Sumsel Masih Masa Puncak Musim Hujan, Dua Daerah Mulai Alami Kekeringan, Waspada Rawan Karhutla
Ada dua daerah mulai alami kekeringan meski sekarang puncak musim hujan, yakni Muara Enim dan Pali
Penulis: Odi Aria Saputra | Editor: Azwir Ahmad
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sumsel memprediksi puncak musim hujan di Sumsel akan terjadi pada bulan Maret Tahun 2021.
Pada sisi lain BMKG juga mengingatkan bahaya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) karena ada daerah di Sumsel yang mulai alami kekeringan yang rawan terjadinya karhutla.
Disebutkan, tingginya curah hujan yang terjadi di Sumsel lantaran pengaruh regional MJO (Madane Julian Osilation) atau fenoma merambatnya gelombang atmosfer dari Samudera Hindia sampai Samudera Pasifik ke arah timuran dan terjadi konvergensi belokan angin.
Selain itu, kondisi cuaca buruk yang terjadi saat ini juga disebabkan oleh adanya La Nina (fenomena suhu permukaan laut yang menurun sepanjang timur dan tengah Samudera Pasifik di garis khatulistiwa. Penurunan suhu tersebut sebanyak 3° hingga 5° C dari suhu normal) yang menerpa sejumlah wilayah tanah air pada musim hujan tahun ini.
Fenomena La Nina memiliki dampak sangat terasa pada wilayah Indonesia tengah dan Timur. Sumsel dan Sumatera saat ini terjadi karena faktor Madden Julian Oscillation (MJO) dan Kelvin, atau dari timur ke barat berupa gelombang Rossby.
Aktivitas La Nina dan MJO inilah yang menjadi tumpukan awan berpotensi curah hujan menjadi lebih tinggi dari biasanya.
Kendati masih dalam kondisi puncak musim hujan, namun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatra Selatan meminta kepada daerah rawan karhutla untuk berhati-hati dan mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Hingga saat ini pihaknya telah menerima laporan, ada beberapa daerah yang mengalami kekeringan dan rawan terjadinya karhutla.
"Ada dua daerah mulai alami kekeringan meski sekarang puncak musim hujan, yakni Muara Enim dan Pali," kata Kepala BPBD Sumsel, Iriansyah, Minggu (7/3/2021).
Menurutnya, BMKG telah memprediksi jika kemarau tahun ini akan kembali normal. Berbeda dari tahun sebelumnya, musim kemarau terbilang basah karena faktor La Nina sehingga tahun 2020 cenderung lebih aman dari kekeringan dan rawan karhutla.
Beberapa antisipasi awal yang dilakukan saat ini, dengan melakukan upaya mempersiapkan sumur bor, sekat kanal, dan embung yang dapat menampung air yang bisa digunakan ketika terjadi karhutla. Selain itu juga sosialisasi ke masyarakat terus dilakukan agar, menjaga wilayahnya dengan tidak membakar lahan saat musim kemarau tiba.
Dalam persiapan penanganan Karhutla, BPBD telah mensiagakan sekitar 9.000 personel guna melakukan patroli dan antisipasi karhutla. Ribuan personel itu, nantinya akan mulai bertugas pekan depan.
"Para personel ini berasal dari unsur gabungan TNI, Polri, BPBD dan instansi terkait dalam persiapan menghadapi ancaman karhutla," tegas Iriansyah.
Kepala Bidang Penanganan Kedaruratan BPBD Sumsel, Ansori menambahkan saat ini pihaknya berkaca dari kejadian kemarau 2019 lalu. Saat kemarau normal terjadi saja luasan lahan yang terbakar cukup besar. Maka dari itu, pihaknya mengajak seluruh elemen untuk mewaspadai terjadinya karhutla.
"Upaya pencegahan harus dikedepankan. Bayangkan saja, saat kemarau normal kebakaran di Sumsel cukup luas mencapai 428.356 hektar," jelasnya. (Oca)