Puasa Ramadhan 2021
Cara 'Melihat' Hilal Bukan dengan Mata Kepala untuk Menyatukan Awal Bulan Ramadhan, Awas Adanya Azab
Hilal merupakan penentu puasa dan hari raya, lalu bagaimana cara melihat hilal untuk menyatukan bulan Ramadhan? Beirkut penjelasannya.
Penulis: Tria Agustina | Editor: Welly Hadinata
SRIPOKU.COM - Selama ini kita mendengar adanya hilal sebagai penentuan bulan puasa Ramadhan.
Hilal merupakan bulan sabit muda pertama yang dapat dilihat setelah terjadinya konjungsi pada arah dekat matahari terbenam yang menjadi acuan permulaan bulan dalam kalender Islam.
Biasanya hilal diamati pada hari ke-29 dari bulan Islam untuk menentukan apakah hari berikutnya sudah terjadi pergantian bulan atau belum.
Namun, bagaimana sih cara melihat hilal itu?
Jelang berakhirnya bulan Sya'ban, maka hilal yang ditunggu-tunggu sebagai penentu bulan Ramadhan pun tak lama lagi akan segera muncul.
Nah, Hilal yang berarti bulan sabit muda tersebut akan dilihat dan diamati kemunculannya oleh sejumlah orang yang bertugas di bidangya.
Penentuan 1 Ramadan 1442 H rencananya akan diumumkan pada sidang isbat, Senin (12/4/2021) mendatang.
Namun demikian, organisasi besar umat Islam di Indonesia, Muhammadiyah melalui Maklumat PP Muhammadiyah Nomor 01/MLM/I.0/E/2021 menetapkan 1 Ramadhan 1442 H jatuh pada hari Selasa, 13 April 2021.
Berikut lebih jelas mengenai hilal sebagai penentu puasa Ramadhan dan hari raya berdasarkan ilmu fikih.
Hal ini berdasarkan Fatwa Syekh ‘Athiyyah Shaqar, berikut ini mengenai penentuan hilal Ramadhan yang djelaskan secara lengkap melalui Tanya Jawab Ustadz Abdul Somad berjudul 30 Fatwa Seputar Ramadhan.

Baca juga: Apa Hukum Pacaran Saat Puasa Ramadan, Batal Tidak? Begini Penjelasan Ustaz Abdul Somad
Pertanyaan:
Dalam hadits dinyatakan, “Berpuasalah kamu ketika melihat bulan dan berhari rayalah kamu ketika
melihat bulan”.
Apakah kata ‘melihat’ disini boleh diinterpretasikan sebagai melihat secara ilmiah, bukan melihat dengan mata kepala, untuk menyatukan awal bulan Ramadhan?
Jawaban:
Tema penyatuan awal Ramadhan yang selanjutnya mengarah kepada penyatuan hari raya di seluruh negeri-negeri Islam adalah tema yang dibahas para ahli Fiqh pada abad-abad pertama, juga dibahas para ulama di Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyah (Lembaga Riset Islam) pada beberapa tahun terakhir.
Semuanya sepakat bahwa tidak ada kontradiksi antara agama Islam dan ilmu pengetahuan, agama Islam sendiri menyerukan ilmu pengetahuan.
Dalam masalah kita ini, hadits mengaitkan puasa dan hari raya dengan melihat Hilal, jika tidak terlihat dengan mata kepala, maka kita menggunakan ilmu pengetahuan.
Bimbingan agar menyempurnakan jumlah hari bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari adalah arahan
untuk menghormati Hisab yang merupakan salah satu bentuk ilmu pengetahuan.
Mereka yang mengamati Hilal menggunakan teropong yang merupakan peralatan dari ilmu pengetahuan, juga menggunakan alat-alat pengintai Hilal dan peralatan lainnya.
Tema ini membutuhkan pembahasan yang panjang lebar, pembahasan ilmu pengetahuan dan agama, dibahas dalam juz kedua kitab Bayan li an-Nas min al-Azhar asy-Syarif (Penjelasan Untuk Umat Manusia Dari Al-Azhar Yang Mulia).
Baca juga: Bagaimana Hukum Menunda Puasa Qodho atau Utang Puasa Ramadhan? Begini Penjelasan Ustaz Abdul Somad
Disini saya sebutkan bahwa Konferensi Riset Islam ke-III yang dilaksanakan pada tahun 1966M menetapkan sebagai berikut:
1. Ru’yah adalah dasar untuk mengetahui masuknya bulan Qamariyyah, sebagaimana yang
dinyatakan oleh hadits.
Ru’yah adalah dasar, akan tetapi tidak berpedoman kepada Ru’yah jika tidak ada kepercayaan yang sangat kuat.
2. Penetapan Ru’yah dengan Mutawatir dan Istifadhah (berita dibawa oleh banyak orang), juga
dengan Khabar Wahid (berita dibawa oleh satu orang), laki-laki atau perempuan, jika tidak ada
faktor penyebab yang mempengaruhi kebenaran beritanya.
Diantara faktor penyebab yang dapat merusak kebenaran berita Ru’yah adalah jika bertentangan dengan Hisab dari orang yang terpercaya.
3. Khabar Wahid mesti diamalkan, baik oleh orang yang membawa berita maupun yang mempercayainya.
Adapun mewajibkan semua orang untuk mengikutinya, maka tidak boleh kecuali setelah Ru’yah ditetapkan oleh sebuah lembaga yang ditetapkan negara untuk itu.
4. Berpedoman kepada Hisab dalam penetapan masuknya bulan Ramadhan apabila tidak dapat diwujudkan lewat Ru’yah dan tidak mungkin menyempurnakan jumlah hari bulan sebelumnya menjadi tiga puluh hari.
5. Menurut konferensi ini, perbedaan penampakan Hilal tidak dianggap jika tempatnya berjauhan dan waktu malam diantara tempat-tempat tersebut masih bersambung, meskipun sedikit.
Perbedaan penampakan Hilal diantara beberapa tempat baru dianggap jika waktu malam diantara tempat-tempat tersebut tidak bersambung.
6. Konferensi ini merekomendasikan kepada masyarakat dan negara-negara Islam agar di setiap kawasan negeri Islam memiliki lembaga penetapan awal bulan Qamariyyah dengan tetap melakukan koordinasi antara lembaga dan berkordinasi dengan lembaga Hisab terpercaya.
Mesir mengumumkan awal dan akhir Ramadhan berdasarkan beberapa keputusan konferensi ini dan tetap berkordinasi dengan negara-negara lain.
Demikianlah, saya ingin mengingatkan kaum muslimin bahwa ada unsur-unsur lain yang sangat penting dan memberikan pengaruh yang sangat kuat untuk menyatukan umat Islam, diantara yang terpenting adalah penyatuan hukum, sistem undang-undang, ekonomi dan budaya berdasarkan agama Islam.
Tidak adanya penyatuan ini menyebabkan kaum muslimin semakin menjauh dan menyebabkan kaum muslimin menjadi korban negara-negara lain, menyebabkan keretakan ikatan kaum muslimin.
Sungguh benar Rasulullah Saw seperti yang diriwayatkan al-Baihaqi, “Jika kaum muslimin membatalkan perjanjian mereka kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, maka musuh menguasai mereka dan mengambil sebagian apa yang ada di tangan mereka.
Jika pemimpin mereka tidak berhukum dengan kitab Allah, maka akan dijadikan azab di tengah-tengah mereka.
Baca juga: Niat dan Tata Cara Mandi Wajib Jelang Masuknya Puasa Ramadhan 2021, Lengkap Doa dan Larangannya
SUBSCRIBE US