JPU Hadirkan Ahli Kerugian Negara, Kuasa Hukum Terdakwa Keberatan dengan Metode Total Lose

Kuasa hukum Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi tidak sependapat dengan saksi ahli yang dihadirkan JPU dalam sidang kasus pembangunan masjid sriwijaya

Penulis: Chairul Nisyah | Editor: Azwir Ahmad
sripoku.com/Chairul Nisyah
Tim kuasa hukum terdakwa Mukti Sulaiman, Iswadi Idris SH MH saat diwawancarai awak media, Rabu (27/10/2021). 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya atas terdakwa Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi, kembali Pengadilan Tipikor Palembang, Rabu (27/10/2021).

Dalam sidang kali ini, JPU Kejati Sumsel hadirkan dua orang ahli sebagai saksi di persidangan yakni, Dr Ahmad Feri Tanjung SH MM MKN selaku Ahli dibidang Pengadaan Barang dan Jasa, dan saksi Muhammad Ansar SE MSA Ak CA CSRS selaku Ahli Penghitungan Kerugian Negara.

Suasana sidang sedikit memanas ketika keterangan saksi Muhammad Ansar selaku Ahli Penghitungan Kerugian Negara.

Pasalnya saksi Ansar tidak memberikan jawaban yang gamblang saat ditanya kuasa hukum kedua terdakwa mengenai metode penghitungan kerugian negara dengan metode total lose.

Beberapa pertanyaan yang ditanyakan oleh kuasa hukum, tidak dapat dijawab oleh saksi ahli.

"Coba bapak jelaskan mengenai regulasi pada audit penghitungan kerugian negara yang bapak lakukan dalam perkara ini," ujar Iswadi, kuasa hukum terdakwa Mukti Sulaiaman dalam sidang, Rabu (27/10/2021).

Atas pertanyaan tersebut saksi  tidak memberikan jawabannya seperti yang diharapkan oleh kuasa hukum. Sehingga tim kuasa terdakwa pun terlihat kesal tas hal tersebut.

Sorakan pun terdengar dari tempat pengunjung yang diantaranya adalah keluarga dari terdakwa Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Kondisi tersebut membuat hakim ketua, Abdul Azis SH MH, berusaha menenangkan suasana sidang.

Diluar ruang sidang, kedua Kuasa Hukum Mukti Sulaiman dan Ahmad Nasuhi kompak mengatakan keberatan dan tidak sependapat dengan saksi yang di hadirkan oleh JPU.

"Sebenarnya mengenai total lose yang dibahas oleh saksi ahli tadi tidak ada hubungannya dengan klien kami. Namun sebagai warga negara yang baik, kita perlu tahu juga anggaran tersebut kemana larinya," ujar Iswadi kepada wartawan.

 Iswadi mengatakan pada point terakhir pertanyaannya pada saksi ahli, menanyakan tentang dana sebesar Rp 127 miliar yang masuk dalam rekening PT Brantas Abipraya dari yayasan turut diaudit atau tidak.

"Sedangkan ahli tadi menghitung total lose pada perkara ini sebesar Rp 116 miliar lebih. Sehingga kami menilai jika dokumen yang menjadi landasan saksi untuk melakukan audit tidak cukup dan tidak lengkap," jelasnya.

Maka dari itu pihaknya tidak sependapat pada keterangan ahli dalam persidangan tadi.

"Disebutkan ada kerugian negara dengan metode penghitungan total lost sebesar Rp 116 miliar. Sedangkan kita tahu semua, ada bangunan dari bagian masjid yang saat ini telah berdiri. Rasanya kurang tepat jika disebut total lose," ujar Iswadi.

Hal serupa dikatakan oleh kuasa hukum terdakwa Ahmad Nasuhi, Redho Junaidi SH MH.

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Pihaknya mengatakan jika penghitungan kerugian negara dengan menggunakan metode total lose lebih tepat dilakukan pada proyek pembangunan fiktif atau proyek dengan kegagalan konstruksi.

"Dalam hal ini, bangunan masjid bukanlah bangunan yang fiktif. Bangunan tersebut ada hanya saja belum selesai," ujar Redho pada awak media.

Selain itu Redho mengatakan pihaknya meragukan keterangan ahli dalam persidangan tadi.

"Menurut kami banyak hal-hal yang dirasa aneh. Seperti dalam sidang tadi saksi cerita mengenai perencanaan hibah, namun saat ditanya mengenai proses perencanaan dan penganggaran itu sendiri saksi tidak mampu menjelaskan terkait hal tersebut," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, pada keterangannya saksi Ahmad Feri Tanjung mengatakan bahwasanya Pemerintah Provinsi Sumsel yang harusnya membuat masjid, tanpa melibatkan pihak yayasan.

"Jadi seharusnya yayasan itu terima bangunan yang sudah jadi. Pihak pemerintah yang tugasnya membangun," ujar saksi Feri.

Pernyataannya tersebut, kata Feri berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) tahun 2010.

Saksi Feri juga mengatakan jika proses lelang hanya boleh dilakukan pada saat uang atau dana sudah ada, dengan tidak melebihi pagu kontrak pekerjaan.

"Sebab sejak awal berdasarkan aturan, dalam proposal pagu anggaran sudah diterakan secara jelas, beserta perencanaan pembangunan turut dicantumkan. Maka dari itu proses penganggaran, pemberian dana hibah, hingga pembangunan harus tunduk pada Perpres tersebut," ujar saksi ahli dalam sidang.

ilustrasi
Update 27 Oktober 2021. (https://covid19.go.id/)
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved