Puasa Ramadhan 2021

Bolehkah Perempuan Iktikaf di Masjid, Apa Hukumnya? Ini Penjelasan Ustaz Adi Hidayat, ada 3 Syarat

Hukum iktikaf berlaku bagi setiap muslim dan juga setiap muslimah yang memiliki keluangan dalam menunaikannya sesuai dengan ketentuan syaratnya.

Penulis: Tria Agustina | Editor: Welly Hadinata
SRIPOKU.COM/ANTON
Hukum iktikaf bagi perempuan 

SRIPOKU.COM - Bagaimana hukum iktikaf di masjid bagi perempuan? Begini penjelasan Ustaz Adi Hidayat.

Iktikaf merupakan salah satu ibadah dalam Islam yang artinya berdiam diri di dalam masjid dalam rangka untuk mencari keridhaan Allah dan bermuhasabah atas perbuatan-perbuatannya.

Biasanya iktikaf dilakukan di sejumlah masjid-masjid di bulan Ramadhan.

Dan afdholnya ikstikaf dilaksanakan pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan.

Pasalnya ada ganjaran pahala kebaikan yang disiapkan oleh Allah Ta'ala untuk umat-Nya.

Saat iktikaf di masjid biasanya umat muslim menunaikan ibadah sholat berjamaah mulai dari fardhu hingga sunnah yakni tarawih dan witir.

Selain itu, ketika iktikaf yang berarti memnfokuskan diri untuk beribadah yakni dengan memperbanyak tadarus Alquran.

Lantas, bagaimana hukum ikitikaf di masjid bagi perempuan?

Berikut ini penjelasan Ustaz Adi Hidayat yang dibagikan melalui kanal YouTube Shirathal Mustaqim.

Baca juga: Dahsyatnya Kekuatan Sedekah Subuh, Amalan Pengantar Terkabulnya Hajat, Didoakan Begini oleh Malaikat

Iktikaf
Iktikaf (SRIPOKU.COM/Tria Agustina)

Hukum iktikaf berlaku bagi setiap muslim dan juga setiap muslimah yang memiliki keluangan dalam menunaikannya sesuai dengan ketentuan syaratnya.

"Pertama laki-laki nggak ada persoalan, dia bisa iktikaf di Masjid umumnya tidak ada masalah, baik untuk perempuan setidaknya ada 3 syarat yang melekat," jelas Ustaz Adi Hidayat.

Ini disepakati oleh ahli fikih, tiga syarat yang melekat yakni,

1. Terbebas dari Fitnah

Jangan sampai misalnya suaminya di rumah, istrinya iktikaf ke masjid, itu nggak boleh, harus ada mahrom yang sekiranya ada atau teman-teman yang sekiranya memberikan rasa aman.

Termasuk pakaian, semangat iktikaf tiba-tiba bawa pakaian yang menampilkan aurat, yang tidak pantas dilihat itu pun tidak baik.

2. Aman dari Segi Tempat

Ada tempat khusus untuk perempuan, ini nggak boleh bercampur.

Tidak tepat kalau misalnya iktikaf tapi perempuan dan laki-laki bercampur bahkan sekatnya cuma kecil.

Anda kan tinggal di situ, bagaimana orang sholat lihat anda juga, orang lewat lihat anda istirahat macem-macem itu nggak boleh.

Ada sekat khusus tertentu yang tidak nampak untuk yang lainnya.

Tidak terlihat aurat dan sebagainya.

3. Tidak Adanya Kewajiban di Rumah yang Berlaku Khusus untuk Perempuan

Sudah aman dari tugas wajib di rumah.

Anak-anak yang masih disusui, perlu dirawat, perlu perhatian, itu anda nggak usah iktikaf, di rumah saja.

Dan Masya Allah berita baiknya tercantum dalam hadits Al-Bukhari no 2996.

Jika seorang hamba sakit atau melakukan safar (perjalanan jauh), maka dicatat baginya pahala sebagaimana kebiasaan dia ketika mukim dan ketika sehat.” (HR. Bukhari, no. 2996).

"Maka bagaimana dengan seorang perempuan dalam kedaan sucinya selalu beramal, misal baca Quran, sholat sunnah macem-macem, ity dalam keadaan hadinya pahala dituliskan, semuanya walaupun sedang tidak mengerjakannya," jelas Ustaz Adi Hidayat.

"Demi Allah saya katakan rugi seorang perempuan kalau dia tidak beramal di masa sucinya, itu saat haid cuma pahala fardhunya aja, rugi besar," tambahnya.

"Nah, kaitan dengan iktikaf Nabi menyampaikan di hadits Muslim, kisahnya seorang perempuan Anshor datang kepada Nabi Sholallahu'alaihiwasallam, menyampaikan ya Rasulullah enak jadi laki-laki katanya.

Kata Rasul kenapa?

Enak sekali mau haji nggak usah ada mahrom, mau jihad bisa kapan saja, mau ke masjid juga bisa nyaman, kami bagaimana?

Kata Nabi komentar pertama ini pertanyaan terbaik.

Dari sahabat tidak ada pertanyaan sebaik yang ini.

Kata Rasulullah sampaikan pada kawan-kawanmu, padahal Nabi tidak diberitahu kalau dia ini utusan.

Jadi ngobrol dengan teman-temannya, kita berdiskusi begini sampaikan pada Nabi jadi persoalan kita begini.

Kata Nabi sampaikan pada teman-temanmu apa yang dilakukan oleh pria-pria di luar rumah sepanjang kau ridho memberikan kebaikan untuknya, maka engkau mendapat pahala yang sama dengan yang mereka kerjakan.

"Jadi kalau sudah ada di masjid bagaimana caranya? Iktikaf itu kan dari kata akafa artinya fokus, fokus apda sesuatu.

Ditambah dengan alif dan ta, i'takafa usaha yang maksimal untuk fokus.

Jadi salah satu faedah iktikaf itu adalah salah satu manfaatnya supaya bisa memfokuskan diri kita untuk kepentingan ibadah saja, sebab di rumah dan di masjid itu lain," jelasnya.

Baca juga: Bagaimana Hukum Menunda Puasa Qodho atau Utang Puasa Ramadhan? Begini Penjelasan Ustaz Abdul Somad

Bolehkah Perempuan Itikaf di Masjid?

I’tikaf sangatlah dianjurkan dilakukan pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan, karena dimaksudkan untuk mencari malam lailatul qadar, malam yang lebih baik daripada seribu bulan.

Hal ini pun telah diajarkan oleh Nabi Saw. sebagaimana yang pernah disampaikan oleh istrinya, Aisyah ra:

أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يعتكف العشر الأواخر من رمضان حتى توفاه الله عز وجلّ ، ثمّ اعتكف أوزاجه من بعده متفق عليه.

“Bahwasannya Nabi saw. selalu beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan sampai Allah memanggilnya, kemudian istri-istrinya meneruskan i’tikafnya setelah itu.” Muttafaqun ‘alaih.

Di dalam hadis tersebut, juga mengindikasikan dibolehkannya bagi perempuan untuk beriktikaf.

Karena digambarkan bahwa para istri Nabi SAW melakukan i’tikaf sepeninggal Nabi Saw.

Namun, di dalam kitab Ibanatul Ahkam syarh Bulughil Maram karya Sulaiman An Nuri dan Alawi Abbas al Maliki disebutkan bahwa dibolehkannya i’tikaf bagi perempuan di dalam masjid dengan syarat telah mendapatkan izin dari suami dan jika terhindar dari fitnah.

Di dalam Shahih al Bukhari pun terdapat bab iktikafnya para perempuan.

Di dalam bab tersebut beliau mengemukakan hadis riwayat Aisyah ra, sebagaimana berikut:

كان النبي صلى الله يعتكف في العشر الأواخر من رمضان، فكنت أضرب له خباء فيصلي الصبح ثم يدخله، فاستأذنت حفصة عائشة أن تضرب خباء، فأذنت لها فضربت خباء فلما رأته زينب بنت جحش ضربت خباء آخر، فلما أصبح النبي صلى الله عليه وسلم رأى الأخبية فقال: ماهذا؟ فأخبر، فقال النبي صلى الله عليه وسلم ألبر ترون بهن؟ فترك الاعتكاف ذلك الشهر، ثم اعتكف عشرا من شوال.

“Nabi Saw. biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan. Aku mendirikan tenda untuk beliau. Kemudian beliau melaksanakan shalat Shubuh dan memasuki tenda tersebut. Hafshah meminta izin pada Aisyah untuk mendirikan tenda, Aisyah pun mengizinkannya. Ketika Zainab binti Jahsy melihatnya, ia pun mendirikan tenda lain.

Ketika di subuh hari lagi Nabi saw, melihat banyak tenda, lantas diberitahukan dan beliau bersabda: “Apakah kebaikan yang kalian inginkan dari ini?” Beliaupun meninggalkan i’tikaf pada bulan ini dan beliau mengganti dengan i’tikaf pada sepuluh hari dari bulan Syawal.”

Ibnu Mundzir dan ulama’ lainnya sebagaimana yang telah dikutip oleh imam Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari ketika mensyarahi hadis tersebut mengatakan bahwa perempuan tidak boleh i’tikaf sampai meminta izin kepada suaminya.

Jika perempuan tersebut beri’tikaf tanpa meminta izin, maka suaminya boleh menyuruhnya keluar dari i’tikaf.

Baca juga: Dahsyatnya Kekuatan Sedekah Subuh, Amalan Pengantar Terkabulnya Hajat, Didoakan Begini oleh Malaikat

SUBSCRIBE US

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved