Kasus Mutilasi

15 TAHUN Berlalu, Sosok Wanita Tanpa Organ Vital Tak Terungkap: Ditemukan Tanpa Busana di Hotel 

Sekitar 15 tahun berlalu, Dokter forensik Kombes Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, Sp.F mengaku pelaku mutilasi di Salatiga, masih misteri.

Editor: Wiedarto
TribunJakarta/Bima Putra
dr Hastry Ungkap Pelaku Mutilasi di Salatiga Masih Misteri 

SRIPOKU.COM, JAKARTA--Sekitar 15 tahun berlalu, Dokter forensik Kombes Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, Sp.F mengaku pelaku mutilasi di Salatiga, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah masih misteri.

Untuk diketahui, kasus ini bermula setelah ditemukannya sesosok mayat perempuan muda di sebuah hotel, Salatiga dengan kondisi mengenaskan.

dr Hastry menceritakan kesulitan yang dialami kepolisian sehingga kasus tersebut belum terungkap.
Hal ini diungkapkannya melalui vlog Denny Darko dilansir TribunJakarta pada Rabu (17/2/2021).

dr Hastry menyatakan, tak semua kasus mutilasi bisa berhasil terungkap. Satu diantaranya kasus mutilasi di Kopeng.

"Di Kopeng, Salatiga tahun 2006 itu ada kasus wanita tanpa kepala dan tangan ditemukan. Bahkan organ vitalnya juga dihilangkan," ucap dr Hastry.
Meski terdapat beberapa bagian tubuh yang hilang, dr Hastry menyatakan pihaknya telah mengidentifikasi jenis kelamin korban.

"Tapi kita berhasil identifikasi kalau dia wanita. Organ vital itu alat kelaminnya hilang," beber dr Hastry.

Denny Darko pun tak sangka jika alat kelamin korban hilang.

"Jadi turut dihilangkan?" tanya Denny Darko.

"Iya, terus wajah dan gigi juga hilang. Tetapi tulang panggulnya kita tahu kalau dia wanita. Korban dibunuh di suatu hotel dan berusia sekitar 30 tahun, ciri-cirinya kulit kuning langsat," aku dr Hastry.

dr Hastry menjelaskan, korban terekam masuk ke dalam hotel bersama lelaki yang memakai helm.

"Korban masuk bersama lelaki yang pakai helm, penjaganya pun tak tahu lelaki tersebut sampai besoknya. Pas sampai sore mereka tak keluar kamar, ternyata perempuan itu sudah jadi korban," papar dr Hastry.

dr Hastry menyatakan, kemungkinan korban wanita tak sadar sebelum dimutilasi dan dibunuh.

"Bisa saja korban tak sadar atau penjaga yang tertidur saat itu sehingga tak mengetahui kejadiannya," jelas dr Hastry.
dr Hastry pun berharap agar masyarakat bisa membantu untuk menguak kasus tersebut.

Berdasarkan laporan Kompas.com, Korban ditemukan di kamar mandi dalam keadaan tanpa busana sekitar pukul 11.00.

Korban yang berusia sekitar 20 tahun itu memiliki ciri-ciri langsing, tinggi badan sekitar 160 sentimeter, dan telapak kaki kanan terlihat bekas penyakit kulit.
Korban terlentang di lantai dengan kaki berada di atas kloset.

Dalam kamar tersebut tidak ditemukan identitas atau pakaian.
Personel Polres Semarang dan Kapolsek Getasan masih berupaya menyisir lokasi untuk mencari kepala korban.

Menurut informasi yang dihimpun Kompas, korban datang ke lokasi Sabtu sekitar pukul 15.00 bersama seorang pria. Pria tersebut meninggalkan lokasi sekitar pukul 21.00.

Tangani Korban Pesawat

Dokter forensik Kombes Dr. dr. Sumy Hastry Purwanti, Sp.F memiliki banyak pengalaman mengidentifikasi jenazah korban pesawat.

Hampir semua kejadian besar dokter Hastry turun dan terlibat langsung dalam proses identifikasi para korban.

Mulai dari Bom Bali, tsunami Aceh, evakuasi pesawat Sukhoi pada 2012, Malaysia Airlines MH17, AirAsia QZ8501.

Terbaru, dokter Hastry terpanggil dan mengajukan dirinya ikut membantu Tim DVI Polri untuk mengautopsi para korban Sriwijaya Air SJ-182.

Kesigapan dokter Hastry bersama tim benar-benar dibutuhkan agar jenazah para korban berhasil teridentifikasi dan diserahkan ke pihak keluarga atau ahli waris.
Orang-orang seperti dokter Hastry yang bekerja di dalam ruangan autopsi, mengemban amanah besar.

Pasalnya, kemampuan mereka dapat mengidentifikasi para korban, bahkan bermodal petunjuk body parts sekecil apapun.

Berikut cerita dokter Hastry tentang pengalamannya menangani beberapa peristiwa besar yang dirangkum TribunJakarta dari vlog Denny Darko.

Dokter Hastry menegaskan, Tim DVI mengidentifikasi satu per satu body remains korban pesawat Sriwijaya Air SJ-182.

"Ratusan (body remains, red) diperiksa," terang dokter Hastry.

Ia menduga hancurnya tubuh manusia karena pesawat Sriwijaya Air SJ-182 jatuh secara cepat membentur permukaan air.

"Jadi pesawatnya berkeping-keping, termasuk manusia di dalamnya. Ini hancur mungkin karena kecepatan dan berbentur dengan air," jelas dokter Hastry.

Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Prof. Awaloeddin Djamin Semarang ini mengatakan, kondisi korban Sriwijaya Air SJ-182 berbeda dengan korban pesawat jatuh lainnya.

Ia membandingkannya dengan korban jatuhnya pesawat Sukhoi yang jatuh pada 2012 lalu setelah menabrak Gunung Salak, Bogor.

"Bagian depan Sukhoi hancur tetapi belakangnya tidak. Beda lagi dengan AirAsia yang jatuh di laut jawa," beber dokter Hastry.

Masih kata dia, bahkan tim forensik mendapatkan tubuh yang masih utuh dari korban jatuhnya AirAsia.

"AirAsia jatuh, dan pelan-pelan tenggelam. Mereka meninggal karena pelan-pelan tenggelam. Yang menghantam bagian depan, tetapi sebagian gak bisa keluar," kata dia.

"Sedangkan Sriwijaya berkeping-keping," ia menjelaskan.

Dari kasus jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182, dokter Hastry belum menemukan body remains yang terluka bakar.

"Tidak meledak di udara. Bagian tubuh bisa berbicara karena crash air laut."

"Orang meninggal punya hak identifikasi yang berujung pada urusan warisan, asuransi dan sebagainya," aku dokter Hastry.

Menurut dia, identifikasi diperlukan terhadap para korban untuk mencari tahu penyebab pasti meninggalnya seseorang dalam kecelakaan pesawat.

"Ya kalau dia beneran pesawat jatuh karena kecelakaan, kalau sabotase kan harus diperiksa," katanya.
Ia mencontohkan jatuhnya pesawat MH17 di Ukraina murni sabotase kena rudal.

Hal itu bisa dibuktikan dari luka-luka korbannya, bahwa pesawat itu memang karena rudal.

"Ternyata pesawat memang jatuh karena rudal, bukan kecelakaan," jelas dokter Hastry.

Ia kembali menegaskan, kehadiran tim forensik ini bisa mengidentifikasi penyebab luka-luka di tubuh korban jatuhnya pesawat.

Dokter Hastry menyinggung bagaimana pesawat Garuda Indonesia yang kecelakaan di Yogyakarta beberapa tahun lalu.

Pesawat maskapai pelat merah itu mengalami hentakan keras di landasannya.

Sehingga dampaknya, banyak penumpang di kelas bisnis yang meninggal.

"Ya karena bagian depannya menabrak duluan, terus pas diperiksa itu karena benturan keras. Ada juga yang menghirup asap," beber dokter Sumy.

Sekian lama terlibat dalam banyak kasus, dokter Hastry sudah tak lagi merasa jijik dan takut.

Ia seolah sudah kebal menghadapi jenazah dengan berbagai kondisi.

Jiwa dokter Hastry terpanggil karena kemampuannya menuntut dia untuk siaga terjun kapanpun dibutuhkan.

Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul 15 Tahun Berlalu, dr Hastry Ungkap Pelaku Mutilasi di Salatiga Masih Misteri: Masuk Kamar Pakai Helm, https://jakarta.tribunnews.com/2021/02/17/15-tahun-berlalu-dr-hastry-ungkap-pelaku-mutilasi-di-salatiga-masih-misteri-masuk-kamar-pakai-helm?page=all.
Penulis: Kurniawati Hasjanah
Editor: Elga H Putra

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved