Berita Religi
Apa Arti Ghitbah Sifat Iri yang Diperbolehkan Bahkan Dipuji oleh Allah? Ini Maknanya: Ahli Akhirat
Sebenarnya iri dan dengki merupakan sifat yang tercela, karena bisa merugika diri sendiri & berdasar dari hati buruk, lantas bagaimana dengan ghitbah?
Penulis: Tria Agustina | Editor: Sudarwan
SRIPOKU.COM - Apa arti ghitbah sifat iri yang diperbolehkan bahkan dipuji oleh Allah? Berikut penjelasan Ustaz Adi Hidayat.
Berikut ulasan selengkapnya yang disampaikan Ustaz Adi Hidayat melalui kanal YouTube Taman Surga.
Baca juga: Apa Arti Manusia Bal Hum Adhol yang Dijadikan Allah Isi Neraka Jahanam? Baca Surat Al-Araf Ayat 179
Berikut ini adalah terjemahan arti kata ghitbah dalam kamus istilah agama Islam.
Arti Ghitbah
Perasaan ingin mencapai kejayaan seperti orang lain. Sifat ini dipuji oleh Allah Subhanahuwata'ala.
Ustaz Adi Hidayat memberikan penjelasan mengenai ghitbah serta contohnya.
Yakni tidak perlu merasa berkecil hati bahkan membandingkan kehidupan dengan orang lain.
Karena bisa jadi hidup yang kita miliki sekarang merupakan impian dari orang lain.
Bahkan yang membuat kita iri ialah orang tersebut tidak beribadah, namun diberi kenikmatan dunia yang luar biasa oleh Allah.
"Jangan pernah merasa kecil hati, kalau ada orang-orang dzolim nampak semakin kuat cengkramannya, padahal mereka nggak pernah ibadah," terangnya.
"Misalnya orang itu nggak pernah ibadah, kok bisnisnya keliatan lancar, kemudian usahanya kayak begini dan sebagainya, kata Allah hei jangan pernah merasa iri pada yang begitu, kamu ahli akherat masa' iri pada ahli dunia, nggak nyambung," jelas Ustaz Adi Hidayat.
Ia juga menambahkan jikalau pun ingin iri dengan yang juga ahli akhirat.
Misalnya ada anak berusia 4 tahun, punya keterbatasan pada penglihatan, tapi bisa hafal Alquran.
Sebaliknya, kita yang sudah berusia puluhan tahun, diberi kesehatan terutama mata, namun tidak mampu
menghafal Alquran.
Maka hal ini sangat pantas dianggap iri jika urusannya akhirat.
"Itu iri tuh kenapa dia bisa saya nggak? Itu ghitbah (sifat yang dipuji oleh Allah), tapi jika iri pada sesuatu yang
nggak ada bandingannya, ahli surga masa' iri dengan orang yang belum jelas surganya," tutur Ustaz Adi
Hidayat.
"Kata Allah diberikan ketenangan dalam jiwa kita, hei itu cuma urusan dunia, begitu meninggal dunianya
nggak akan dibawa, bekal akherat itu bukan dunia, tapi ibadah kepada Allah," tambahnya.
Ustaz Adi Hidayat juga menegaskan jika manusia diberikan sedikit dan tidak sama seperti mereka, karena
itu bekal untuk ibadah.
Bahkan ia memperingatkan agar berhat-hati jika diberikan Allah lebih itu pun untuk bekal ibadah juga
bukan untuk pamer.
"Karena barangkali orang yang nggak punya harta lebih dia sudah banyak tahajudnya, saking jarang makan yang enak-enak misalnya dia sering puasanya, malam-malam sering bangunnya, sedikit tidurnya, sedikit makannya," jelasnya.
"Lah kamu sedikit-sedikit makan, sedikit-sedikit tidur, saya berikan harta lebih supaya jadi bekal ibadah yang lain, saingi mereka itu, keluarkan infak dan sodaqohnya," tambahnya.
Mereka itu kata Allah, biarkan saja, nggak mau ibadak, harta digunakan untuk banyak maksiat, dosa yang
terbanyak dikumpulkan dari situ.
Jadi, harta yang dikumpulkan itu karena tidak menjadi ibadah, didapatkan dengan cara yang salah, bukan menjadikan kenyamanan di akhirat tapi menumpuk dosa dalam kehidupannya.
Hingga akhirnya kata Allah, diujung waktu mereka akan menyesal dan memohon kepada Allah 'Ya Allah berikan kami kesempatan agar bisa memperbaiki diri'
"Jangan pernah merasa iri dan pesimis dengan kehidupan orang-orang yang tidak menyembah Allah, tapi terlihat seperti sejahtera, itu hanya sebatas fatamorgana dunia yang jika mereka tidak tobat hanya menambah dosa," tukasnya
Rasulullah SAW bersabda,
"Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus
berada dalam kemaksiatan kepada Allah, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah." (HR. Ahmad)
Ali Bin Abi Thalib radhiyallahu anhu pernah berkata :
“Hai anak Adam ingat dan waspadalah bila kau lihat Tuhanmu terus menerus melimpahkan nikmat atas
dirimu sementara engkau terus-menerus melakukan maksiat kepadaNya” (Mutiara Nahjul Balaghoh Hal 121)