Berita Religi

Ahli Tahajud tapi Rugi di Mata Allah, Ternyata Satu Hal Ini Penyebabnya Jangan Sampai Ibadah Sia-sia

Ada satu hal yang perlu dihindari ketika kita mengerjakan sholat tahajud. Lalu apa satu hal tersebut? Berikut ulasan selengkapnya.

Penulis: Tria Agustina | Editor: Sudarwan
SRIPOKU.COM/ANTON
Ilustrasi Sholat Tahajud 

SRIPOKU.COM - Apa yang menyebabkan ahli tahajud tapi ibadahnya sia-sia di mata Allah? Berikut penjelasannya.

Sholat tahajud merupakan ibadah yang dikerjakan pada waktu malam hari yang didahului dengan tidur terlebih dulu.

Waktu utama untuk mengerjakan sholat tahajud adalah pada sepertiga malam dan hukumnya adalah sunnah.

Artinya, jika dikerjakan akan mendapat pahala yang besar di mata Allah, namun jika tidak dikerjakan pun tidak mendapatkan dosa.

Selain sebagai ibadah tambahan supaya doa kita lebih cepat dikabulkan oleh Allah, sholat tahajud juga memiliki keutamaan tersembunyi yang sangat besar bagi umat muslim yang mau menjalankannya.

Di antaranya adalah rezeki yang berlimpah, keharmonisan rumah tangga, ketenteraman dalam hidup, mampu menjaga kesehatan tubuh, dan kebaikan lainnya.

Akan tetapi, ada satu hal yang perlu dihindari ketika kita mengerjakan sholat tahajud.

Lalu apa satu hal tersebut?

Berikut penjelasan mengenai ahli tahajud tapi rugi di mata Allah yang dibagikan melalui kanal YouTube Jamaah Nurul Qolbi.

Baca juga: Rajin Ibadah dan Sedekah, Jemaah Ini Meninggal Dunia Saat Sujud Terakhir Sholat Tahiyyatul Masjid

Sholat tahajud merupakan ibadah sunnah yang sangat dianjurkan.

Karena ibadah sunnah tersebut memiliki banyak keutamaan dan kebaikan yang bisa dirasakan jika mengerjakannya.

Akan tetapi, ada satu hal yang membuat ahli tahajud rugi di mata Allah, apakah itu?

Yakni merasa bangga dengan diri sendiri atau bisa dikatakan riya' dengan apa yang ia dapat dari Allah tanpa mempedulikan sekitar.

Apabila seperti itu yang ada dalam hati orang rajin ibadah, itulah orang yang akan rugi di mata Allah.

Ada saru kisah menarik yang mungkin bisa menjadi pelajaran untuk kita saat mengerjakan sholat tahajud.

Pada masa Rasulullah, ada seorang ahli ibadah tahajud yang bernama Abu bin Hasyim.

Hampir bertahun-tahun Abu bin Hasyim tak pernah absen melakukan sholat tahajud.

Pada suatu ketika saat hendak mengambil air wudhu untuk mengerjakan sholat tahajud, Abu bin Hasyim dikagetkan oleh keberadaan sosok makhluk yang sedang duduk di bibir sumurnya.

Abu bin Hasyim bertanya: "Wahai hamba Allah, siapakah Engkau?" Sambil tersenyum, sosok itu berkata: "Aku adalah Malaikat utusan Allah".

Mendengar jawaban tersebut, Abu bin Hasyim kaget sekaligus bangga karena kedatangan tamu Malaikat Allah.

Abu bin Hasyim lantas bertanya: "Apa yang sedang kamu lakukan di sini?"

Malaikat itu pun menjawab: 'Aku disuruh mencari hamba pecinta Allah".

Melihat Malaikat itu memegang kitab tebal, Abu bin Hasyim lalu bertanya: "Wahai Malaikat, buku apakah yang kau bawa itu?"

Malaikat itu pun menjawab: "Ini adalah kumpulan nama hamba-hamba pecinta Allah".

Mendengar jawaban Malaikat, Abu bin Hasyim berharap dalam hati namanya ada di situ. Maka ditanyalah Malaikat itu ; 'Wahai Malaikat, adakah namaku di situ?".

Abu bin Hasyim beranggapan bahwa namanya ada di buku itu, mengingat amal ibadahnya yang hampir tak pernah putus.

Selalu mengerjakan sholat tahajud, berdo'a dan bermunajat kepada Allah Subhanahuwata'ala di sepertiga malam, dan masih banyak yang lain.

"Baiklah, aku buka," kata Malaikat sambil membuka kitab besarnya.

Setelah dibuka dan dicari, ternyata Malaikat tersebut tidak menemukan nama Abu bin Hasyim di dalamnya.

Karena tidak percaya dengan apa yang disampaikan, Abu bin Hasyim meminta Malaikat mencarinya sekali lagi.

Lalu dicarilah ekali lagi, dan berkata:

"Betul, namamu tidak ada di dalam buku ini".

Mendengar namanya tidak ada di dalam buku catatan yang dibawa Malaikat tersebut, Abu bin Hasyim pun gemetar dan jatuh tersungkur di depan Malaikat.

Beliau menangis sejadi-jadinya sambil berkata:

"Rugi sekali diriku yang selalu tegak berdiri di setiap malam dalam tahajud dan bermunajat, tetapi namaku tidak masuk dalam golongan para hamba pecinta Allah".

Melihat hal tersebut, Malaikat itu pun berkata:

"Wahai Abu bin Hasyim! Bukan aku tidak tahu engkau bangun setiap malam ketika yang lain sedang tidur. Bukan aku tidak tahu engkau mengambil air wudhu dan kedinginan pada saat orang lain terlelap dalam buaian malam. Tapi ketahuilah, tanganku dilarang Allah untuk menulis namamu."

Karena kaget dengan jawaban Malaikat, Abu bin Hasyim pun berkata: "Apakah gerangan yang menjadi penyebabnya?"

Malaikat itu pun menjawab: "Engkau memang bermunajat kepada Allah, tapi engkau pamerkan dengan rasa bangga kemana-mana dan asyik beribadah memikirkan dirimu sendiri. Sedang di kanan kirimu ada orang sakit dan kelaparan, tapi engkau tidak menengok dan memberinya makan, bagaimana mungkin engkau dapat menjadi hamba pencinta Allah kalau engkau sendiri tidak pernah mencintai hamba-hamba yang diciptakan Allah?"

Mendengar jawaban tersebut, hati Abu bin hasyim seperti disambar petir.

Dia tersadar bahwa ibadah yang dilakukannya selama ini hanyalah untuk memperbanyak harta kekayaan tanpa mempedulikan orang-orang yang membutuhkan uluran tangannya.

Semenjak kejadian itu, dalam sholatnya Abu bin Hasyim selalu meminta ampun kepada Allah, dan mulai menyadari bahwa :

Manusia diciptakan Allah memang untuk beribadah kepada-Nya, akan tetapi, selain daripada itu, juga untuk membantu sesama yang sedang membutuhkan bantuan.

Dari kisah tersebut dapat kita ambil pelajaran bahwa Allah menciptakan manusia supaya bisa saling menjaga silaturahmi dan saling berbagi di saat orang lain sedang membutuhkan.

Boleh-boleh saja kita berdoa meminta dilancarkan, rezeki dan diperbanyak harta kekayaan kita.

Akan tetapi ingatlah, apabila Allah sudah mengabulkan doa kita, sebaiknya kita juga tak lupa untuk menyisihkan sedikit dari harta yang kita dapat untuk membantu mereka yang sedang kesusahan.

Karena dengan menyadari hal tersebut, rasa syukur kita kepada Allah akan semakin bertambah.

Dan janji Allah bagi orang yang selalu bersyukur adalah akan ditambah nikmat kita.

Dan dicukupkan segala kebutuhan kita.

Semoga dari kisah ini, kita bisa menjadi manusia yang selalu menjaga silaturahmi dan selalu bersyukur atas apa yang Allah berikan kepada kita.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved