Kebakaran di 26 Ilir
Kronologi Kebakaran di 26 Ilir Palembang, Rumah 2 Lantai Hanya Ditempati Seorang Pria Paruh Baya
Diketahui rumah tersebut saat kejadian hanya ditinggali seorang pria bernama Syafarudin (48).
Penulis: Chairul Nisyah | Editor: Yandi Triansyah
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Sebuah rumah panggung dua lantai yang berlokasi di Jalan Cempaka Dalam, Kelurahan 26 Ilir, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang sekira pukul 03.00 Wib dini hari, habis dilahap si jago merah, Kamis (10/3/2022).
Dari pantauan di lokasi kebakaran, rumah yang terbangun dari material kayu ini habis tak tersisa.
Hanya puing-puing kayu yang telah menjadi arang yang tertinggal.
Selain itu nampak pecahan genteng dari tanah liat berserakan di sekitar lokasi kebakaran.
Diketahui rumah tersebut saat kejadian hanya ditinggali seorang pria bernama Syafarudin (48).
Dirinya tinggal sendirian di rumah dua tingkat tersebut.
Saat kejadian dikatakan oleh salah seorang keluarga Syafarudin, bernama Esti (52) mengatakan, diduga adiknya (Syafarudin) tengah tidur.
• BREAKING NEWS: Kebakaran di Palembang Subuh Tadi, Satu Rumah Panggung di 26 Ilir Terbakar
"Posisi kejadian itu sekitar pukul 03.00 wib dini hari. Kemungkinan adik saya sedang tidur, dan saat mengetahui api sudah membesar, dan dia pun panik teriak kebakaran,"ujar Esti.
Esti yang saat ini tinggal di kawasan Sukarela, Sukarami Palembang itu saat mendengar kabar langsung bergegas ke lokasi kejadian yang tak lain adalah rumah peninggalan orang tua nya tersebut.
"Saya tiba api sudah besar, ada empat mobil pemadam kebakaran yang ada di lokasi. Kami pun bingung saat lihat api besar itu," jelasnya.
Dikatakan Esti, Syafarudin adiknya saat ini tengah diungsikan disalah satu rumah keluarganya.
Menurut Esti rumah yang terbakar adalah rumah peninggalan orang tua mereka.
"Rumah itu sudah ada sejak tahun 1972, seumuran dengan saya. Ada banyak kenangan di rumah itu," cerita Esti.
Diceritan oleh Esti, rumah tersebut telah berumur 50 tahun, dibangun sendiri oleh almarhum orang tuanya, dengan luas rumah 10x12 meter per segi.
"Orang tua kami dulu sengaja membangun rumah dengan ukuran besar, karena kami ada tujuh bersaudara, jadi perlu ruang yang besar," tutur Esti.
Kini dirinya dan keluarganya hanya bisa berpasrah.
Menurut nya jika ada pihak yang ingin memberikan bantuan tentu hal tersebut akan diterimanya dengan baik.
"Tentu jika ada bantuan maka kami akan terima dengan baik," jelasnya.