Kunci Jawaban

Rangkuman SKI Kelas 9 SMP Bab 4 Nilai-nilai Islam dan Kearifan Lokal dari Berbagai Suku di Indonesia

Kearifan lokal ini diawali dengan ziarah ke berbagai makam pemuka agama dan tokohtokoh penting Riau. Ziarah dilakukan setelah shalat Zhuhur,

Freepik
MATERI SKI KELAS 9 - Ilustrasi via Freepik. Rangkuman SKI Kelas 9 SMP Bab 4 Nilai-nilai Islam dan Kearifan Lokal dari Berbagai Suku di Indonesia 

SRIPOKU.COM - Di bawah ini rangkuman materi SKI Kelas 9 SMP Bab 4 Kurikulum Merdeka, ringkasan Nilai-nilai Islam dan Kearifan Lokal dari Berbagai Suku di Indonesia.

Rangkuman materi SKI Kelas 9 SMP Bab 4 Kurikulum Merdeka, ringkasan Nilai-nilai Islam dan Kearifan Lokal dari Berbagai Suku di Indonesia ini bisa menjadi referensi belajar di rumah.

Baca juga: Rangkuman Materi SKI Kelas 9 SMP Bab 3, Ringkasan Peran Pesantren dalam Dakwah Islam di Indonesia

Implementasi Nilai - Nilai Islam di Masyarakat

Berbagai macam pengejawantahan nilai-nilai Islam dalam masyarakat di Indonesia mengalami proses sejarah yang panjang.

Usaha "membumikan" nilai-nilai Islam melalui dakwah Walisanga sampai periode KH. Abdurrahman Wahid dengan istilah "pribumisasi Islam" jejaknya masih tampak jelas sampai saat ini.

Wujud dari "membumikan" nilai-nilai Islam ini di antaranya penyesuaian ajaran Islam yang menggunakan idiom-idiom bahasa Arab menjadi bahasa setempat dan atau menggunakan bahasa lokal untuk menggantikan istilah berbahasa Arab

Kearifan Lokal dari Berbagai Suku di Indonesia

a. Kearifan Lokal di Jawa

1) Tahlilan

Istilah tahlilan berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata hallala-yuhallilutahlilan, artinya membaca kalimat la ilaha illallah yang mengandung makna sebuah pernyataan bahwa tiada Tuhan selain Allah. 

Budaya tahlil mempunyai pemahaman bahwa rangkaian kalimat dari bacaan tawasul dimaksudkan lid du'a, yaitu berdoa kepada 

Allah dan mendoakan diri sendiri ataupun orang lain, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Budaya tahlil ini juga mempunyai makna; ukhuwah, syiar, pembelajaran dan ajakan untuk senantiasa berdzikir kepada Allah dan membiasakan diri membaca Al-Qur'an serta berdoa minta ampunan dan pertolongan kepada Allah Swt.

2) Pengajian

Kegiatan pengajian adalah menyampaikan materi-materi keagamaan kepada orang lain juga mempunyai makna dakwah, yaitu menyeru orang lain untuk meninggalkan perkara yang dilarang oleh Allah dan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah untuk mendapatkan ridha-Nya

3) Peringatan Hari Besar Islam

Kegiatan yang biasa disingkat PHBI ini adalah suatu acara untuk memperingati peristiwa-peristiwa besar (penting) yang terjadi dalam sejarah Islam, seperti Kelahiran Nabi Muhammad Saw, Isra' Mi'raj, Hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah, Nuzulul Qur'an, Idul Fitri, dan Idul Adha

4) Sekaten

Kegiatan ini merupakan upacara untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw. (Maulud) di lingkungan Kraton Yogyakarta. Selain pada momen Maulud, upacara Sekaten diselenggarakan pula pada bulan Besar (Dzulhijjah).

Dalam perayaan ini, gamelan Sekaten diarak dari keraton ke halaman Masjid Agung Yogyakarta dan dibunyikan siang-malam sejak seminggu sebelum tanggal 12 Rabi'ul Awal.

5) Grebek Maulud

Acara ini merupakan puncak peringatan Maulud. Pada malam tanggal 11 Rabi'ul Awal, Sultan beserta pembesar Kraton Yogyakarta hadir di Masjid Agung. Acara dilanjutkan dengan pembacaan riwayat Nabi Muhammad Saw. dan ceramah agama.

6) Takbiran

Kegiatan ini dilakukan pada malam 1 Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan takbir bersama-sama di masjid/mushala. Tidak jarang kegiatan dilakukan berkeliling kampung atau melintasi jalan raya sebagai syiar dakwah (takbir keliling).

7) Likuran

Budaya ini diselenggarakan setiap malam tanggal 21 Ramadhan. Selikuran berasal dari kata selikur yang berarti dua puluh satu. Perayaan tersebut diselenggarakan dalam rangka menyambut datangnya malam Lailatul Qadar yang menurut ajaran Islam diyakini terjadi pada sepertiga terakhir bulan Ramadhan.

8) Megengan

Upacara ini diadakan untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Kegiatan utamanya adalah menabuh beduk yang ada di masjid sebagai tanda bahwa besok sudah memasuki bulan Ramadhan dan semua umat Islam wajib melaksanakan puasa.

9) Suranan

Dalam penanggalan Jawa, bulan Muharram disebut Suro. Pada bulan tersebut, masyarakat biasa berziarah ke makam para wali. Selain itu, mereka membagikan makanan khas berupa bubur suro yang melambangkan tanda syukur kepada Allah Swt.

10) Nyadran

Nyadran adalah sebutan masyarakat Jawa untuk ziarah kubur. Kegiatan ini bertujuan untuk menghormati orang tua atau leluhur mereka dengan melakukan ziarah dan mendoakan arwah mereka.

11) Lebaran Ketupat

Kegiatan ini disebut juga dengan bakda kupat yang dilaksanakan seminggu setelah pelaksanaan hari raya Idul Fitri. Ketupat adalah jenis makanan yang dibuat dari beras dengan janur (daun kelapa yang masih muda) dan dibentuk seperti belah ketupat.

b. Kearifan Lokal di Madura

1) Sholawatan

Kegiatan sholawatan masyarakat Madura ini diselenggarakan di rumah-rumah secara bergantian.

2) Rokat Tase

Kegiatan yang dilakukan untuk bersyukur kepada Alloh dan meminta keselamatan. Kegiatan tersebut biasanya dimulai dengan acara pembacaan istighasah dan tahlil dan kemudian masyarakat melempar sesaji ke laut.

3) Rokat

Di Madura, rokat dilakukan dengan maksud jika dalam suatu keluarga hanya ada satu orang laki-laki dari lima bersaudara (pandapa lema') maka harus diadakan acara rokat. Acara ini biasanya dilaksanakan dengan mengundang topeng (nangge' topeng) yang diiringi dengan alunan musik gamelan Madura sembari dibacakan macapat atau mamaca.

4) Muludhen

Kegiatan ini dilakukan menyambut Maulid Nabi

Muhammad Saw. sebagai salah satu bentuk pengejawantahan rasa cinta umat Islam kepada Rasul-Nya. Perayaan Maulid dilakukan dengan membaca Barzanji, Diba'i, atau al-Burdah.

c. Kearifan Lokal di Sunda

1) Upacara Tingkeban

Upacara ini diselenggarakan pada saat seorang ibu hamil dan usia kandungannya mencapai 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan serta ibu yang melahirkan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb yang artinya tutup.

2) Reuneuh Mundingeun

Upacara ini dilaksanakan apabila perempuan mengandung lebih dari 9 bulan atau bahkan ada yang sampai 12 bulan, tetapi belum melahirkan juga. Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu segera melahirkan (jangan sampai seperti kerbau) serta agar terhindar dari sesuatu yang membahayakan.

3) Tembuni

Tembuni atau placenta dipandang sebagai saudara bayi sehingga tidak boleh dibuang sembarangan, yakni harus diadakan upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke sungai.

Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasul kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan ahli kubur.

4) Gusaran

Budaya gusaran adalah meratakan gigi anak perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara ini adalah agar gigi anak perempuan rata sehingga tampak bertambah cantik. Upacara gusaran dilaksanakan apabila anak perempuan sudah berusia tujuh tahun.

5) Sunatan/Khitanan

Kegiatan ini dilakukan dengan maksud agar alat vital anak bersih dari najis. Anak yang telah menjalani upacara sunatan dianggap telah melaksanakan salah satu syarat utama sebagai seorang muslim.

Upacara sunatan anak perempuan diselenggarakan pada waktu masih kecil (bayi) supaya tidak malu.

6) Cucurak

Biasanya dilakukan oleh kaum ibu yang memasak makanan yang berbeda-beda. Setelah itu, makanan dikumpulkan di masjid terdekat untuk dibagikan dan dimakan bersama.

Orang-orang yang makan bersama dengan niat menyambut datangnya bulan Ramadhan juga sudah dapat dikatakan sebagai cucurak

Cucurak dilakukan untuk menjalin silaturahmi dan saling memaafkan antarmasyarakat. Selain itu, cucurak juga merupakan bentuk rasa syukur terhadap rezeki yang telah diberikan Tuhan.

d. Kearifan Lokal di Melayu

1) Petang Megang

Budaya masyarakat Melayu ini dilaksanakan di Sungai Siak.

Kearifan lokal ini diawali dengan ziarah ke berbagai makam pemuka agama dan tokohtokoh penting Riau. Ziarah dilakukan setelah shalat Zhuhur,

2) Balimau Kasai

Upacara tradisional ini khusus diadakan untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Acara ini biasanya dilaksanakan satu hari menjelang masuknya bulan puasa.

Selain sebagai ungkapan rasa syukur dan kegembiraan memasuki bulan Ramadhan, upacara ini juga merupakan simbol penyucian dan pembersihan diri.

3) Tahlil Jamak atau Kenduri Ruwah

Tahlil jamak itu berupa dzikir serta berdoa untuk para arwah orang tua atau sesama muslim. Selain doa, dilaksanakan juga kenduri dengan sajian menu yang bersumber dari sumbangan sukarela warga.

4) Barzanji

Barzanji menghubungkan praktik budaya Islam masa kini dengan di masa lalu. Selain itu, melalui Barzanji, masyarakat Melayu Islam dapat mengambil pelajaran dari kehidupan Nabi Muhammad Saw.

e. Kearifan Lokal di Bugis

1) Upacara Ammateang

Budaya ini dalam adat Bugis merupakan upacara yang dilaksanakan masyarakat Bugis saat seseorang di dalam suatu kampung meninggal dunia.

Pelayat yang hadir biasanya membawa sidekka (sumbangan kepada keluarga yang ditinggalkan) berupa barang seperti sarung atau kebutuhan untuk mengurus mayat. Atau membawa passolo (amplop berisi uang sebagai tanda turut berduka cita).

Mayat belum mulai diurus seperti dimandikan dan seterusnya sebelum semua anggota keluarga terdekatnya hadir.

2) Mabbarasanji/Barzanji/Barazanji

Budaya ini biasa dikenal dalam masyarakat Bugis sebagai nilai lain yang mengandung estetika tinggi dan kesakralan.
Mabbarasanji mempunyai macam macam pembagian.

f. Kearifan Lokal di Minang

1) Salawat Dulang

Salawat dulang adalah cerita memuji kehidupan Nabi Muhammad Saw. dan atau yang berhubungan dengan persoalan agama Islam diiringi irama bunyi ketukan jari pada dulang atau piring logam besar.

Pertunjukan salawat dulang biasanya dilakukan dalam rangka memperingati hari-hari besar agama Islam dan alek nagari.

2) Makan Bajamba (Makan Barapak)

Budaya makan ini dilakukan oleh masyarakat Minangkabau dengan cara duduk bersama-sama di dalam suatu ruangan atau tempat yang telah ditentukan.

3) Mandi Balimau

Budaya ini dimaksudkan untuk membersihkan hati dan tubuh manusia dalam rangka mempersiapkan diri untuk melaksanakan ibadah puasa.

Masyarakat tradisional Minangkabau pada zaman dahulu mengaplikasikan wujud dari kebersihan hati dan jiwa dengan cara mengguyur seluruh anggota tubuh atau keramas disertai ritual mandi yang memberikan kenyamanan lahir dan kesianan hatin katika melaksanakannya.

Baca berita menarik Sripoku.com lainnya di Google News

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved