Pilkada & Pemilu Tetap 2024, Ini Tanggapan Pemerhati Politik Sumsel, Pemerintah Dinilai Tak Belajar
Pemerhati Politik Sumsel Bagindo Togar Butarbutar mengungkapkan, putusan pemerintah pusat melalui lembaga kepresidenan RI tak belajar dari tahun 2018
SRIPOKU.COM, PALEMBANG -- Guna menanggapi bahwa Pemilu serentak tetap dilaksanakan tahun 2024, bahkan komisi II DPR RI yang pada awalnya telah berkemas membahas revisi UU Pemilu, mendadak menghentikannya dan berbalik bersepakat dengan pemerintah agar Pemilu Serentak pada tahun 2024, masih terlalu riskan.
Menurut, pemerhati politik Sumsel Bagindo Togar Butarbutar mengungkapkan, putusan pemerintah pusat melalui lembaga kepresidenan RI, yang telah bersikeras bahwa Pemilu serentak tetap dilaksanakan tahun 2024.
Ia juga menjelaskan, padahal Pemilu Serentak tahun 2018, telah memberi pelajaran, bahwa penyelenggara juga para pemilih sangat kewalahan dalam menjalankan teknis pemilihan kala itu, bahkan sampai menelan korban yang cukup besar dari penyelenggara dilapangan.
Menurutnya, apakah pemerintah kita telah melupakan semua itu? Dengan alasan Konsistensi terhadap upaya efisiensi serta efektifitas anggaran pelaksanaan maupun tujuan Pemilu, Pemerintah tegas bersikap bahwa pemilu serentak diadakan pada tahun 2024.
Lantas, tentu saja ada parpol, elite atau pejabat politik yang tidak diuntungkan atas keputusan pemerintah ini, sebaliknya ada juga yang diuntungkan.
Tetapi idealnya, keputusan pemerintah didasarkan pada kepentingan Nasional, bukan untuk segelintir kelompok politik saja.
"Semoga pemerintah saat ini, merumuskan kebijakannya dilandasi oleh kepentingan Nasional," kata Bagindo Togar, Kamis (11/2/2020).
Keputusan Pemerintah ini, diungkapkan Bagindo tentu mengandung beragam implikasi juga ragam pilihan mekanisme penyelenggaran Pemilu Serentak tahun 2024, misal apakah terpisah jadwal pemilihan lembaga executif dan legislatif, atau pemerintahan pusat serta daerah, atau mengkombinasikannya.
"Jadi, dibutuhkan kajian khusus untuk itu. Kemudian, tentang masa jabatan kepala daerah yang berakhir pada tahun 2022 dan 2023. Apakah otomatis segera berhenti ,lalu digantikan oleh pelaksana tugas oleh Gubernur atau Mendagri," jelasnya.
Sedangkan, masa jabatan yang diserahkan kepada pejabat birokrasi tergolong cukup lama.
"Saran saya, akan lebih bijaksana pemerintah pusat memperpanjang masa jabatan kepala daerah yang ada minimal 9 bulan yang berakhir pada tahun 2022 serta 6 bulan yang berakhir pada tahun 2023," tuturnya.
Sehingga masa jabatan yang diberikan kepada Plt kepala daerah relatif tidak terlalu lama, dan pemerintah dapat lebih fokus mempersiapkan segala kajian, regulasi teknis maupun kebutuhan pelaksanaan pemilu serentak di tahun 2024.
"Dimana semua catatan hitam putih atas pelaksanaan pemilu tahun 2018 menjadi pelajaran atau acuan penting guna suksesnya pemilu serentah pada tahun 2024," pungkasnya.
Sebelumnya, isu panas terkait revisi UU Pemilu yang sedang dibahas di DPR akhirnya resmi ditutup.
Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan Komisi II telah sepakat tidak akan melanjutkan pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu.