Berita Selebriti

Apa Itu Playing Victim? Dituduhkan kepada Mawar AFI, Kasus Dugaan Perselingkuhan Suami, Ini Tandanya

Sosok Mawar AFI kini jadi sorotan setelah unggahannya yang membuka kisah rumah tangganya dikaitkan dengan sebuah perselingkuhan suaminya

Penulis: Rahmaliyah | Editor: pairat
Instagram
Susi diduga istri baru Steno Ricardo angkat bicara 

SRIPOKU. COM -- Sosok Mawar AFI kini jadi sorotan setelah unggahannya yang membuka kisah rumah tangganya terkait perselingkuhan yang dilakukan suaminya.

Meski sudah resmi bercerai, namun rupanya penyebab keretakan rumah tangga itu karena adanya perselingkuhan mantan suami Mawar dengan mantan pengasuh anak-anak Mawar.

Kini mereka berdua dikabarkan sudah menikah dan resmi jadi sepasang suami istri.

Tetapi, belum lama ini, justru sebuah unggahan yang dibagikan Yenni Syen, yang juga pernah menjadi kontestan AFI jadi sorotan.

Dalam unggahannya ia menuliskan ada yang sedang playing victim.

Kendati tak menyebutkan nama Mawar, namun netizen ramai mengaitkan postingan itu dengan kabar rumah tangga Mawar AFI.

"Sekarang lg banyak maling teriak maling. Seremmm.!!!" tulis Yenni dalam unggahan InstaStory.

"Ngomong2 soal pelakor dan pebinor, aku punya cerita nih... kisah nyata. Pernah baca IGS aku tentang ini?? Baca di highlight IG deh, judulnya 'Layangan Mlehoyyyy'..." Tambahnya.

Lalu, apa sebenarnya playing victim yang kini ramai disebut-sebut dalam kasus Mawar AFI tersebut.

Dirangkum Sripoku.com dari berbagai sumber berikut penjelasannya.

Mengutip dari Wikipedia dan Kompasiana, playing victim atau bermain korban adalah sikap seseorang yang seolah-olah berlagak sebagai seorang korban.

Berbagai alasan seperti membenarkan pelecehan terhadap orang lain, memanipulasi orang lain, strategi penjiplakan, mencari perhatian, atau tidak bertanggung jawab pada amanat yang diberikan padanya.

Sederhananya, playing victim adalah ketika seseorang menyalahkan kamu atau orang lain atas sesuatu kejadian atau kekacauan yang terjadi, padahal sebenarnya kamu atau orang lain, tidak pantas disalahkan karena memang kenyataannya tidak demikian.

Pada dasarnya orang-orang yang gemar melakukan playing victim apa lagi dalam sebuah hubungan, akan memperlihatkan bahwa dirinya berposisi sebagai korban dan merasa paling tersakiti atas kekacauan yang terjadi, padahal sebenarnya, kekacauan terjadi, bisa saja karena ulahnya.

Bagi orang dengan victim mentality, tenggelam dalam negativitas lebih mudah daripada mencoba menyelamatkan diri sendiri, bahkan mereka memaksakan pola pikir ini ke orang lain.

Penyebab victim mentality

Victim mentality tidak hanya muncul dari situasi terdesak saja, tetapi ada beberapa penyebab yang membuat seseorang menjadi rentan, yaitu:

1. Pengalaman trauma masa lalu, di mana pola pikir ini dikembangkan sebagai mekanisme koping (cara mengelola emosi).

2. Situasi negatif di mana seseorang tidak memiliki rasa kontrol atau kendali.

3. Rasa sakit emosional yang berkelanjutan yang membuat diri tidak berdaya, terjebak, hingga menyerah.

4. Dikhianati oleh orang kepercayaan, dan mengakibatkan trust issues di masa depan.

5. Menikmati situasi menyalahkan orang lain, manipulasi, atau gaslighting demi menadapatkan perhatian.

Pada intinya, pola pikir victim mentality berakar pada trauma, kesusahan, dan rasa sakit hampir sepanjang waktu.

Kondisi ini membuat seseorang merasa rentan dan takut.

Selain itu, ia memilih untuk tidak bertanggung jawab atau menyalahkan orang lain terhadap suatu tindakan.

Tanda victim mentality

Berikut adalah tanda-tanda yang berpotensi bahwa seseorang memiliki victim mentality, antara lain:

Menyalahkan orang lain atas bagaimana kehidupan berjalan

Merasa diri sendiri menerima banyak masalah sulit

Mengalami kesulitan mengatasi masalah hidup

Memiliki sikap negatif terhadap sebagian besar situasi

Ketika seseorang mencoba untuk membantu, justru balik diserang dengan marah

Ketika merasa kasihan pada diri sendiri, itu membuat diri merasa lebih baik

Cenderung bergaul dengan orang lain yang suka mengeluh dan menyalahkan orang lain

Merasa kurang mendapat dukungan dari orang lain

Kurang percaya diri atau memiliki harga diri yang rendah

Orang lain harus mengakui bahwa dirimu telah menjadi korban

Kurang empati terhadap masalah orang lain

Berpikir bahwa dunia adalah tempat yang tidak adil

Selalu merasa diri sendiri lebih buruk dan orang lain lebih bahagia.

(*)

 

 
 
 

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved