Dugaan Korupsi Masjid Raya Sriwijaya

Ada Alex Noerdin, Seorang Saksi dari Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi Pakai Alat Bantu Pernapasan

Dua terdakwa kasus dugaan korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya, Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi.

Editor: Refly Permana
SRIPOKU.COM / Chairul Nisyah
Terdakwa Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi saat jalani persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang, terkait dugaan korupsi dana hibah Masjid Raya Sriwijaya, Kamis (14/10/2021). 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Dua terdakwa kasus dugaan korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya, Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi, kembali jalani sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Palembang, Senin (8/11/2021).

Sidang kali ini JPU mengahdirkan enam orang saksi yakni, tersangka Alex Noerdin, Muddai Madang, Loka Sangga Negara, terdakwa Eddy Hermanto, seta Teguh Rahardjo, dan Marwah M Diah.

Keenam saksi dihadirkan melalui sambungan telekonfrensi yang tersabung dengan ruang sidang utama Pengadilan Tipikor Palembang, yang diketuai oleh hakim Abdul Azis SH MH.

Keenam saksi dimintai keterangannya secara bergantian oleh majelis hakim.

Dari pantauan, saksi Marwah M Diah nampak mengenakan alat bantu pernapasan saat duduk menghadap layar monitor dalam sidang.

Pria paru baya tersebut nampak menyimak setiap keterangan yang terlontar dalam persidangan.

Untuk diketahui Marwah M Diah adalah mantan Sekertaris Umum Yayasan Wakaf Masjid Raya Sriwijaya, yang kemudian naik menjadi Ketua Umum Yayasan Wakaf Masjid Raya Sriwijaya, menggantikan posisi Zamzami Ahmad.

Pada sidang sebelumnya, majelis hakim dan jaksa penuntut umum banyak membahas dan mempertanyakan aliran dana dan proses pembayaran pada proyek yang digadang-gadang menjadi masjid terbesar se Asia Tenggara tersebut.

Dua terdakwa Syarifuddin dan Dwi Kridayani pun yang dihadirkan sebagai saksi dipersidangan dihujani dengan beragam pertanyaan dari mejelis hakim, jaksa penuntut umum dan kuasa hukum.

Dalam keteranggannya, saksi terdakwa Dwi Kridayani mengatakan bahwasanya Pengeluaran untuk proyek dan untuk pelaksanaan di lapangan pada pembangunan masjid senilai Rp. 118 Miliar.

Dan menurut Dwi, untuk pengeluaran proyek dan untuk pelaksaan di lapangan sebesar Rp. 118 miliar tersebut pernah di audit.

Untuk Sumsel I JPU Bongkar Catatan yang Ditemukan di Rumah Syarifuddin

Selain itu dalam keterangannya, dalam perjanjian kontrak kerja pernah terjadi pergantian penanda tangan kontrak kerja.

Sementara itu saksi terdakwa Syarifuddin lebih banyak menerangkan terkait pembayaran tagihan pembangunan masjid oleh pihak yayasan wakaf Masjid Raya Sriwijaya pada pihak Pelaksana dan KSO.

Seorang saksi memakai alat pernapasan buatan saat memberikan keterangan untuk terdakawa Ahmad Nasuhi dan Mukti Sulaiman.
Seorang saksi memakai alat bantu pernapasan saat memberikan keterangan untuk terdakawa Ahmad Nasuhi dan Mukti Sulaiman. (sripoku.com/nisyah)

Namun seiring jalannya persidangan, JPU Kejati Sumsel mengungkap tentang adanya catatan aliran dana dari PT Brantas Abipraya, yang ditemukan di rumah terdakwa Syarifuddin.

Yang mana diantanranya ditemukan ada catatan aliran dana sebesar Rp 2,5 miliar dan Rp 2,343 miliar untuk Sumsel 1.

Serta aliran dana untuk sewa helikopter sebesar Rp. 300.000.000.

Terkait hal tersebut, diduga dalam perkara ini, ada pihak-pihak yang menerima fee atau honor dalam proses pembangunan masjid baik, dari pihak Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya maupun pihak terkait lainnya.

Dikonfirmasi pada kuasa hukum Ahmad Nasuhi, Redho Junaidi SH MH mengenai dugaan menerima fee atau honor pada kliennya tersebut, dirinya mengatakan hingga saat ini tidak ada bukti untuk hal tersebut.

"Jika disinggung mengenai fee atau honor, apakah klien kami menerima hal tersebut, hingga saat ini tidak ada saksi maupun bukti yang dapat menunjukan hal itu," ujar Redho yang diwawancarai awak media usai persidangan, Kamis (14/10/2021).

Dirinya mengatakan, jika sudah banyak saksi dan bukti yang ditunjukan selama persidangan, namun tidak satu pun ada yang mengatakan dan menunjukan jika terdakwa Ahmad Nasuhi menerima honor atau fee.

Hampir serupa, hal sama juga dikatakan oleh kuasa hukum Mukti Sulaiman, Iswadi Idris SH MH, bahwasanya dalam persidangan kali ini, tidak ada nama Mukti Sulaiman yang tertulis, baik sebagai penerima honor atau pun janji lainnya.

"Dalam sidang tadi jelas bahwasanya tidak ada nama klien saya yang tertulis menerima fee, atau pun janji-janji lainnya. Sebenarnya sidang kali ini pun tidak ada kaitannya sama klien saya," ujar Iswadi Idris.

Menurutnya dalam keterang saksi yang dihadirkan di persidangan oleh JPU tadi tidak ada kaitannya dengan posisi jabatan Terdakwa Mukti Sulaiman, yang saat itu mejabat sebagai Sekertaris Daerah Provinsi Sumsel.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved