Tersangka Kasus Bawaslu Muratara
RESPON Bawaslu Sumsel dan Pengamat Setelah Komisioner Bawaslu Muratara Jadi Tersangka dan Ditahan
Kejari Lubuklinggau menetapkan lima tersangka dugaaan kasus korupsi dana hibah di Bawaslu Musi Rawas pengamat hingga Bawaslu Sumsel buka suara
SRIPOKU.COM, PALEMBANG --- Pasca Kejaksaan Negeri atau Kejari Lubuklinggau menetapkan lima tersangka dalam dugaaan kasus korupsi penyimpangan dana hibah pada Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu Musi Rawas Utara (Muratara) tahun anggaran 2020.
Kelimanya yakni Munawir Ketua Komisioner Bawaslu Muratara, M Ali Asek anggota Bawaslu Muratara, Paulina anggota Bawaslu Muratara, SZ Bendahara Bawaslu Muratara, dan Kukuh Reksa Prabu Staf Bawaslu Muratara.
Menyikapi hal tersebut, Bawaslu Sumsel mengaku prihatin atas kejadian iru, dan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kejari Lubuklinggau, yang nantinya jadi bahan laporan ke Bawaslu RI agar ditindaklanjuti segera.
"Intinya Bawaslu Sumsel patuh dengan peraturan dan tidak akan mencampurni soal hukumnya."
"Besok kami koordinasi dengan Kejari Lubuklinggau untuk jadi laporan kita ke Bawaslu RI."
"Karena tiga komisioner yang ada semua ditetapkan tersangka dan ditahan, nantinya apa jadi arahan bagaimana kedepan untuk tugas selanjutnya organisasi berjalan," kata Komisioner Bawaslu Sumsel Kordiv SDM dan Organisasi Yenli Elmanoferi, Kamis (7/4/2022).
Yenli menjelaskan, pihaknya tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah, dan jika sudah ada keputusan final dari pengadilan (inkrach) maka ada dasar hukum untuk Pergantian Antar waktu (PAW) jika dinyatakan pengadilan bersalah.
"Kalau sudah putusan inkrach ada proses PAW, tapi saat ini kita belum tahu secara administrasi meski dari berita sudah," paparnya.
Ditambahkan Yenli, kedepan ini jadi pelajaran dan evaluasi bagi jajaran Bawaslu provinsi dan Kabupaten/kota di Sumsel untuk lebih berhati- hati dalam penggunaan dana hibah, meskipun selama ini sudah jelas perencanaan dan peruntukannya.
"Sebenarnya kita sudah mengantisipasi dari segi perencanaan dan pelaporannya."
"Nah, apalagi menjelang pemilu 2024 harus hati- hati lagi, dan proses hukumnya ke aparat penegak hukum dan kewenangan kami hanya melaporkan ke Bawaslu RI dan bagaimana kelanjutannya kedepan," tandasnya.
Sementara Pengamat hukum sekaligus pemgamat politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Febrian menilai, meski peraturan perundang- undangan yang ada sudah memperketat peruntukan dana hibah, namun faktanya masih saja ada penyimpangan yang dilakukan dilapangan.
"Kedepan perlu pengaturan yang lebih ketat agar tidak terjadi lagi, tapi sebenarnya ini tergantung pada figur atau orangnya yang mengelolah dan memberi, karena kalau melihat Perpu sudah ketat dan tidak mudah memberi dana hibah gelundungan tapi harus jelas dan terdata di Kemenkumham. Artinya ketat pemberian dan pemakain dana hibah," paparnya.
Dilanjutkan Febrian, jika penyimpangan dana hibah tak dipungkiri bukan hanya terjadi di satu tempat seperti Bawaslu Muratara saja, tetapi bisa saja terjadi ditempat lain dan bukan level Pilkada saja dalam pengelolaan dana hibah yang tidak transparan. Sehingga menjadi temuan dari BPK dan ditindaklanjuti penegak hukum yang ada.
"Ini jadi perhatian kedepan, apalagi sebentar lagi akan ada pemilu 2024 dan jangan sampai terjadi lagi."
"Selain itu dan yang disimpangkan itu harus ditelusuri siapa saja yang menikmatinya, sebab sifat tindak pidana korupsi bisa berjamaah."
"Termasuk pemberi bisa terlibat baik Pemkab maupun lembaga diatasnya perlu ditelusuri apakah ikut menikmatinya, karena besar ataupun kecil yang didapat harus dipertanggungjawabkan," tukasnya.
Kejaksaan Negeri Lubuk Linggau sendiri menetapkan 3 komisioner dan dua pegawai Bawaslu Muratara sebagai tersangka setelah menjalani pemeriksaan di Kejari Lubuklinggau mulai pukul 09.30 Wib - 13.30 Wib di ruang unit Pidsus.
Selesai menjalani pemeriksaan, kelimanya langsung digiring penyidik menggunakan rompi merah, kelimanya langsung di gelandang menuju Lapas Lubuklinggau untuk ditahan.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Lubuklinggau, Willy Ade Chaidir melalui Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus), Yuriza Antoni, didampingi Kasubsi Penuntutan dan Uheksi, Agrin Nico Reval mengatakan ke lima tersangka resmi ditahan setelah statusnya dinaikkan dari saksi menjadi tersangka.
"Hari ini, kita (penyidik) telah melakukan penahanan terhadap saksi perkara kasus korupsi dana hibah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) tahun anggaran 2020," ungkapnya.
Yuriza menjelaskan kelima tersangka datang langsung dilakukan pemeriksaan, kemudian selanjutnya penyidik mulai menggelar perkara, langsung meningkatkan status ke tiga saksi menjadi tersangka.
"Setelah ditetapkan tersangka langsung dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan sembari penyidik melakukan kelengkapan berkas," ujarnya.
Yuriza menjelaskan, dari para tersangka diamankan beberapa barang bukti diantaranya beberapa dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan dana hibah tersebut.
"Dari hasil audit BPKP Sumsel ditemukan kerugian negara sebesar Rp. 2,514 Miliar, atas perbuatan para tersangka dikenakan pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang tindak pidana korupsi," ungkapnya.
Dapatkan informasi lainnya di Sripoku.com dengan mengklik Google News
