Raup Omzet Rp 5 -7 Juta Per Bulan Berkat Ternak Ayam Kalkun Berinkubator Listrik

"‎Telur dimasukkan selama 24 hari ke dalam inkubator buatan sendiri yang bahannya dari kotak kayu, diberi lampu bohlam dan pakai listrik ," ujar Fauzi

Editor: aminuddin
tribun jateng
Fauzi Mahfud (51), anggota Komunitas Kalkun Kudus (K3), warga RT 1 RW 4, Desa Undaan Kidul, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, mengandalkan inkubator listrik untuk membantu penetasan telur. (TribunJateng.com) 

SRIPOKU.COM, KUDUS - Ada banyak jalan menuju Roma, ini kata pepatah.

Yang penting ada usaha, niat yang tulus dan jangan lupa berdoa.

Seperti halnya yang dilakukan  Fauzi Mahfud‎ (51), anggota Komunitas Kalkun Kudus (K3), warga RT 1 RW 4, Desa Undaan Kidul, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus‎ ini. 

Fauzi adalah peternak yang khusus menyediakan anak ayam kalkun berusia satu hingga dua minggu untuk dipasarkan kepada konsumen.

Melalui proses inkubasi buatan, Fauzan bisa meningkatkan nilai jual telur.

 "‎Telur dimasukkan selama 24 hari ke dalam inkubator buatan sendiri yang bahannya dari kotak kayu, diberi lampu bohlam dan pakai listrik PLN," jelas dia.

Fauzi mengandalkan listrik PLN yang menyala 24 jam untuk bisa menetaskan telur ayam kalkun.

Tanpa bantuan inkubator bertenaga listrik itu, Fauzi kesulitan menetaskan 200 telur per bulan yang dihasilkan dari peternakan sederhananya di belakang rumah.

"Kalau pakai alat inkubator ini ‎kemungkinan menetasnya sampai 90 persen. 

Tanpa inkubator, prosentase gagalnya sampai 50 persen," jelas dia.

Dengan begitu, dia bisa menekan 40 persen penetasan telur ayam kalkun setiap bulannya menggunakan metode pemanasan buatan bertenaga listrik.

Apalagi biaya yang dikelua‎rkan untuk energi listrik itu tidak terlalu tinggi hanya Rp 100 ribu per bulan.

"Sebelum ada ternak ayam kalkun ini saya mengeluarkan uang untuk bayar listrik Rp 150 ribu. 

Sekarang hanya bayar Rp 250 ribu per bulan, jadi modalnya cuma Rp 100 ribu," jelas dia.

Hanya bermodalkan listrik Rp 100 ribu, Fauzi mampu meraup keuntungan ‎Rp 5 juta sampai 7 juta per bulan.
Jumlah itu dihitung dari estimasi harga ayam kalkun usia satu minggu dan dua minggu yang dibanderol Rp 25 ribu sampai Rp 35 ribu per ekornya.

Baca juga: Gaji Tak Cukup Penuhi Kebutuhan Hidup, Kisah Peternak Ayam Potong yang Baru Saja Kehilangan Anaknya

Baca juga: Video Jadi Pilot Project, PGOT Kenten Miliki Peternakan Bebek Hingga Kolam Pemancingan

Setiap bulannya, dia mampu menetaskan sedikitnya 200 ekor ayam kalkun yang siap dijual.

"Begitu menetas usia satu sampai dua minggu langsung dijual. 

Karena ayam kalkun yang usianya di atas dua minggu sudah butuh pakan yang banyak," ujar dia.

Dalam pengelolaannya setiap kandang dipisahkan sesuai umur ayam kalkun, sehingga pemeliharaannya bisa lebih mudah.

Halaman seluas 15 meter persegi itu juga disekat menggunakan jaring, sehingga kalkun bisa dilepas dari kandang tanpa khawatir keluar dari peternakan.

Modal untuk pembuatan peternakan sederhananya itu sekitar Rp 25 juta, termasuk beberapa ekor ayam kalkun.

Dia berusaha menghemat biaya dengan membuat beberapa peralatannya sendiri, di antaranya kotak inkubator.

Kotak tersebut dibuat hanya dengan modal sebesar Rp 250 ribu‎, lebih murah daripada membeli yang sudah jadi.

Satu kotak inkubator yang terbagi dalam empat laci itu memiliki kapasitas‎ masing-masing 50 telur sehingga totalnya mencapai 200 telur.

Baca juga: Biogas Dalam Integrasi Peternakan dan Pertanian di SMK PP Negeri Sembawa

Baca juga: Kisah Peternak Sapi di Lampung Beromzet Miliaran, Mulai Usaha Lewat Pinjaman dari Mitra Pertamina

Saat ini, Fauzan memiliki dua kotak inkubator yang total keseluruhannya mencapai 400 butir telur.

Lampu bohlam berdaya 5 watt  menjadi sarana untuk memanaskan ‎ratusan telur yang ada di sana. 

Suhunya d‎ijaga stabil antara 37,5 derajat hingga 38,5 derajat celcius.

‎"Musim dingin begini suhu 38,5 derajat lebih sesuai, kalau musim panas bisa diturunkan satu derajat cecius," kata dia.

Dia selalu menjaga kualitas pakan agar indukan ayam kalkun mampu menghasilkan telur berkualitas.

Fauzi biasanya mencampurkan pakan bekatul menggunakan eceng gondok dan cangkang telur ke dalam makanannya.

Sedikitnya 2,5 kwintal pakan habis dalam sebulan untuk konsumsi 34 ekor induk ayam kalkun.

"Cangkang telur itu mengandung kalsium yang tinggi dan bagus untuk konsumsi," jelas pria yang sudah menjalankan usahanya sejak dua tahun lalu.

Telur yang berkualitas sebelum penetasan dapat terlihat dari kondisi fisiknya. 

Telur yang bagus akan memiliki ukuran yang besar.

"Nanti kalau sudah jadi indukan kelihatan juga akan memiliki kaki yang besar," ujar dia.

‎Ketika sudah besar dan siap untuk menghasilkan telur. 

Fauzi tak pernah menggunakan zat kimia agar ayamnya bisa bertelur.

Hanya lewat proses secara alami, sehingga selalu ada jeda selama 40 hari setiap empat bulan sekali.

"Setiap empat bulan, pasti ayam ini berhenti bertelur selama 40 hari. 

Kemudian bisa bertelur lagi," ujar dia.

Sebagai peternak, Fauzi mengutamakan kualitas telur.

Jika dipaksakan bertelur, ayam kalkun akan menghasilkan kualitas yang buruk.

‎Sehingga saat proses dimasukkan ke inkubator pun akan berjalan tidak baik karena telur gagal menetas.

‎"Nanti telurnya tidak ada embrionya, jadi dicek cuma kosong. 

Biasanya kalau sudah begitu, nggak bisa menetas," ujarnya.

‎Setelah menetas, dia mengirimkan ke wilayah Kabupaten Pati, Demak, Semarang, dan Salatiga.

Anak ayam kalkun ‎produksinya banyak diburu pengepul karena kualitas dan harga yang jauh lebih bersaing.

Usahanya tersebut kini telah menjadi pendapatan utama dan mampu membiayai kuliah dua anaknya hingga perguruan tinggi.

"Anak saya tiga, dua anak masih kuliah berkat ternak ayam kalkun bisa membiayai sampai sekarang," ujar dia. 

https://jateng.tribunnews.com/2021/02/26/bermodal-listrik-rp-100-ribu-peternak-ayam-kalkun-raup-omzet-rp-5-juta-per-bulan 

 
 

 
 

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved