Puasa Syawal
Benarkah Puasa 6 Hari di Bulan Syawal Maka Seperti Puasa Sepanjang Tahun? Ini Kata Ustaz Abdul Somad
Saat memasukki bulan syawal, ada amalan yang kerap dilakukan oleh umat muslim yakni berpuasa selama 6 hari.
Penulis: Tria Agustina | Editor: Welly Hadinata
SRIPOKU.COM - Apakah benar puasa enam hari di bulan syawal maka seperti puasa sepanjang tahun?
Berikut ini hukum puasa enam hari di bulan syawal menurut Ustaz Abdul Somad.
Setelah berpuasa selama satu bulan Ramadhan, maka umat Islam akan menyambut hari kemenangan yakni Hari Raya Idul Fitri.
Tahun ini 1 Syawal 1442 Hijriah jatuh pada Kamis, 13 Mei 2021.
Itu artinya umat Islam akan mengadakan lebaran pada 1 syawal tepat pada hari ini.
Saat memasukki bulan syawal, ada amalan yang kerap dilakukan oleh umat muslim yakni berpuasa selama 6 hari.
Lantas bagaimana hukum puasa enam hari di bulan syawal?
Berikut penjelasannya yang telah diterangkan oleh Ustaz Abdul Somad dalam 30 Fatwa Seputar Ramadhan.
Baca juga: Bagaimana Hukum Ziarah Kubur Saat Hari Raya Idul Fitri Menurut Islam? Begini Kata Ustaz Abdul somad
Puasa Hari-hari al-Bidh dan Enam Hari di Bulan Syawal
Berdasarkan Fatwa Syekh ‘Athiyyah Shaqar, berikut ini hukum puasa di hari al-Bidh dan enam hari puasa di bulan syawal.
Pertanyaan:
Apakah dasar penamaan al-Ayyam al-Bidh? Apakah sebagiannya adalah puasa enam hari di bulan
Syawwal sebagaimana yang difahami banyak orang?
Jawaban:
Al-Ayyam al-Bidh ada di setiap bulan Qamariyyah, yaitu ketika bulan ada diawal hingga akhir malam 13, 14 dan 15.
Disebut Bidh karena ia memutihkan malam dengan rembulan dan siang dengan matahari.
Ada juga pendapat yang mengatakan karena Allah Swt menerima taubat nabi Adam as pada hari-hari itu dan memutihkan lembaran amalnya.
Dalam al-Hawi li al-Fatawa karya Imam as-Suyuthi disebutkan, “Ada yang mengatakan bahwa ketika nabi Adam as diturunkan dari surga, kulitnya menghitam.
Maka Allah Swt memerintahkan agar ia melaksanakan puasa al-Ayyam al-Bidh pada bulan Qamariyyah.
Ketika ia melaksanakan puasa pada hari pertama, sepertiga kulitnya memutih.
Ketika ia berpuasa pada hari kedua, sepertiga kedua kulitnya memutih.
Ketika ia berpuasa pada hari ketiga, seluruh kulit tubuhnya memutih. Pendapat ini tidak benar.
Disebutkan dalam hadits yang disebutkan al-Khathib al-Baghdadi dalam al-Amaly dan Ibnu ‘Asakir dalam Tarikh Dimasyq dari hadits Ibnu Mas’ud, hadits Marfu’, hadits Mauquf dari jalur riwayat lain, disebutkan Ibnu al-Jauzi dalam al-Maudhu’at dari jalur riwayat Marfu’, ia berkata, “Hadits Maudhu’ (palsu), dalam sanadnya terdapat sekelompok orang yang tidak dikenal”.
Terlepas dari apakah nabi Adam as melaksanakannya atau pun tidak, sesungguhnya Islam mensyariatkan puasa ini dalam menjadikannya sebagai amalan anjuran.
Dalam az-Arqani ‘ala al- Mawahib dinyatakan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah Saw tidak pernah berbuka (tidak berpuasa) pada hari-hari Bidh (13, 14 dan 15), baik ketika tidak musafir maupun ketika musafir”.
Diriwayatkan oleh an-Nasa’i. Dari Hafshah Ummul Mu’minin, “Ada empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan
Rasulullah Saw; puasa ‘Asyura’, sembilan hari di bulan Dzulhijjah, al-Ayyam al-Bidh (13, 14 dan 15) dan dua rakaat Fajar”. (HR. Ahmad).
Diriwayatkan dari Mu’adzah al-‘Adawiyyah bahwa ia bertanya kepada Aisyah, “Apakah Rasulullah Saw melaksanakan puasa tiga hari setiap bulan?”. Aisyah menjawab, “Ya”.
Saya katakan kepadanya, “Pada hari apa saja?”. Aisyah menjawab, “Beliau tidak memperdulikan hari apa saja setiap bulan ia laksanakan puasa”. (HR. Muslim).
Baca juga: TIPS Mengatasi Bibir Kering dan Pecah-pecah saat Puasa, Jangan Diabaikan Lakukan 6 Langkah Mudah Ini
Kemudian az-Zarqani berkata, “Hikmah dalam puasa Bidh, bahwa ia pertengahan bulan, pertengahan sesuatu adalah yang paling seimbang.
Dan karena biasanya gerhana matahari dan gerhana bulan terjadi pada tanggal-tanggal tersebut.
Terdapat perintah agar meningkatkan ibadah jika itu terjadi.
Jika gerhana matahari terjadi bertepatan dengan hari-hari puasa Bidh, maka seseorang dalam keadaan siap untuk menggabungkan beberapa jenis ibadah seperti puasa, shalat dan sedekah.
Berbeda dengan orang yang tidak terbiasa melakukannya, ia tidak siap untuk melaksanakan puasa pada hari itu.
Ini berkaitan dengan puasa pada hari-hari Bidh setiap bulan.
Adapun tentang puasa enam hari di bulan Syawal, penyebutannya sebagai Bidh adalah tidak benar.
Terlepas dari penamaannya, puasa enam hari di bulan Syawal itu dianjurkan, tidak wajib.
Terdapat hadits tentang itu:
“Siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan, kemudian ia iringi dengan enam hari di bulan Syawal,
maka seperti puasa sepanjang tahun”. (HR. Muslim).
Keutamaannya disebutkan dalam hadits riwayat ath-Thabrani:
“Siapa yang melaksanakan puasa Ramadhan dan ia mengiringinya dengan enam hari di bulan Syawwal, ia keluar dari dosanya seperti hari ia dilahirkan ibunya”.
Makna puasa ad-Dahr adalah puasa sepanjang tahun.
Penjelasan ini disebutkan dalam hadits dalam beberapa riwayat Ibnu Majah, an-Nasa’i dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya.
Maknanya bahwa satu kebaikan itu dibalas sepuluh kebaikan yang sama dengannya.
Satu bulan Ramadhan dibalas dengan sepuluh bulan.
Enam hari di bulan Syawwal dibalas dengan enam puluh hari, artinya dua bulan.
Dengan demikian lengkaplah 12 bulan. Keutamaan ini bagi mereka yang melaksanakannya di bulan Syawwal,
apakah dilaksanakan pada awal, pertengahan atau pun di akhir bulan Syawal.
Apakah dilaksanakan berturut-turut atau pun terpisah-pisah.
Meskipun afdhal dilaksanakan di awal bulan dan dilaksanakan berturut-turut.
Keutamaan ini hilang bersama berakhirnya bulan Syawal.
Baca juga: CARA Mengatur Keuangan di Bulan Ramadan agar tak Boros dan Kebutuhan Tetap Terpenuhi
SUBSCRIBE US