Berita Palembang
Wajar Saja Tiap Tahun Palembang Banjir, Puluhan Anak Sungai sudah Berubah Jadi Daratan
Anak sungai ini mengalami sedimentasi atau pendangkalan cukup lama. Terhitung sejak 15 tahun lalu anak Sungai Borang ini tak pernah dikeruk.
Penulis: Odi Aria Saputra | Editor: Yandi Triansyah
Laporan wartawan Sripoku.com, Odi Aria
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Satu unit mobil ekskavator tengah sibuk melakukan pengerukan rawa di kawasan Purwosari Kecamatan Kalidoni, Palembang, Rabu (10/1/2021).
Dengan teratur operator mengerakan ekskavator mengeruk sisi kanan dan kiri rawa yang memiliki lebar sekitar lima meter tersebut.
Pengerukan yang dilakukan ternyata bukan rawa biasa, namun pengerjaan itu merupakan normalisasi anak Sungai Borang yang berada di kawasan Purwosari.
Anak sungai ini mengalami sedimentasi atau pendangkalan cukup lama.
Terhitung sejak 15 tahun lalu anak Sungai Borang ini tak pernah dikeruk.
Bahkan, lahan yang semula merupakan aliran ke Sungai Borang itu dapat dilalui dengan menggunakan jalan kaki sudah lama mengeras.
Normalisasi anak sungai ini diinisiasi oleh Dinas PUPR Palembang bersama Komunitas Peduli Sungai dan Lingkungan Palembang.
Pengerukan yang dilakukan merupakan upaya untuk mengembalikan fungsi DAS sebagai daerah resapan untuk meminimalisir terjadinya banjir di Palembang.
Sedimentasi yang sudah terjadi puluhan tahun di DAS Borang tersebut bukan satu-satunya yang terjadi di kota pempek.
Dari data Komunitas Peduli Sungai dan Lingkungan Palembang yang merupakan organisasi independen, sudah ada puluhan anak sungai di Palembang yang tertimbun dan menghilang keberadaannya sejak beberapa tahun lalu.
Ketua Komunitas Peduli Sungai dan Lingkungan Palembang, Alexander menjelaskan di kota Palembang terdapat 116 anak sungai yang tersebar di 18 kecamatan di Palembang.
Dari ratusan anak sungai sebagian besar sudah tidak berfungsi dengan baik lagi.
Ke 116 anak sungai itu semuanya bermuara ke 19 DAS yakni DAS Aur, Batang, Bendung, Boang, Borang, Buah, Gandus, Gasing, Jakabaring, Juaro, Kedukan, Keramasan, Kertapati, Kidul, Lambidaro, Nyiur, Sekanak, Selincah, dan Sriguna.
Bahkan, di beberapa titik ada anak sungai tidak dapat berfungsi lagi karena sedimentasinya sudah menutupi aliran air.
Kondisi anak-anak sungai yang sudah tertutup sedimentasi, membuat aliran sungai yang sejatinya terkoneksi ke Sungai Musi tidak dapat bekerja maksimal sehingga air yang seharusnya mengalir menjadi penyebab banjir.
"Seperti di kawasan Sapta Marga kenapa selalu banjir, itu karena anak sungai di sana tidak terkoneksi aliran sungai karena adanya sedimentasi," katanya.
Menurut Alexander, pendangkalan anak sungai di kota Palembang cukup memprihatinkan.
Dalam satu bulan anak-anak sungai alami pendangkalan sebanyak 5 cm atau jika dikalkulasinya dalam setahun mencapai 50 cm.
Maka, tidak mengherankan jika anak-anak sungai yang tidak dilakukan normalisasi hingga bertahun-tahun membuat aliran sungai mengalami pendangkalan cukup parah.
"Pendangkalan inilah penyebab banjir Palembang. Anak sungai yang sudah jadi sedimentasi tak mampu mengalir menuju muara sungai-sungai besar di Palembang," tegas Alexander.
Dijelaskannya, anak-anak sungai yang mengalami sedimentasi disebabkan karena faktor alam dan pembangunan masyarakat yang tidak memperdulikan fungsi aliran air dengan menutup anak sungai. Seharusnya, jika ingin membangun masyarakat harus berkaca terhadap undang-undang yang mengatur fungsi aliran air.
"Aliran air yang ada semakin sempit karena timbunan dan bangunan yang berada di atas anak sungai. Jadi, tidak heran kalau Palembang banjir karena aliran air tidak berfungsi maksimal," ungkapnya.
Senada, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera (BBWSS VIII), Birendrajana mengungkapkan
sebanyak 21 anak sungai di kota Palembang mengalami pendangkalan pada musim kemarau kemarin.
Adapun ke 21 anak sungai yang alami pendangkalan yakni Sekanak, Bendung, Sungai Buah, Jakabaring, Borang, Selincah, Kertapati, Juaro, Lawang Kidul, Batang, Keramasan, Sriguna, Nyiur, Kedukan, Rengas, Aur, Gasing, Plaju, Gandus dan lain-lain
Pendangkalan yang terjadi ini dinilai kerap kali menjadi biang keladi banjir yang sulit surut berhari-hari.
Sedimentasi atau pengendapan terjadi pada umumnya terjadi karena penumpukan limbah rumah tangga, lumpur hingga tumbuhan.
"Anak sungai ini rencananya akan kita lakukan pengerukan sedimentasi akan dilakukan sedalam satu meter.
Kita akan ratakan gundukan sedimentasi, sehingga aliran air dapat berjalan dengan lancar," jelas Birendrajana.
Menurutnya, sejumlah titik rawan banjir di kota Palembang dikarenakan aliran air dari anak sungai terjepit karena terjadinya pendangkalan, sehingga menyebabkan air yang seharusnya masuk dengan cepat keluar ke sungai menjadi terhambat dan terjadilah banjir.
Maka itu, pengerukan dirasa sangat perlu untuk membuat aliran-aliran air anak sungai tak lagi terhambat dan menyebabkan banjir di kota pempek.
Diakuinya, idealnya pengerukan anak sungai dilakukan lima tahun sekali.
Dengan dilakukan normalisasi dan restorasi bisa meminimalisir banjir yang melanda Palembang.
"Permasalahan banjir jadi prioritas balai, kita akan berkordinasi untuk melakukan pengerukan anak-anak sungai yang mengalami pendangkalan," tuturnya. (Oca)
• Satpam Diajak Ngobrol, tak Sadar Pelaku Lainnya Eksekusi Duit Ratusan Juta dari Mobil Pelanggan
• Captain Afwan Minta Ubah Arah, tapi Berpapasan dengan Pesawat Lain, ATC Minta Pilot Berhenti Naik