Bagaimana Hukum Isbal dalam Islam? Ancaman Neraka Bagi yang Sombong, Begini Kata Ustaz Abdul Somad

Isbal ialah memanjangkan pakaian di bawah kedua mata kaki khususnya bagi laki-laki, lantas mengapa dilarang? Berikut ulasan selengkapnya.

Penulis: Tria Agustina | Editor: Welly Hadinata
tokopedia.com
Hukum isbal dalam Islam 
SRIPOKU.COM - Bagaimana hukum menjulurkan pakaian melebihi batas mata kaki alias isbal? Berikut penjelasan Ustaz Abdul Somad.
Isbal adalah melabuhkan atau menjulurkan pakaian hingga mata kaki.
Secara bahasa, isbal merupakan masdar dari “asbala”, “yusbilu-isbaalan”, bermakna “irkhaa-an” yang artinya menurunkan, melabuhkan atau memanjangkan.
Sementara menurut istilah Islam dari ungkapan Imam Ibnul ‘Aroby rahimahullah, isbal berarti memanjangkan, melabuhkan dan menjulurkan pakaian hingga menutupi mata kaki dan menyentuh tanah, baik karena sombong ataupun tidak.
Rasulullah SAW bersabda perihal orang yang menjulurkan celananya dengan sombong ataupun tidak.
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ
“Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka.” (HR. Bukhari no. 5787)
Dalam permasalahan pakaian pun Rasulullah telah memberikan batas-batas pakaian syar'i untuk umat Muslim.
Rasulullah SAW bersabda:
“Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki. Dan apa yang turun dibawah mata kaki maka bagiannya di neraka. Barangsiapa yang menarik pakaiannya karena sombong maka Alloh tidak akan melihatnya” (HR. Abu Dawud no. 4093)
Berikut ini penjelasan mengenai hukum memakai pakaian melebihi mata kaki alias isbal yang dijabarkan oleh Ustaz Abdul Somad melalui Tanya Jawab Ustadz Abdul Somad.

Isbal itu apa sih?

Dilansir melalui kanal YouTube Yufid.TV - Pengajian & Ceramah Islam Isbal ialah memanjangkan pakaian di bawah kedua mata kaki khususnya bagi laki-laki.

Isbal dalam berpakaian ada 2 bentuk:

1. Menjulurkan pakaian karena kesombongan.

Ancaman bagi pelaku tersebut yakni Allah tidak akan memandangnya di hari kiamat.

Allah tidaka akan berbicara dengannya, tidak akan mensucikannya, serta terancam akan mendapat adzan yang pedih.

Rasulullah Sholallahu'alaihiwasallam bersabda,

"Barang siapa yang menjulurkan pakaiannya karena kesombongan, maka Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat." (HR. Bukhari)

2. Menjulurkan pakaian di bawah mata kaki tanpa kesombongan.

Pelakunya diancam bagian kakinya di neraka.

Rasulullah Sholallahu'alaihiwasallam bersabda,

“Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka.” (HR. Bukhari no. 5787)

Baca juga: Bagaimana Hukumnya Jika Puasa Sebulan Penuh Tapi Tidak Bayar Zakat? Begini Kata Ustaz Abdul Somad

Lantas, bagaimana hukum pakaian isbal sebenarnya?

Berdasarkan Fatwa Syekh DR. Ali Jum’ah, berikut ini hukum memanjangkan pakaian sampai menutupi mata kaki alias isbal.
Pertanyaan:
Apakah hukum memanjangkan pakaian (menutupi mata kaki)?
Jawaban:
Al-Isbal dari kata as-Sabal artinya bulir. Asbala az-Zar’u artinya tanaman itu mengeluarkan bulirnya. 
Asbala al-Matharu artinya air hujan turun. Asbala ad-Dam’u artinya air mata menetes. Asbala Izarahu
artinya si fulan mengulurkan pakaiannya. As-sabalu adalah penyakit pada mata yang menyerupai 
katarak, seperti sarang laba-laba dengan selaput berwarna merah. As-Sabil adalah jalan.
Dalam bentuk mudzakkar dan mu’annats.
Yang dimaksud disini adalah makna Isbal secara khusus, yaitu berkaitan dengan pakaian.
Artinya seseorang memanjangkan pakaiannya dan menyeretnya diatas tanah.
Atau membiarkannya terjuntai dari atas kepala tanpa memakainya.
Ini makruh dilakukan dalam shalat, karena menyerupai orang Yahudi dan tidak menutup aurat.
Pada zaman dahulu memanjangkan pakaian adalah salah satu tanda keangkuhan dan kesombongan.
Perbuatan ini termasuk dosa besar. Tergolong dosa hati yang menyebabkan penyakit hati 
dan merusak kehidupan. Hingga orang-orang shaleh mengatakan, “Berapa banyak perbuatan maksiat 
menyebabkan kerendahan, lebih baik daripada ketaatan yang menyebabkan keangkuhan”.
Mengaitkan Isbal dengan keangkuhan secara syara’ berdasarkan hadits Rasulullah Saw:
“Siapa yang memanjangkan pakaiannya karena keangkuhan, maka Allah Swt tidak akan melihatnya 
pada hari kiamat”. Abu Bakar berkata, “Sesungguhnya salah satu bagian pakaianku panjang, hanya saja 
aku tidak melakukannya sengaja”. Rasulullah Saw berkata, “Engkau tidak melakukan itu karena 
keangkuhan”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Jadi sebenarnya memanjangkan pakaian ke lantai tidaklah haram, yang diharamkan hanyalah 
keangkuhan yang menjadi tujuannya.
Indikasi bahwa memanjangkan pakaian itu adalah pertanda keangkuhan telah ada dalam tradisi kaum pada zaman Rasulullah Saw.
Oleh sebab itu para ulama sepakat haram hukumnya angkuh dan sombong, apakah terkait dengan pakaian atau pun tidak.
Mereka berbeda pendapat tentang hukum memanjangkan pakaian, jika disebabkan keangkuhan, maka haram 
disebabkan keangkuhan tersebut. Jika tidak karena keangkuhan, maka tidak diharamkan.
Para ulama memakruhkannya karena menyerupai perbuatan orang yang angkuh.
Karena orang-orang yang angkuh pada masa itu melakukan perbuatan seperti ini, oleh sebab itu menyerupai 
perbuatan mereka meskipun tanpa ada niat menyombongkan diri tetap dimakruhkan.
Adapun dengan niat untuk keangkuhan, maka hukumnya haram, sebagaimana yang telah kami sebutkan diatas.
Inilah pendapat para ulama dan disebutkan para imam secara nash.
Syekh al-Buhuti berkata, “Jika seseorang memanjangkan pakaiannya karena keperluan, seperti menutupi betis yang jelek, tanpa ada niat keangkuhan, maka itu dibolehkan”.
Imam Ahmad bin berkata dalam satu riwayat, “Memanjangkan pakaian dan selendang dalam shalat, jika tidak untuk keangkuhan, maka tidak mengapa (boleh)”19
Imam asy-Syaukani berkata, “Ikatan yang jelas dengan menggunakan kata “Keangkuhan”, ini  menunjukkan pemahaman bahwa memanjangkan pakaian tanpa niat keangkuhan tidak termasuk dalam ancaman ini.
Ibnu Abdilbarr berkata, “Pemahamannya bahwa orang yang memanjangkan pakaian tanpa 
niat keangkuhan, tidak tergolong dalam ancaman ini. Hanya saja perbuatan itu tidak baik”.
Imam an-Nawawi berkata, “Perbuatan itu makruh. Ini dinyatakan Imam Syafi’I secara nash”.
Al-Buwaithi berkata dalam Mukhtasharnya dari Imam Syafi’I, “Tidak boleh memanjangkan pakaian dalam shalat atau pun di luar shalat, jika untuk keangkuhan. Jika tidak untuk keangkuhan, maka ada keringanan.
Berdasarkan ucapan Rasulullah Saw kepada Abu Bakar”20
Memanjangkan pakaian bukan untuk keangkuhan, maka tidak mengapa, itu dibolehkan, sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal.
Yang diharamkan adalah untuk keangkuhan dan kesombongan, meskipun tidak terkait dengan memanjangkan pakaian.
Inilah pendapat yang kuat.
Tradisi telah berubah, memanjangkan pakaian tidak lagi menjadi tradisi dan kebiasaan orang-orang yang menyombongkan diri di zaman kita sekarang ini.
Oleh sebab itu memanjangkan pakaian pada zaman sekarang ini tidak dapat dikatakan menyerupai orang-orang yang sombong. Wallahu Ta’ala 
A’la wa A’lam.
 
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved