Puasa Ramadhan 2021

Bagaimana Hukum Menunda Puasa Qodho atau Utang Puasa Ramadhan? Begini Penjelasan Ustaz Abdul Somad

Berbicara mengenai puasa Ramadhan, pasti ada di antara kita yang masih memiliki utang puasa Ramadhan, bagaimana jika menunda menggantinya?

Penulis: Tria Agustina | Editor: Welly Hadinata
SRIPOKU.COM/ANTON
Ramadhan 1442 Hijriyah 

SRIPOKU.COM - Sebentar lagi umat Islam akan menyambut kedatangan bulan Ramadhan.

Puasa Ramadhan 1442 Hijriyah tahun ini jatuh pada Selasa, 13 April 2021.

Yakni bulan suci nan mulia yang di dalamnya penuh dengan ibadah dan amalan berlimpah untuk dikerjakan.

Mulai dari menunaikan sholat, puasa hingga zakat dilakukan selama bulan suci Ramadhan.

Berbicara mengenai puasa Ramadhan, pasti ada di antara kita yang masih memiliki utang puasa Ramadhan.

Apalagi utang puasa Ramadhan tersebut telah tinggal selama bertahun-tahun lamanya sejak baligh.

Puasa Ramadhan merupakan ibadah wajib yang harus ditunaikan disamping sholat 5 waktu.

Sehingga puasa Ramadhan termasuk salah satu rukun islam yang harus dijalankan.

Jadi, siapa saja yang telah meninggalkan puasa Ramadhan karena uzur wajib untuk tetap menggantinya.

Namun, bagaimana hukumnya jika menunda mengganti puasa atau qodho'?

Berikut penjelasan selengkapnya dikutip melalui Tanya Jawab Puasa - Ustadz Abdul Somad berjudul 30 Fatwa Seputar Ramadhan.

Baca juga: Niat dan Tata Cara Mandi Wajib Jelang Masuknya Puasa Ramadhan 2021, Lengkap Doa dan Larangannya

Menunda Puasa Qadha’

Fatwa Syekh ‘Athiyyah Shaqar.

Pertanyaan:

Saya tidak melaksanakan beberapa hari di bulan Ramadhan karena uzur, saya tidak mampu meng-
qadha’-nya hingga masuk Ramadhan berikutnya.

Apakah saya didenda karena menunda puasa Qadha’?

ketika meng-qadha’, apakah wajib berturut-turut atau boleh terpisah-pisah?

Jawaban:

Jumhur ulama mewajibkan fidyah bagi orang yang menunda qadha’ puasa Ramadhan hingga masuk ke
Ramadhan berikutnya. Fidyah tersebut adalah memberikan makan satu orang miskin untuk satu hari
puasa yang ditinggalkan, makanan tersebut cukup untuk makan siang dan makan malam. Jika qadha’
tersebut tidak dilaksanakan tanpa ada uzur. Hukum ini berdasarkan dalil hadits Mauquf dari Abu
Hurairah, artinya ini ucapan Abu Hurairah, penisbatan ucapan ini kepada Rasulullah Saw adalah dha’if.
Hukum ini juga diriwayatkan dari enam orang shahabat, menurut Yahya bin Aktsam tidak ada yang
menentang pendapat mereka, diantara mereka adalah Ibnu Abbas dan Ibnu Umar ra.
Abu Hanifah dan ulama Mazhab Hanafi berpendapat: tidak wajib membayar fidyah disamping
qadha’. Karena Allah Swt berfirman tentang orang yang sakit dan musafir:

“Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain”. (Qs.
Al-Baqarah [2]: 184).

Allah Swt tidak memerintahkan membayar fidyah. Hadits yang mewajibkannya
adalah hadits dha’if, tidak dapat dijadikan dalil.

Imam asy-Syaukani berkata dalam Nail al-Authar, juz. 4, hal. 318, mendukung pendapat ini, 

“Tidak ada hadits kuat dari Rasulullah Saw tentang masalah ini. Pendapat sahabat tidak dapat dijadikan
dalil.

Pendapat jumhur tidak menunjukkan bahwa itu benar. Hukum asal tidak ada kewajiban menjadi
penetap hukum tidak adanya kewajiban yang membebani, sampai ada dalil tentang itu.

Dalam masalah ini tidak ada dalil yang mendukung. Maka tidak wajib membayar fidyah)”.

Imam Syafi’i berkata, “Jika qadha’ tersebut tidak dilaksanakan karena uzur, maka tidak wajib 
membayar fidyah. Jika bukan karena suatu uzur, maka wajib membayar fidyah”.

Pendapat ini penengah antara dua pendapat diatas. Akan tetapi hadits dha’if atau hadits mauquf tentang kafarat ini tidak membedakan antara ada atau tidak adanya uzur.

Mungkin pendapat ini dapat menenangkan jiwa karena memperhatikan bentuk khilaf yang ada.

Melaksanakan puasa qadha’ Ramadhan itu wajib dilaksanakan secara tunda, tidak wajib dilaksanakan segera, meskipun afdhal dilaksakan dengan segera ketika mampu, karena hutang kepada Allah Swt lebih utama untuk ditunaikan.

Disebutkan dalam Shahih Muslim dan Musnad Ahmad bahwa Aisyah ra meng-qadha’ puasa Ramadhan di bulan Sya’ban, ia tidak melaksanakannya segera ketika ia mampu.

Dalam melaksanakan puasa Qadha’ tidak diwajibkan mesti berturut-turut.

Ad-Daraquthni meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw berkata tentang qadha’ puasa Ramadhan:

“Jika mau dapat melaksanakannya secara terpisah-pisah dan jika mau dapat melaksanakannya secara berturut-turut”.

Baca juga: Apakah Wanita Hamil dan Menyusui Diperbolehkan Tak Berpuasa? Begini Hukumnya oleh Ustaz Abdul Somad

SUBSCRIBE US

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved