'SEMUANYA SADIS', LPSK Temukan Fakta tak Manusiawi kepada Para Tahanan di Kerangkeng Bupati Langkat
Dipaksa sodomi. Jadi disuruh telanjang dua-duanya anak kerangkeng, disuruh berhubungan dan direkam. Ada lagi yang dipaksa mengunyah cabai 1/2 kilo
SRIPOKU.COM, STABAT - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan banyak fakta perlakuan tak manusiawi terhadap para tahanan di kerangkeng milik Bupati Langkat Terbit Rencana Peranginangin alias Cana, Kamis (10/3/2022).
Selain itu, LPSK juga mencatat ada 12 oknum TNI/Polri diduga terlibat dalam dugaan penyiksaan.
Belasan oknum TNI/Polri ini, memainkan perannya masing-masing sesuai perintah Cana dan anaknya Dewa Peranginangin.
Di antaranya, bertugas melakukan penganiayaan dan menjemput para penghuni kereng yang melarikan diri.
"Semuanya sadis. Tapi, sepanjang melakukan advokasi terhadap korban kekerasan selama kurang-lebih 20 tahun, saya belum pernah menemukan kekerasan sesadis ini," kata Wakil Ketua LPSK, Edwin dalam konferensi pers di gedung LPSK, kemarin.
Selain itu, pihaknya juga menemukan adanya dugaan kekerasan yang dilakukan oleh Organisasi Pemuda Pancasila dan Sapma PP terhadap para penghuni kereng.
Kemudian, temuan lain juga menyatakan bahwa Cana dan Dewa Peranginangin serta orang suruhannya menyiksa para tahanan secara tidak manusiawi.
Seluruh penghuni kereng, digunduli terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam kerangkeng untuk dibina.
Kemudian, bila melakukan kesalahan para penghuni ditelanjangi, diludahi mulutnya oleh orang suruhan Cana.
Lalu, para penghuni juga disuruh meminum air kencing orang lain, dipaksa menjilati sayuran yang sudah dibuang ke lantai.
Setelah itu, para penghuni dipaksa berhubungan badan sesama jenis, lalu direkam aksinya oleh algojo Cana.
Bahkan, lebih parahnya para penghuni yang diduga melakukan kesalahan dipaksa menjilati kemaluan anjing.
Edwin mengatakan dua penghuni kerangkeng berinisial KEO dan KRM dipaksa minum air kencing sendiri.
Bahkan keduanya dipaksa melakukan hubungan sesama jenis.
"Inisial KEO dan KRM ditelanjangi, diludahi mulutnya. Dipaksa minum air kencing sendiri dan penghuni lain dipaksa menjilat sayuran di lantai," imbuhnya.
"Dipaksa sodomi. Jadi disuruh telanjang dua-duanya anak kerangkeng, disuruh berhubungan dan direkam. Ada lagi yang dipaksa mengunyah cabai 1/2 kilo. Sudah dikunyah, dilumuri ke muka. Habis muka, terus diolesin ke alat kelamin. Kita bacanya saja nggak enak, saking kita nggak tega," paparnya.

Tahanan Tidak Diizinkan Beribadah
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan sejumlah fakta lain terkait dengan perbudakan modern yang terjadi di kerangkeng milik mantan Bupati Kabupaten Langkat Terbit Rencana Peranginangin, Kamis (10/3/2022).
Dalam konferensi pers kemarin, ada sejumlah fakta baru yang ditemukan, yakni pembatasan beribadah.
Setiap orang yang berada di dalam kerangkeng milik Terbit alias Cana, tidak diperbolehkan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing.
Bagi umat muslim, tidak ada kegiatan salat secara berjemaah ataupun umat Kristiani.
Terlepas dari perintah Cana, yang melarang para penghuni kerangkeng untuk menjalankan ibadah.
"Manusia kerangkeng tercerabut haknya untuk menjalankan ibadah. Tidak ada kegiatan Sholat Jumat bagi muslim, tidak ada Ibadah Minggu bagi Kristiani," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi.
Berdasarkan pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
Hak untuk beragama dan menjalankan peribadatan merupakan salah satu hak asasi.
Menurutnya, kerangkeng milik Cana jauh dari kata layak, bagi setiap penghuni untuk melaksanakan kegiatan ibadah.
"Ibadah hanya memungkinkan dilakukan di kereng yang kondisi jauh dari layak," jelasnya.
Pada temuan LPSK, awal mula kerangkeng itu didirikan pada Tahun 2007 lalu. Di mana, Cana memiliki gudang tepat di samping rumah yang dijadikan sebagai kandang ayam.
Selain itu, kandang ayam itu dipergunakan untuk untuk mengurung anggota Cana yang bertentangan dengan dia.
Kapasitas gudang itu hanya 20 orang. Sekitar tahun 2016, Cana membangun kerangkeng yang sekarang ini di belakang rumahnya.
Setelah selesai, para anggota dan pekerja yang mendapat hukuman dimasukkan dan dipindahkan ke dalam penjara ilegal itu.
Periode tahun 2016 - 2017, Cana merenovasi rumah pribadinya menjadi rumahnyayang sekarang ini.
Gudang yang disebut sebagai 'kereng atas' itu saat ini menjadi garasi mobil.
Sejak kerangkeng mulai berada di belakang rumah, banyak masyarakat sekitar menitipkan anggota keluarga mereka, yang diduga pecandu narkotika ke dalam kerangkeng itu.
Peran anak bupati
Dewa Peranginangin, anak Terbit ternyata pelaku penyiksaan penghuni kerangkeng paling sadis.
Dalam temuan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), para pelaku sampai mengalami gangguan jiwa dan cacat permanen.
Dirinya menyiksa penghuni kereng menggunakan selang, kunci Inggris, batu, balok, palu dan plastik yang dibakar lalu diteteskan ke tubuh.
"Semuanya sadis. Puluhan tahun saya berkerja, belum pernah menemukan kekerasan sesadis ini," kata Wakil Ketua LPSK, Edwin dalam konferensi pers di gedung LPSK, kemarin.
Para penghuni kerangkeng, ada yang mengalami putus jari akibat dipukul menggunakan palu. Lebih parahnya, alat kelamin penghuni kereng juga disundut menggunakan api rokok.
Selain itu, para penghuni juga sering diteteskan plastik yang sudah dibakar oleh Dewa Peranginangin.
Bukan hanya Dewa, Terbit dan oknum aparat Penegak Hukum juga ikut melakukan penyiksaan terhadap penghuni kereng.
Pada temuan ini, bupati juga mencambuk para penghuni kereng menggunakan selang air.
Tempat penyiksaan penghuni kereng juga selalu berpindah.
Ada yang mendapat penyiksaan di luar kerangkeng, gudang cacing, perkebunan sawit, pabrik serta di dalam kolam ikan.
SG, korban yang meninggal dunia juga mengalami penyiksaan oleh Dewa Peranginangin.
Sejauh ini, dalam temuan LPSK, ada 12 diduga oknum TNI/Polri yang terlibat dalam penyiksaan di dalam kerangkeng.
Adanya keterlibatan oknum TNI, membuat Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa murka.
Ia meminta seluruh anggota TNI yang melanggar hukum diseret ke Polisi Militer.
Hal itu disampaikan Jenderal Andika saat memimpin rapat dengan tim hukum TNI terkait beberapa kasus yang melibatkan anggota TNI.
"Jadi untuk diketahui semuanya, hukuman disiplin tidak lagi di kesatuan. Hukuman disiplin mau 14 atau 21 hari di Polisi Militer. Mau ringan atau berat di Polisi Militer," tegas Jenderal Andika dilansir TribunJakarta.com dari channel Youtube Jenderal TNI Andika Perkasa, Selasa (8/3/2022).
Berita ini telah tayang di Tribun Medan berjudul: SADIS, Penghuni Kerangkeng Terbit Rencana Peranginangin Dipaksa Melakukan Hal Tak Manusiawi Ini dan LPSK Temukan Fakta Para Tahanan Kerangkeng Terbit Rencana Tidak Diizinkan Beribadah