Beda Gaya Dessy Ratnasari dan Anggota DPRD NTB saat Distop Petugas PPKM, Bisa Lewat dengan 3 Syarat

Dia hanya mengikuti aturan dan memberikan syarat-syarat kepada petugas PPKM Darurat yang memintanya.

Editor: Hendra Kusuma
HO/SRIPOKU.COM/KOMPAS.COM
Dessy Ratnasari anggota DPR RI dari Fraksi PAN ungkap cara lolos dari PPKM Darurat meski tidak mengaku sebagai anggota DPR RI 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG--Aksi Dessy Ratnasari yang memilih merahasiakan identitasnya dan tidak mengaku sebagai anggota DPRD RI mendapatkan apresiasi, ketika melewati pos penyekatan PPKM Darurat di Bandung Jawa Barat.

Gaya Dessy Ratnasari yang memilih merahasiakan identitasnya sebagai anggota DPR RI ini berbeda sikap dengan Najamuddin, yang anggota DPRD Provinsi NTB yang mengajak petugas kepolisian berdebat soal aturan.

Meski beda gaya, masing-masing memiliki alasan kuat dan juga memiliki tujuan yang sama yakni mendukung PPKM Darurat, dan memberikan pemahaman kepada masyarakat akan aturan jika melewati pos penyekatan PPKM Darurat.

Aktris Dessy Ratnasari misalnya, tak mengaku sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Amanat Nasional (PAN) Jabar.

Dengan alasan, Desy ingin menunjukkan sikap disiplin dan taat aturan pemerintah di tengah kondisi pandemi Covid-19 ini. Dia tidak mau diistimewakan dengan jabatannya.

Maka itu, Anggota DPRD dari Fraksi PAN dan juga Ketua DPW PAN Jabar ini, memilih tidak mau mengaku sebagai anggota DPR RI dan tidak banyak omong ketika melewati pos penyekatan.

Dia hanya mengikuti aturan dan memberikan syarat-syarat kepada petugas PPKM Darurat yang memintanya.

Memberikan syarat-syarat yang diminta yakni, KTP, Surat Negatif Covid-19 hasil tes swab dan kartu sudah menjalani vaksin.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Dengan cara ini, Dessy Ratnasari ingin mengajak warga Indonesia di mana pun berada, mendukung PPKM dan menekan angka penyebaran Covid-19.

"Mari kita tegakkan kedisiplinan dari diri sendiri. Setelah itu, InsyaAllah pasti ada dampaknya kalau kita berdisplin menjaga saudara keluarga," ujarnya, seperti dikutip dari Kompas.com, Minggu (18/7/2021).

Bagi Dessy Ratnasari, menegak aturan itu dimulai dari diri sendiri dengan menerapkan disiplin, artinya jika mau melewati pos penyekatan maka harus menyertakan tiga syarat tersebut, atau bersedia mengikuti tes antigen di pos penyekatan.

Sebab, (PPKM Darurat) mau diperpanjang atau tidak, selama masyarakat tidak berdisiplin, maka lonjakan virus akan ditekan. Sebaliknya jika tidak disiplin, meski PPKM Darurat diperpanjang, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa.

"Jika tidak disiplin, tidak melindungi diri, tidak mengikuti aturan, tren penyebaran Covid-19 pasti akan meningkat," tegas Desy.

Terkait dengan kabar dia melewati pos penyekatan tidak mengaku sebagai anggota DPR RI, aktris yang ngetop di era 90-an ini mengakui, semua jabatan dan status itu tidak perlu jika disiplin.

"Kemarin (saat) saya diberhentikan di pos penyekatan, saya serahkan serifikat vaksinasi saya, hasil swab antigen saya, KTP, kemudian baru boleh lewat," tandas Desy.

Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Aksi Anggota DPRD NTB

Sementara aksi berbeda dilakukan oleh Anggota DPRD NTB dari Fraksi PAN yang mengajak debat petugas soal aturan Presiden Jokowi dan memarahi anggota polisi, Kamis (15/7/2021) lalu.

Saat itu Najamuddin sedikit kesal sebab polisi berdalih syarat melakukan perjalanan dan bisa masuk ke kota Mataram  TNB adalah bisa menunjukkan kartu vaksin yang merupakan aturan pemerintah.

Sementara dia dan sopirnya tidak bisa menunjukkan kartu vaksin.

Namun Najamuddin mengaku, dia tidak bisa menunjukkan kartu vaksin karena memang kondisinya komorbid gula darah, sementara sopirnya memang belum mendapatkan giliran vaksin.

Najamuddin pun mendebat petugas kepolisian."Bapak bisa baik-baik, kami pun bisa baik-baik, jangan bapak teriak-teriak," kata salaha seorang petugas polisi.

"Kami tidak teriak, kamu yang teriak," bantah Najamudin.

Najamuddin pun mendebat soal orang yang tak bisa menunjukkan kartu vaksin disuruh putar balik, padahal aturan itu hanya salah satu yang tercantum bukan aturan baku.

"Tapi kan itu aturan pemerintah pak," kata salah seorang anggota polisi yang bertugas di PPKM.

"Salah, aturan itu salah kalau begitu, sebab itu bukan syarat baku," debat Najamuddin.

Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Sentil Pemerintah

Menurut dia, Syarat inilah yang kemudian didebat, dan menilai aturan ini konyol, sebab tak semua warga mendapatkan vaksin, mengingat pemerinta baru membeli 80 juta vaksin, sementara jumlah penduduk Indonesia 270 juta, artinya masih banyak yang belum divaksin.

Sebab menurut dia, kalau itu dipakai sebagai aturan baku, maka pemerintah harus memvaksin dulu 270 juta jiwa penduduk Indonesia, sementara pemerintah baru menyedikan 80 juta, artinya masih kurang sekitar 290 juta lagi.

"Saya anggota DPR rekam deh, kalau dia buat aturan presiden itu, dia harus vaksin 270 juta penduduk Indonesia. Saya jelaskan vaksin yang sudah dibeli oleh Presiden Jokowi, kurang lebih 80 juta saya bilang. Rakyat Indonesia yang harus divaksin 275 juta, maka 275 juta dikurangi 80 juta, ada 190-an juta yang belum, termasuk sopir saya, dan warga di NTB ini,” kata Najam.

Mengaku Terpanggil Karena Banyak yang Disuruh Putar Balik Tanpa Prosedur

Diwawancara secara terpisah, Najamudin mengaku, marah karena dia disuruh putar balik, karena baginya hal itu tidak masalah jika memang dia tidak mencukupi syarat masuk ke kota Mataram, meski sebenarnya dia menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat dan hendak ngantor sama seperti petugas kepolisian.

Namun dia memikirkan rakyat dan warga yang rumahnya di Mataram tetapi karena ada pekerjaan mendesak, malah disuruh pulang dan putar balik tanpa prosedur atau proses yang jelas.

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

"Saya setiap hari harus keluar masuk kota Mataram lantaran hendak ngantor ke kantor DPRD NTB, sementara tempat tinggalnya berada di luar kota," ujarnya.

Tetapi ia tidak marah kalau diminta putar balik dengan alasan yang logis, misalnya tak memenuhi syarat lainnya seperti tes antigen, PCR dan lainnya.

"Tapi kasihan warga yang dari Bima dan sekitarnya disuruh putar balik karena tak bisa menunjukkan karut vaksin, padahal tidak semua dari mereka sudah divaksin," jelasnya.

Petugas Polisi Terlalu Kaku

Dia mengaku paham aturan sebagai anggota DPR, sebab syarat utamanya agar bisa masuk adalah menunjukkan surat vaksin sebagai pendamping, jika tidak ada maka bisa menunjukkan surat tes swab PCR dan terakhir menjalani antigen atau swab PCR di pos penyekatan PPKM.

"Saya paham aturan, saya tidak marah tetapi menjelaskan, bukan karena saya dilarang lewat karena tidak menunjukkan surat vaksin, tetapi saya melihat warga lain yang disuruh putar balik, hanya karena tidak bisa menunjukkan surat vaksin, padahal dalam surat edaran Gubernur NTB juga tidak mencantumkan surat vaksin itu sebagai syarat," ujarnya.

Maka itu dia mendebat petugas yang terlalu kaku, sebab sebagai anggota DPRD dia pun memiliki hak dan mengawal tegaknya aturan, bukan lantaran aturan itu menjadi aturan baku dan tidak ada kebijakan lain.

Ia mengatakan, sopir belum divaksin karena belum mendapatkan giliran, sementara dia sendiri karena diabetes.

ilustrasi
Update 18 Juli 2021. (https://covid19.go.id/)

Khusus sopirnya, dia mengatakan, seperti warga yang lain, belum mendapatkan giliran vaksin, mengingat jumlah warga Indonesia dengan jumlah vaksin yang dibeli oleh pemerintah Presiden Jokowi baru 80 juta, sementara warga negara Indonesia berjumlah 275 juta, maka sisanya masih 190 juta jiwa yang belum divaksin.

'Itu yang saya debat, sebab dalam surat edaran Gubernur NTB dan nomenklaturnya tak ada aturan baku tentang menunjukkan kartu vaksin, tetapi kalau menunjukan surat negatif PCR saya paham, kemudian ada juga aturan jika tidak ada surat negatif Covid-19 PCR, maka akan di tes antigen di pos PPKM sebagai bentuk menekan laju Covid-19, dan saya katakan saat itu saya bersedia di antigen," tegasnya.

"Saya terpanggil hati nurasi, saya menjalankan tugas, sama dengan polisi menjalankan tugas, maka terjadi perdebatan, apa yang saya dengar di luar dan di gedung DPRD,  saya lihat itu tidak sesuai dengan apa yang diterapkan sat itu, saya mengingatkan teman polisi ini, menunjukkan kartu vaksin bukan aturan harga mati, tetapi teman polisi kekeh dengan arutan itu."

"Edaran Gubernur NTB tidak ada menyebut bahwa berkendara harus menunjkkn surat vaksin itu berpedaan, pasal itu tak ada dalam surat edaran, itu yang ingin saya jelaskan kepada petugas, karena saya anggota DPRD Pronvinsi NTB, maka saya kawal tegaknya aturan itu, sempat beda pendapat, polisi jalankan tugas, saya juga jalankan, saya menjalankan tugas sesai dengan hak rakyat," ujarnya.

Polda NTB: Petugas Jalankan Prosedur

Sementara itu, Kabid Humas Polda NTB Kombes Artanto mengatakan, petugas hanya menjalankan aturan pemerintah, sebab Polisi mulai melakukan upaya untuk menindak lanjuti surat edaran, melakukan penyekatan di jalur masuk kota Mataram, upaya polisi adalah untuk mengurangi penyebaran virus corona.

"Maka Kita lakukan pemeriksaan, apakah dia divaksin apa belum, pakai masker sesuai protokol kesehatan apa belum, jika belum divaksin, maka menunjukkan surat negatif Covid-19, jika belum ada surat itu, maka kita lakukan swab, sebab kita menghindari penyebaran virus," ujarnya.

Diiizinkan lewat setelah Tes Antigen

Sementara itu, setelah terjadi perdebatan dengan petugas, Anggota DPRD NTB, Najamuddin dan sopirnya, dipersilahkan lewat setelah menjalani prosedur tes antigen di Pos PPKM. Upaya ini dilakukan petugas penyekatan sebagai upaya menekan lonjakan Covid-19 di NTB.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved