Anggota Densus 88 Tewas Ditembak

Maraknya Kasus Polisi Tembak Polisi, Ini Sisi Psikologis Pelaku Pembunuhan Terkait Kesehatan Mental

Meski dengan alasan apapun, pembunuhan tetap akan dipandang sebagai tindakan yang keji dan tidak dapat diterima dengan alasan apapun.

Penulis: Tria Agustina | Editor: Odi Aria
Sripoku.com/Tria Agustina
Berikut ini memandang pelaku pembunuhan jika dilihat dari sisi psikologisnya. 

SRIPOKU.COM - Berikut ini memandang pelaku pembunuhan jika dilihat dari sisi psikologisnya.

Kasus polisi tembak polisi kembali menyorot institusi Polri.

Terbaru seorang anggota Densus 88 tewas di tangan seniornya.

Hal tersebut kembali mengundang perhatian publik terkait alasan orang yang terulut emosi hingga melakukan pembunuhan.

Namun, pembunuhan tetap akan dipandang sebagai tindakan yang keji dan tidak dapat diterima dengan alasan apapun.

Dikutip dari Kompas.com, Setiap pelaku pembunuhan pasti memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda dan tidak bisa disamakan.

Namun, kebanyakan pelaku pembunuhan memiliki latar belakang dan beberapa hal yang sama, sehingga hal tersebut dianggap sebagai faktor risiko atau penyebab seseorang bisa menjadi pembunuh.

Salah satu alasan pembunuh ialah lahir dari trauma yang berdampak pada kesehatan mental seseorang.

Baca juga: Deretan Kasus Polisi Tembak Polisi di Indonesia, Terbaru Anggota Densus 88 Tewas Ditembak Senior

Dilansir dari Psychology Today, pembunuh kebanyakan adalah orang yang memiliki masalah mental dan sakit secara emosional.

Penyebabnya beragam dan ini menimbulkan kesedihan yang mendalam, depresi, atau rasa putus asa.

Perasaan tersebut bisa muncul akibat pengalaman buruk yang beruntun atau terus menerus disertai dengan sedikitnya pengalaman baik yang dialami.

Hal ini membuat empati seseorang tidak berkembang dengan baik dan membahayakan dari sisi emosional. Berikut ini adalah beberapa kejadian yang bisa menjadi risiko penyebab orang membunuh:

1. Agresi di dalam keluarga

Anak yang mengalami perundungan atau kekerasan di rumahnya, cenderung tumbuh menjadi orang yang melakukan kekerasan di masa depan. Salah satu risiko bentuk kekerasannya adalah pembunuhan.

2. Pengalaman diabaikan

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved