu sehingga terjawab tidak ada proses cetak menggunakan alat lain selain mesin ketik dan alat cetal handpres ataupun laterpres," katanya.

Baca juga: Ijazah Asli Sudah Dibuka Roy Suryo Kini Kuliti Skripsi Jokowi, Lembar Pengesahan Hilang: Konyol
Font Times New Roman tak Terbukti
Sebelumnya, Roy Suryo berkukuh bahwa skripsi Jokowi janggal salah satunya disebabkan karena adanya perbedaan font.
"Ini ketikan manual. Ketikan dengan mesin tik manual. Ada nanti halaman pengesahan dibuat tidak dengan mesin tik manual tapi dengan font, kalau diteleiti font itu jauh mendahuli zamannya," kata Roy Suryo di iNews.
Menurut Roy, font pada skripsi Jokowi ada lembar yang menggunakan font Times New Roman.
"Ini tidak ada di tahun 85 dengan font semacam. Ini font kreasi dari Windows yang baru ada tahun 92," kata Roy Suryo.
Selain itu lulusan Fakultas Komunikasi UGM ini juga mengatakan sampul dan halaman pertama skripsi Jokowi dibuat oleh percetakan bersama Perdana.
"Dulu mahasiswa UGM dia memesan cetakan sampul dan halaman depan pada percetakan di luar UGM, ada percetakan Perdana," katanya.
Menurutnya Perdana memiliki mesin cetak.
"Dia punya alat untuk mencetak. Tahun 1985, belum ada mesin cetak inkjet, laser juga belum ada. Yang ada mesin cetak milik percetakan. Waktu itu cetaknya cetak tinggi. Harus disusun hurufnya satu per satu. Kadang hurufnya beda jadi jenis fontnya berbeda," kata Roy Suryo di Indonesia Lawyers Club.
Pada lembar yang dicurigai itu, Roy mengatakan bahwa tulisan merupakan hasil cetak dari mesin yang belum ada di tahun 1985, waktu Jokowi lulus menjadi sarjana.
"Sepintas sama, lembaran ini cetakan menggunakan teknologi yang jauh melampaui zamannya. Ini teknologi tahun 90-an, mesin cetak inkjet, keluar setelah laserjet hadir ini di atas tahun 92," kata Roy Suryo.
Guru Besar Buka Suara
Salah satu mantan guru besar di Univeristas Sumatera Utara (USU) tampak memberikan kesaksiannya.
Profesor Yusuf Leonard Henuk mantan guru besar di Universitas Sumatera Utara (USU) menduga presiden RI ke-7 Jokowi diduga Drop Out (DO) dari UGM.
Hal itu diduga Profesor Yusuf dengan melihat nilai IPK Presiden ke 7 RI itu.
Jokowi sempat mengaku memiliki IPK 2,0, sementara disebutkan Profesor Yusuf di zaman itu tidak boleh ada nilai dibawah 2,5 untuk melakukan skripsi.
Awalnya Pro Yusuf menjelaskan kesamaannya dengan Jokowi yang sama-sama masuk kuliah di tahun 80.
"Saya masuk tahun 80 Di Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana di Kupang,” ungkap Prof Yusuf dilansir dari YouTube Forum Keadilan TV dilansir Kamis (22/5/2025).
Sementara Jokowi dikatakan Prof Yusuf masuk ke Fakultas Kehutanan UGM tahun 80-an juga.
"Kalau Jokowi sudah jelas bilangnya masuk ke Fakultas Kehutanan UGM tahun 80 juga to. Saya bisa bilang bahwa dia DO,” tandasnya.
Menurutnya, waktu tahun 80-an ada peraturan tertulis di seluruh Indonesia bahwa IPK disemester 4 ada penilaian.
Adapun penilaian bahwa IPK 2,5 ke atas berhak menulis skripsi, sementara IPK 2,5 ke bawah sampai 2 dia berhak tulis makalah.
"Menurut saya dia DO, karena begini kami waktu kuliah tahun 80 itu kan pergeseran dari Desember ke Juni itu sudah ada aturan tertulis di seluruh Indonesia bahwa IP disemester 4 ada penilaian,” urainya.
"Penilaian bahwa IPK 2,5 ke atas berhak tulis skripsi, IPK 2,5 ke bawah sampai 2 dia berhak tulis makalah untuk penelitian,” ujarnya.
Sementara, berdasarkan pengakuan Jokowi kata Prof Yusuf IPK dibawah 2,0.
"Sedangkan IPK dibawah 2,0 sesuai pengakuan Jokowi di Tempo 9 Juni 2013 dia DO pak, karena IPK dia nggak sampai 2, menurut peraturan yang berlaku saat itu, jadi bagi saya itu sudah DO,” sambungnya.
Lantaran itu Prof Yusuf menduga Jokowi tidak membuat skripsi dengan memiliki nilai dibawah 2,0.
"Kalau misalnya dia sudah DO, dia tidak mungkin tulis skripsi,” sebutnya.
"Apalagi sekarang kita lihat skripsinya tidak disahkan oleh dekan, tanda tangan cuma satu orang,” tambahnya.
Meski begitu, Prof Yusuf mengaku siap meminta maaf kepada Jokowi jika pernyataannya salah.
“Saya bicara apa adanya, saya Guru besar kalau misalnya saya salah saya minta maaf, wajarlah, saya bukan politisi. Saya berhak memberi kesaksian berdasarkan apa yang saya tahu," imbuhnya.
"Bagi saya kalau sampai sekarang dia tidak KKN, sedangkan untuk mengajukan skripsi IPK harus selesaikan 120 sks rata-rata, kalau IP dibawah 2 tidak mungkin dia dapat itu," tambahnya.
Selain itu, ia juga tak takut jika dilaporkan oleh Jokowi.
"Bagi saya kalau dilaporkan saya senang karena saya mau buktikan mana transkip nilai SI, karena ijazah harus ada transkip nilainya," terangnya.
"Kalau dilaporkan tidak papa, saya di posisi banyak orang mencari kebenaran, kalau pun saya tunjukkan DO salah saya berhak minta maaf saya kan guru besar tapi buktikan dulu mana transkip bapak," tandasnya.
Baca berita menarik Sripoku.com lainnya di Google News
SOSOK Besar Beking Polemik Ijazah Dikuak, Jokowi Akui Citranya Diturunkan, Proses Hukum Berlanjut |
![]() |
---|
ISI Jokowi White Paper Karya Roy Suryo, Hasil Analisis Lengkap Penelitian Polemik Ijazah Jokowi |
![]() |
---|
BERANI Sebut Jokowi Ketakutan, Dokter Tifa Sesumbar Didukung Masyarakat Perihal Ijazah: Salah Lawan |
![]() |
---|
Buku JOKOWI'S WHITE PAPER Karya Roy Suryo, dr Tifa & Rismon Selesai, Ceritakan Polemik Ijazah Jokowi |
![]() |
---|
MAKIN PANAS, Roy Suryo Somasi Jokowi Sebut Fitnah 'Orang Besar' di Balik Polemik Ijazah Palsu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.