Kudeta Partai Demokrat
MENGEJUTKAN, Mahfud MD Tegas tak Akui Jenderal Moeldoko Ketum Partai Demokrat
Pemerintah melalui Menko Polhukan mengatakan, AHY masih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, bukan Moeldoko sesuai hasil KLB Deli Serdang
SRIPOKU.COM, JAKARTA -- Pemerintah melalui Menko Polhukan mengatakan, AHY masih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, bukan Moeldoko sesuai hasil KLB Deli Serdang
Pernyataan yang disampaikan melalui Menko Polhukam itu merujuk pada ricuhnya Partai Demokrat sampai menghasilkan Ketua Umum baru versi Kongres Luar Biasa (KLB).
Saat KLB di Deli Serdang pada Jumat (5/3/2021) tersebut, Moeldoko ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Sementara pelaksanaan KLB tersebut menurut Partai Demokrat, disebut sebagai kegiatan abal-abal yang menghasilkan ketua umum yang abal-abal juga.
Apalagi Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah mengungkapkan isu pengambilalihan kepemimpinan secara paksa atau kudeta Partai Demokrat sejak awal Februari 2021.
Gejolak internal di kepemimpinan Partai Demokrat pun makin memanas, dan mendapat tanggapan dari Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam RI) Mahfud MD.
Mahfud MD mengatakan, pemerintah hingga kini masih mencatat secara resmi Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
"Pengurusnya yang resmi di kantor pemerintah itu adalah AHY. AHY putra Susilo Bambang Yudhoyono, itu yang sampai sekarang ada," kata Mahfud dikutip dari kanal Youtube Kemenko Polhukam, Sabtu (6/3/2021).
Mahfud menyebutkan, pemerintah sejauh ini tidak bisa menghalangi pelaksanaan kongres luar biasa (KLB) kubu kontra AHY yang berlangsung di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat lalu.
Dalam pandangan pemerintah, kata Mahfud, pelaksanaan KLB kubu kontra AHY tak ubahnya acara kumpul-kumpul kader Demokrat.
Karena itu, pemerintah tidak bisa menghalangi acara tersebut karena sesuai ketentuan Pasal 9 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
"Di situ dikatakan bahwa boleh kok orang berkumpul mengadakan rapat umum asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu. Syaratnya apa? Syaratnya itu bukan di Istana Negara, artinya tidak melanggar larangan tertentu," kata Mahfud.
Mahfud menambahkan, pemerintah belum bisa menilai sah tidaknya pelaksanaan KLB kubu kontra AHY selama belum ada laporan yang diterima pemerintah.
Karena itu, Mahfud menyebutkan, dengan belum adanya laporan resmi dari acara tersebut, KLB kubu kontra AHY tidak ada masalah hukum hingga kini.
"Sehingga kalau ditanya apakah sah KLB di Medan atau di Deli Serdang, Medan? Bagi pemerintah kita tidak berbicara sah dan tidak sah sekarang karena bagi pemerintah belum ada secara resmi laporan tentang KLB itu. Jadi enggak ada masalah hukum sekarang," imbuh Mahfud.
KLB kubu kontra Ketua Umum Partai Demokrat AHY itu terselenggara pada Jumat lalu sekitar pukul 15.00 WIB di Sumatera Utara. KLB itu menentukan ketua umum yang diklaim untuk menggantikan AHY.
Berdasarkan siaran Kompas TV, dalam KLB tersebut diputuskan bahwa Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
"Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Kongres Luar Biasa Partai Demokrat menimbang dan memperhatikan bahwa putusan menetapkan pertama, dari dua calon, atas voting berdiri, maka Pak Moeldoko ditetapkan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat periode 2021-2026," kata mantan kader Demokrat, Jhoni Allen, di KLB, Jumat.
Gatot Nurmantyo Dijanjikan Sebagai Capres Saat Diajak Ikut KLB Demokrat
Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo sempat tergiur saat mendapat ajakan untuk bergabung dengan Partai Demokrat tandingan menggusur kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono.
Gatot berkisah, suatu hari ada pihak yang datang kepadanya dan mengajaknya untuk melengserkan AHY.
"Bapak digadang-gadang sebagai calon presiden. siapasih yang tidak mau, partai dengan delapan pesen (perolehan suara), besar," ujar Gatot dalam wawancara aku channel Bang Arief, dikutip Wartakotalive.com, Minggu (7/3/2021).
Gatot kemudian menceritakan ketika ada seorang yang datang dan menjelaskan bagaimana cara untuk 'menggulingkan' AHY.
"Ada yang datang kepada saya. Saya tanya gimana prosesnya, nanti bikin KLB. Yang dilakukan kita mengganti AHY dulu melallui mosi tidak percaya. Setelah AHY turun, nanti pemilihan," jelas Gatot.
Menurut Gatot, bagaimanapun SBY memiliki peran penting terhadap kariernya hingga menjadi panglima TNI.
Jadi, tidak mungkin ia menerima tawaran itu meskipun dijanjikan dengan 'kekuasaan' apabila sudah menguasai Partai Demokrat.
"Saya bilang, saya ini bisa naik bintang satu, dua tiga, kemudian jabatan pangkostrad presidennya pasti tahu. Saat itu presidennya Pak SBY. Bahkan saya saat pangkostrad saya dipanggil ke istana, beliau bilang, kamu akan menjadi kepala staff angkatan darat. Beliau hanya pesan, laksanakan tugas dengan profesional, cintai prajurit dan keluargamu dengan segenap hati dan pikiran."
"Apakah iya saya dibesarkan oleh dua presiden, Pak SBY dan Pak Jokowi, terus saya membalasnya dengan mencongkel anaknya. Lalu nilai-nilai atau value apa yang akan saya berikan kepada anak saya?"
"Ini jadi semacam cerita sejarah juga. Waktu itu di Amerika tahun 1940an, ada mafia, dia kaya sekali. Anaknya cuma satu. Terus dia merenung, nilai-nilai apa yang saya berikan kepada anak saya, dicap sebagai anak mafia. Dia sadar kemudian berubah. Dia akhirnya ditembak mati."
Saat merenungi itu, Gatot pun menolak ikut terlibat dalam aksi pengambilalihan Partai Demokrat.
"Saya terimakasih, tapi moral etika saya tidak bisa menerima dengan cara seperti itu," tandasnya.
Skenario 'Membunuh' Partai Demokrat
Sementara itu, peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani turut prihatin dengan tindakan pengambilan kepengurusan Partai Demokrat yang dilakukan dengan Kongres Luar Biasa (KLB) hingga pengangkatan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat.
Saiful Mujani menilai, kini 'hidup dan mati' Partai Demokrat ada di tangan Yasonna Laoly selaku Menteri Hukum dan HAM.
"Setelah KSP Moeldoko ditetapkan jadi ketua partai Demokrat lewat KLB maka selanjutnya tergantung negara, lewat menkumham dari PDIP, Yasona, mengakui hasil KLB itu atau tidak," tulisnya di akun Twitter, dikutip pada Sabtu (6/3/2021).
Dalam beberapa kasus pengambilalihan parpol sebelumnya, Yasonna memenangkan pihak yang menggelar KLB atau yang dituding 'mengambilalih paksa' sebuah parpol.
Terakhir terjadi pada kasus Partai Berkarya dimana Tommy Soeharto hampir saja disingkirkan setelah kubu KLB disahkan oleh Kemkumham.
Beruntung, saat menggugat ke pengadilan, partai Berkarya yang dirintis Tommy berhasil kembali.
Apabila nantinya Yasonna mengakui kepengurusan Demokrat versi Moeldoko, Saiful Mujani menyebut, bahwa itu pertanda Partai Demokrat akan benar-benar mati.
"Kalau mengakui, dan membatalkan kepengurusan PD AHY, maka lonceng kematian PD makin kencang," jelasnya.
Saiful Mujani menyebut, seandainya Yasonna mengesahkan kepengurusan Demokrat versi Moeldoko dan kubu AHY mempermasalahkannya ke pengadilan, itu juga bukan perkara mudah.
Sebab, ia menilai akan ada proses panjang meskipun kubu AHY memiliki legalitas sekalipun.
"PD Ahy selanjutnya akan menggugat ke pengadilan, dan ini biasanya hanya bisa selesai di Mahkamah Agung. Berarti itu bisa makan waktu lama, bisa sampai melewati deadline daftar pemilu 2024. Katakanlah Demokrat KSP Moeldoko yang bisa ikut pemilu. Lalu bagaimana peluangnya?" jelasnya.
Saiful Mujani membayangkan seandainya Partai Demokrat benar-benar dikuasi oleh Moeldoko dan kelompoknya, maka Demokrat tidak akan lagi sebesar ketika dipimpin oleh SBY.
"Saya tak bisa membayangkan PD bisa besar dan bahkan terbesar pada 2009 tanpa SBY. Suka ataupun tidak itu adalah fakta. Moeldoko bisa gantikan itu? seperti mantan jendral-jenderal lainnya mimpin partai, KSP ini tak lebih dr Sutiyoso, Hendro, Edi Sudrajat, yang gagal membesarkan partai," tandasnya
"Akibatnya, 2024 Demokrat bisa menjadi seperti Hanura sekarang, yang hilang di parlemen setelah Wiranto tak lagi mimpin partai itu," terangnya.
Ia pun menduga, skenario terakhir dari apa yang dilakukan Moeldoko tersebut adalah untuk membunuh Partai Demokrat.
"Hasil akhir dari manuver KSP Moeldoko ini adalah membunuh PD. Demokrat mati di tangan seorang pejabat negara. Backsliding demokrasi Indonesia makin dalam, dan ini terjadi di bawah Jokowi yang ironisnya ia justru jadi presiden karena demokrasi," ungkapnya.
Pemerintah Tak Bisa Larang KLB di Deli Serdang
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), Mahfud MD akhirnya memberikan pernyataan terkait Kongres Luar Biasa yang digelar kubu Johnny Allen di Deli Serdang, Sumatera Utara hingga penetapan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Mahfud menyebut, pemerintah tidak bisa melarang terselenggaranya kegiatan tersebut.
"Sesuai UU 9/98 Pemerintah tak bs melarang atau mendorong kegiatan yang mengatasnamakan kader Partai Demokrat di Deliserdang," jelas Mahfud MD di akun Twitternya, Sabtu (11/3/2021)
Mahfud MD kemudian memberikan contoh kejadian serupa, dimana saat itu terjadi KLB hingga membuat Partai Kebangkitan Bangsa terpecah.
"Sama dengan yang menjadi menjadi sikap Pemerintahan Bu Mega pada saat Matori Abdul Jalil (2020) mengambil PKB dari Gus Dur yang kemudian Matori kalah di Pengadilan (2003)," ungkapnya.
Mahfud juga singgung sikap diam SBY ketika menjadi presiden dan terjadi perebutan partai antara Abdurrahman Wahid atau Gusdur dengan Muhaimin Iskandar.
"Saat itu Bu Mega tak melarang atau pun mendorong karena secara hukum hal itu masalah internal PKB. Sama juga dengan sikap Pemerintahan Pak SBY ketika (2008) tidak melakukan pelarangan saat ada PKB versi Parung (Gus Dur) dan versi Ancol (Cak Imin). Alasannya, itu urusan internal parpol."
Mahfud menilai, saat ini pemerintah memandang konflik Partai Demokrat sebagai persoalan internal partai dan tidak akan ikut campur.
"Bagi Pemerintah sekarang ini peristiwa Deli Serdang merupakan masalah internal PD. Bukan (minimal belum) menjadi masalah hukum. Sebab belum ada laporan atau permintaan legalitas hukum baru kepada Pemerintah dari Partai Demokrat. Pemerintah sekarang hanya menangani sudut keamanan, bukan legalitas partai," jelasnya
Artikel ini telah tayang di pos-kupang.com dengan judul Presiden Jokowi Sebut AHY Masih Ketua Umum Partai Demokrat, Bukan Moeldoko Hasil KLB Deli Serdang, https://kupang.tribunnews.com/2021/03/08/presiden-jokowi-sebut-ahy-masih-ketua-umum-partai-demokrat-bukan-moeldoko-hasil-klb-deli-serdang?page=all.
Editor: Frans Krowin