MASUK Sehat, 3 Hari Kemudian Tinggal Nama,Tubuh Tahanan Narkoba Membiru, Keluarga Diperas Rp 25 Juta

Bukan cuma itu saja, diduga sejumlah penyidik turut menganiaya Zailani saat pemeriksaan berlangsung.

Editor: Wiedarto
TRIBUN MEDAN/HO
Kondisi jenazah Zailani saat dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Sebelum meninggal, tahanan Polsek Medan Kota ini mengaku dipukuli di sel tahanan. 

SRIPOKU.COM, MEDAN - Penyidik Polsek Medan Kota diduga kembali melakukan pemerasan terhadap tersangka narkoba bernama Zailani.  Bukan cuma itu saja, diduga sejumlah penyidik turut menganiaya Zailani saat pemeriksaan berlangsung.

Menurut pihak keluarga, setelah Zailani ditangkap petugas Polsek Medan Kota pada Senin, 11 Oktober 2021 lalu karena kasus narkoba, kondisi warga Jalan Multatuli, Lingkungan III, Kecamatan Medan Kota ini cukup memprihatinkan.


"Setelah ditangkap, dua hari kemudian saya datang ke Polsek Medan Kota. Saat itu dia (Zailani) mengaku dihajar, tapi enggak dikasih tahu siapa yang menghajar," kata Feni, istri Zailani, Rabu (29/12/2021).

Feni mengatakan, selain mengaku dihajar, Zailani menyebut bahwa penyidik Polsek Medan Kota meminta uang Rp 25 juta pada dirinya, agar dia bisa dibebaskan.

Namun, permintaan itu tidak bisa dikabulkan keluarga, lantaran mereka tidak punya uang.

Karena keluarga tidak bisa memenuhi permohonan penyidik, berkas perkara Zailani tetap berlanjut.

Penyidik Polsek Medan Kota kemudian mengirim Zailani ke Rumah Tahanan Polisi (RTP) Polrestabes Medan.

Pada akhir November 2021 lalu, setelah Zailani mendekam di RTP Polrestabes Medan, dia menghubungi Feni.

"Waktu itu suami saya minta uang Rp 2 juta. Katanya itu uang kebersamaan. Jadi saya bilang enggak punya duit," kata Feni.

Lantaran Zailani mendesak, Feni pun berjanji akan mencari utangan.

Apalagi, Zailani mengaku disiksa oleh sejumlah tahanan di RTP Polrestabes Medan jika tidak menyerahkan uang yang diminta.

"Dia (Zailani) bilang, kalau uangnya enggak ada, dia akan dipukuli terus," kata Feni.

Dalam kondisi tertekan dan kelimpungan, Feni mencari uang kemana-mana.

Namun, uang yang diminta Zailani tidak bisa diberikan oleh Feni lantaran sama sekali tidak punya uang.

Pada 23 Desember 2021, Feni mendapat kabar bahwa Zailani dibantarkan ke RS Bhayangkara Tingkat II Medan karena kondisinya kritis.


"Jadi saya cek kesana, dia dirawat di ruangan yang buruk. Kondisinya pun sudah tidak bergerak," kata Feni.

Karena kondisinya makin memburuk, dokter pun memindahkan Zailani ke ruang ICU untuk dilakukan perawatan medis.

Namun, lanjut Feni, kala itu ia melihat kondisi tubuh suaminya banyak terdapat luka bakar seperti bekas sundutan rokok.

"Kalau lihat secara logika, secara pribadi, ini seperti macam dipukuli, dicekik atau diapakan gitulah, macam disulut-sulut api rokok luka nya. Ada yang bolong-bolong, ada yang ini gosong lukanya," ucapnya.

Setelah Zailani menjalani perawatan selama tiga hari di RS Bhayangkara Tingkat II Medan, pada Minggu, 26 Desember 2021, Zailani mengembuskan nafas terakhirnya.

Zailani meninggal dunia dalam kondisi mengenaskan, dan saat itu keluarga diminta menandatangani surat pernyataan, yang isinya tidak akan menuntut siapapun atas kematian Zailani.

"Meninggalnya sekira pukul 10.00 WIB. Prosesnya panjang sampai jam 02.00 WIB kami ditahan di sana. Disuruh tanda tangan surat, bahwasanya kalau kami dari keluarga enggak bisa nuntut orang itu, saya tanda tangani. Saya berpikiran karena supaya suami saya cepat pulang," pungkasnya.


Ngaku Lagi Ngurus Sekolah
Zailani, tahanan narkoba yang tewas dengan kondisi mengenaskan merupakan tangkapan petugas Polsek Medan Kota.

Saat menjalani penahanan di Polsek Medan Kota, Zailani mengaku diminta uang Rp 25 juta oleh penyidik.

Kapolsek Medan Kota, Kompol Rikki Ramadhan ketika dikonfirmasi terkait kematian Zailani dan kasus dugaan pemerasan ini tengah sibuk mengurus pendidikannya di kepolisian.

"Gue lagi di Polda (Sumut) ngurus sekolah. Ntar Kanit (Reskrim) gue suruh jelasin dan liatin ya," katanya singkat.

Sebelumnya, kasus serupa juga pernah dialami tahanan Polsek Medan Kota lainnya bernama Aryes Prayudi Ginting.

Pada Agustus 2021, Aryes Prayudi Ginting yang ditangkap petugas Polsek Medan Kota juga tewas lebam-lebam.

Menurut istri Aryes Prayudi Ginting, Fitri, suaminya sempat dimintai uang oleh penyidik Polsek Medan Kota.

Jumlah uang yang diminta Rp 25 juta.

Uang itu merupakan sogokan, agar Aryes Prayudi Ginting bisa bebas.

Namun, karena keluarga tak bisa memenuhi permintaan penyidik, Aryes Prayudi Ginting kemudian meninggal dunia dalam kondisi lebam-lebam.

Terkait kasus ini, Kapolsek Medan Kota, Kompol Rikki Ramadhan sebelumnya sempat dikabarkan diperiksa Propam Polda Sumut.

Bahkan, sejumlah penyidik juga sempat diperiksa.

Sayangnya, kasus ini tak juntrung kejelasannya.

Bahkan apa hasil pemeriksaan Propam Polda Sumut terhadap pejabat dan penyidik di Polsek Medan Kota juga tak jelas.

Tak pelak, kasus-kasus semacam ini terus berulang dan jadi tontonan masyarakat.


Kasat Tahti Polrestabes Medan, AKP Asen Samosir berdalih bahwa Zailani meninggal karena sakit biasa.

Dia mengatakan, bahwa Zailani sempat menjalani perawatan selama satu minggu di RS Bhayangkara Tingkat II Medan.

"Meninggalnya bukan di RTP, meninggal di RS Bhayangkara setelah opname satu minggu lamanya," ujarnya.

Namun, dirinya tidak menjelaskan sakit apa yang diderita oleh tahanan narkoba tersebut.

"Konfirmasi aja ke dokter, karena hasil diagnosanya enggak ada sama saya," pungkasnya.

Deretan Panjang Dugaan Pemerasan dan Tahanan Tewas
Kasus dugaan pemerasan terhadap tahanan bukan kali ini terjadi.

Kasus-kasus sebelumnya bahkan bikin heboh, seperti kasus dugaan pemerasan tersangka penadah di Polsek Helvetia dan Polsek Patumbak.

Meski di Polsek Helvetia katanya tidak terbukti, namun dugaan pemerasan di Polsek Patumbak bahkan disinyalir melibatkan oknum jaksa.

Tidak cuma kasus dugaan pemerasan, jumlah tahanan tewas pun terus bertambah, meski pimpinan Polri terus mengumbar janji memperbaiki kinerja, khususnya dalam hal pengawasan tahanan.

Dari catatan Tribun-Medan.com, ada tiga tahanan RTP Polrestabes Medan yang diakui mati di dalam sel.

Ketiganya itu yakni A dan R. Keduanya merupakan tahanan jaksa.

Kemudian, Hendra Syahputra, tahanan polisi kasus asusila.

Kematian Hendra Syahputra ini sempat bikin heboh dan curi perhatian.

Pasalnya, Hendra Syahputra tewas dianiaya oleh sesama tahanan.

Sempat mencuat kabar bahwa keluarga Hendra Syahputra dimintai uang oleh penyidik Unit PPA Sat Reskrim Polrestabes Medan bernama Bripda Sutrisno Butarbutar.

Sayangnya, pemeriksaan Bripda Sutrisno Butarbutar tak jelas.

Bahkan, Polrestabes Medan terkesan melindungi oknum penyidik yang menurut keluarga korban sempat meminta uang Rp 5 juta diduga modus cabut perkara.

Terkait tahanan di RTP Polrestabes Medan bermatian, Kasi Intelijen Kejari Medan, Bondan Subrata mengakui bahwa A dan R adalah tahanan mereka.
Namun, selain yang dua itu, ada tahanan lain yang juga meninggal dunia.

"Yang satu lagi ini meninggal di RS Pirngadi. Tapi sudah dari awal ditangani dan meninggal saat perawatan. Itu berbeda dengan dua yang meninggal di Polrestabes Medan," kata Bondan, Selasa (30/11/2021).

Dia mengatakan, terkait dua tahanan tewas di RTP Polrestabes Medan, satu diantaranya putusannya sudah incraht (berkekuatan hukum tetap).

Satunya lagi, belum incraht.

"Keduanya dibawa ke RS Bhayangkara dan sudah diserahkan ke keluarga. Keduanya limpahan dari Polsek Medan Kota dan Patumbak," katanya.

Terpisah, Kasi Pidum Kejari Medan, Riachad SP Sihombing mengatakan mereka menitipkan tahanan di Polrestabes Medan karena lapas saat ini hanya menyediakan satu ruang karantina.

Sehingga, kata Riachad, tidak semua tahanan yang ada di Polda Sumut, Polrestabes Medan dan BNNP Sumut bisa dipindahkan ke lapas.

"Kami (di Kejari Medan) memang punya satu. Tapi sifatnya bukan rumah tahanan, melainkan sel tahanan," kata Riachad.

Dia bilang, bahwa tahanan yang dititipkan di sel tahanan Kejari Medan tidak bisa berdiam selama 1 x 24 jam.

"Jadi sifatnya sementara untuk pemberkasan saja," bebernya.

Sepanjang tahun ini, lanjutnya, sebanyak 2.365 tahanan telah dipindahkan ke lapas.

Masih dikatakan Riachad, untuk tidak terjadi penumpukan, harusnya ada penambahan ruang isolasi.

"Nah, kalau menurut saya memang harusnya dibuka lagi ruang isolasi agar tahanan kami di Polda dan Polres bisa langsung dilimpahkan," katanya.

Dalam penanganan tahanan, Kejari Medan sendiri bekerja sama dengan RSUD Pirngadi untuk perawatan pasien.

"Jadi untuk penanganan tahanan sakit di Pirngadi ada 14 blok. 10 blok untuk laki-laki dan 4 untuk perempuan," katanya.

Dari data yang dihimpun Tribun Medan, sejak awal tahun 2021, Kejari Medan telah memindahkan 2.365 tahanan.

Di mana pada bulan Januari sebanyak 296 tahanan, Februari 223 tahanan, Maret 452 tahanan, April 250 tahanan, Mei 505 tahanan, Juni 206 tahanan, Juli 322 tahanan, September 28 tahanan, Oktober 53tahanan dan November 30 tahanan.

Untuk di Polrestabes Medan sendiri tahanan yang dipindahkan sejak awal tahun hingga November berjumlah 761.

Di RTP Polrestabes Medan sendiri, saat ini tengah terjadi over kapasitas tahanan.

Sehingga, tahanan bertumpuk-tumpuk di masa pandemi, dan dikhawatirkan lebih memudahkan penyebaran penyakit.

 

Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com

 

Sumber: Tribun Mataram
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved