Harimau yang tak Bisa Dijinakkan

Pemicu dasar dari konflik Palembang dengan kolonial Inggeris dan Belanda adalah perebutan pulau Bangka yang dikenal sebagai penghasil Timah dan Lada

Editor: aminuddin
internet
Gubernur Sumsel H Herman Deru berpose di depan lukisan PYM SMB II 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG -TAHUN  2021 ini tepat 2 Abad atau 200 tahun perjalanan waktu pengasingan Paduka Yang Mulia (PYM) Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II ke Ternate oleh penjajah Belanda. 

Tepatnya, pada hari Rabu, 3 Juli 1821 M (4 Syawal 1236 H) SMB II beserta sebagian keluarganya menaiki kapal Dageraad  bertolak Batavia, setelah itu,  dibawa  ke Pulau Ternate.

SMB II berdiam di ternate hingga akhir hayatnya pada  26 September 1852  (selama 35 tahun)  tinggal di Ternate

Sultan Palembang yang memiliki nama kecil Raden Hasan Pageran Ratu  ini lahir di Palembang pada malam Ahad, tanggal 1 Rajab 1181 ( 23 November 1767 M) dari pasangan Sultan Muhamma Bahauddin dan Ratu Agung puteri Datuk Murni bin Abdullah Alhadi.   

Pada hari Selasa, 22 Zulhijah 1218 (12 April 1804) dia dinobatkan menjadi Sultan menggantikan ayahnya.  

Sebagai pemimpin, SMB II sangat disegani, baik kawan maupun lawan. 

Dia juga dikenal sebagai ahli diplomasi, ahli strategi perang, penghapal  Al- Quran (al Hafiz), penyair dan  berwawasan luas. SMB II seorang penuntut ilmu yang konsisten. Beliau gemar membaca sehingga mempunyai perpustakaan pribadi. 

Pada masa pemerintahannya, Sultan menghadapi dua negara kolonial; Inggeris dan Belanda.

Pemicu dasar dari konflik Palembang dengan Inggeris dan Belanda adalah perebutan pulau Bangka sebagai penghasil Timah dan Lada. 

Konflik yang berkepanjangan mengakibatkan terjadinya peperangan. Pada tahun 1811,  SMB II terpaksa  mundur  ke pedalaman akibat marahnya Inggeris atas peristiwa Loji Sungai Aur. 

Kemudian diikuti bentrok senjata dengan Inggeris  di pedalaman pada tahun 1812-1814. 

Setelah selesai konflik dengan Inggeris. Terjadi lagi Perang  Menteng pada tahun 1819. Perang melawan Belanda ini  dimenangkan oleh pihak Palembang.

Terakhir,  pada  tahun 1821, atas  siasat licik, tipu daya dan adu domba oleh Belanda,  SMB II dapat diperdayai dan diasingkan ke Ternate

Atas jasa dan perjuangannya, Pemerintah RI menganugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden No. 63/TK/1984 tanggal 29 Oktober 1984.

Momen 200 Tahun Hari Pengasingan SMB II

Hari pengasingan (4 Syawal atau 3 Juli)  SMB II ke Ternate merupakan momen penting yang mengubah keberadaan Palembang dari negeri berdaulat menjadi negeri taklukan penjajah Belanda. 

Meskipun Belanda kemudian mengangkat adik SMB II,  Husin Diauddin sebagai Sunan dan anaknya Prabu Anom sebagai Sultan Ahmad Najamuddin III pada tahun 1821 namun jelas Belanda berada pada posisi “tuan” yang sepenuhnya mengintervensi jalannya Kesutanan Palembang Darussalam. 

Usia pemerintahan bentukan Belanda ini kemudian hanya bertahan tiga tahun. Lalu, pada 1824 Belanda resmi mengganti kesultanan Palembang Darussalam menjadi Kresidenan Palembang bagian dari kekuasaan jajahan Hindia Belanda.            

Bertolak dari peristiwa sejarah yang ditulis di atas, maka pada momen 200 tahun peristiwa pengasingan SMB II ini sangat perlu diperingati dalam satu kegiatan yang luas sehingga masyarakat, terutama masyarakat Sumatera Selatan bisa lebih mehamami dan mengambil hikmah sejarah perjuangan SMB II dalam melawan penjajah. (*)

7 Fakta 

MENGUTIP Sumsel.idntimes.com, ada 7 fakta menarik tentang SMB II. Berikut penjelasannya :

1. Gambar mata uang pecahan Rp10 ribu

Sejarawan Palembang, Kemas A. R. Panji mengatakan, wajah SMB II Palembang dijadikan gambar utama mata uang rupiah pecahan Rp10.000 yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) periode 2005-2015.

"Pada 20 Oktober 2005 dicetak pertama kali warna merah kemudian berganti warna unggu.

Dimuatnya gambar SMB II atas usulan tokoh Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin III, Prabu Diraja. Wajahnya dilukis oleh Eden Arifin," kata dia.

2. Undangan Pemprov Sumsel

Lahirnya lukisan SMB II, berawal ketika Eden mendapat undangan dari Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan (Pemprov Sumsel) melalui salah satu pejabat bernama Kaprawi Rahim tahun 1982.

Kala itu, Pemprov Sumsel membutuhkan lukisan SMB II sebagai syarat penganugerahan gelar pahlawan nasional asal Sumsel.

Namun, meski tercatat dalam sejarah, bentuk wajah SMB II tidak pernah bisa ditemukan.

3. Lima pelukis luar biasa

Hingga akhirnya, tutur Kemas, berdasarkan informasi dari Mang Amin, Kepala Museum SMB II Palembang, lukisan sosok SMB II lahir atas bantuan jasa empat pelukis lain yakni Manaf, Suharno, Hartopo serta Nuramiyan.

"Hasil karya wajah SMB II dimuat oleh lima pelukis luar biasa," tutur di

4. Hasil mempelajari buku sejarah

Lukisan wajah SMB II yang dimuat oleh kelima pelukis tersebut merupakan hasil penggambaran melalui buku sejarah dengan sosok pria berusia 43 hingga 45 tahun, berkumis tipis dan sedikit memiliki janggut, alis tebal, wajah garang yang memakai kebaya panjang, atau disebut kelamkari dengan tulisan Tauhid tersembunyi.

Pembuatan lukisan SMB II berlangsung cepat, karena Pemprov Sumasel memberikan waktu bagi para pelukis untuk menyelesaikannya dalam 22 hari dengan menerima informasi dari buku sejarah selama satu minggu.

5. Ahli perang

Berusaha keras dengan mempelajari segala ciri-ciri yang didapatkan, kelima pelukis membayangkan sepak terjang SMB II semasa hidup yang masuk kategori ahli perang, dengan berusaha memahami seputar kepribadiannya.

Dengan penambahan berbagai aksesoris Palembang, mulai dari tanjak atau penutup kepala, baju dalaman, keris Palembang serta ikat pinggang yang disebut badong dan motif kembang cengkeh pada kelampari bewarna hijau.

6. Pahlawan sejak 29 Oktober 1984

Tercatat beberapa kali menjadi seorang pemimpin, pemerintah menobatkan SMB II menjadi Pahlawan Nasional tertanggal 29 Oktober 1984 berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (RI) Nomor 063/TK/tahun 1984 sebagai tanda jasanya.

Menjabat dua periode (1803-1813 dan 1818-1821), kepemimpinan SMB II di masa Kesultanan Palembang Darussalam bermula setelah ia menggantikan pemerintahan sang ayah, Sultan Muhammad Bahauddin (1776-1803) yang secara otomatis SMB II merupakan Sultan ke-VIII.

Pernah memimpin pertempuran konflik timah di Bangka.

Pada pertengahan abad ke-18, konflik dimulai karena bangsa Eropa menemukan timah di Bangka.

Sejak saat itu, wilayah tersebut menjadi perebutan kekuasaan dan SMB II tercatat menjadi pemimpin untuk mengatasi konflik yang pernah terjadi.

Semasa hidupnya, SMB II termasuk ahli perang karena pada masa pemerintahannya ia menanamkan semangat perjuangan yang tidak menyerah. Ia pun dijuluki “harimau yang tak terjinakkan” (never a tame tiger) oleh Inggris yang kewalahan ketika menghadapi SMB II. 

* Harimau yang tak Bisa Dijinakkan 
Tulisan kiriman Vebri Al Lintani
Pembakti Kesultanan Palembang Darusalam
 

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved