Sholat Subuh
Kenapa Kata Ash Shalaatu Khairum Minan Naum Hanya Ada di Adzan Sholat Subuh? Ternyata Ini Rahasianya
Ketika adzan berkumandang kita disunnahkan untuk menjawabnya, namun, ada pengecualian untuk sholat subuh,apa sih rahasia dibalik tambahan lafaznya?
Penulis: Tria Agustina | Editor: Welly Hadinata
SRIPOKU.COM - Apa sebenarnya rahasia yang tersembunyi dibalik adzan sholat subuh? Berikut penjelasannya.
Dalam sebuah riwayat hadits, adzan berkumandang itu artinya pertanda shplat akan ditunaikan.
Adzan merupakan panggilan bagi umat Islam untuk memberitahu masuknya sholat fardu.
Dikumandangkan oleh seorang muadzin setiap sholat lima waktu, biasanya setelah azan selalu diiringi dengan iqomah sebagai seruan bahwa sholat akan dilaksanakan.
Secara bahasa adzan berarti pemberitahuan atau seruan.
Sebagaimana Allah berfirman dalam surat At-Taubah Ayat 3:
وَأَذَانٌ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ
“dan ini adalah seruan dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia”
Adapun makna adzan secara istilah adalah seruan yang menandai masuknya waktu sholat lima waktu dan dilafadzkan dengan lafadz-lafadz tertentu.
Ketika adzan berkumandang juga kita disunnahkan untuk menjawabnya, namun, ada pengecualian untuk sholat subuh, ada penambahan lafaz dan cara menjawabnya.
"Ash shalaatu khairum minan naum". Jika kita terjemahkan, akan berarti "Sholat itu lebih baik daripada tidur".
Tetapi coba perhatikan baik-baik. Mengapa kalimat itu hanya dikumandangkan saat adzan subuh saja?
Pada kalimat ini Allah SWT ternyata sedang memberikan isyarat kasih sayangnya pada hambanya yakni kaum muslimin, sebuah isyarat yang sering kita abaikan maknanya.
Lalu mengapa isyarat itu justru dikumandangkan hanya pada adzan sholat subuh, tatkala kita semua sedang terlelap, dan bukan pada adzan untuk sholat lain?
Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata, “Disunnahkan pada adzan subuh mengucapkan “Ash-Shalatu khairum minan naum” dua kali setelah mengucapkan, “Hayya ‘alal falah”ini pendapat Ibnu Umar, Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin, Az-Zuhri, Malik, Ats-Tsauri, Al Auzai, Ishaq, Abu Tsaur dan As-Syafi’i sebagaimana yang valid darinya.”