PRESIDEN Soeharto Pernah Berkata Boleh Bicara Tapi Bibirnya Tidak Boleh Dibuka, Lalu Hal Ini Terjadi

Banyak sekali cerita dan pelajaran yang bisa dipetik dari kepemimpinan Soeharto, salah satunya yakni sikapnya yang berwibawa.

Penulis: Tria Agustina | Editor: Welly Hadinata
Kolase Sripoku.com
Soeharto, Presiden ke 2 Indonesia 

SRIPOKU.COM - Nama Soeharto tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia sebagai presiden kedua Republik Indonesia.

Sosok Soeharto tak hanya dikenal di Tanah Air skala nasional, namun juga di dunia internasional.

Soeharto sebagai Presiden kedua Indonesia yang menjabat dari tahun 1967 sampai 1998, menggantikan Soekarno.

Dikutip dari Wikipedia, di dunia internasional, terutama di Dunia Barat, Soeharto sering dirujuk dengan sebutan populer "The Smiling General" (bahasa Indonesia: "Sang Jenderal yang Tersenyum") karena raut mukanya yang senantiasa tersenyum dan menunjukkan keramahan.

Sebelum menjadi penguasa di Indonesia, ternyata Soeharto jatuh bangun menghadapi kehidupan sehari-harinya.

Begitupun sebelum menjadi seorang Jenderal TNI dan Presiden kedua Indonesia, Soeharto merupakan orang yang berangkat dari desa kecil.

Soeharto menjadi presiden paling lama memimpin di Indonesia yakni selama 32 tahun.

Banyak sekali cerita dan pelajaran yang bisa dipetik dari kepemimpinan Soeharto.

Salah satunya kharisma dan sikap berwibawanya meski hanya menegur orang yang berisik.

Hal ini dibagikan melalui laman Instagram @talentashow belum lama ini.

Momen tersebut bisa dikatakan bersejarah, mengingat lawakan dan candaan khas seorang pemimpin Indonesia yang sangat dikagumi.

Saat itu Presiden Soeharto tengah berbicara di hadapan banyak orang, namun di sela-sela hal tersebut, ia mencoba mengatur para hadirin untuk diam dengan cara yang tak biasa.

"Coba saya minta semua berdiri, kalau sudah berdiri agar supaya boleh bicara tetapi bibirnya tidak boleh dibuka," ujar Soeharto disambut gelak tawa penonton.

"Silahkan ternyata kedengarannya sangat sunyi, kalau bisa sekarang duduk juga seperti keadaan sekarang ini, silahkan duduk," ujarnya diiringi tepuk tangan dari warga yang hadir.

Ini merupakan cara sopan Presiden Soeharto untuk menegur orang-orang yang di sekelilingnya ikut berbicara.

Presiden Soeharto : Saya Lahir di Indonesia, Seandainya Saya Harus Mati, Saya akan Mati di Indonesia

Soeharto menjadi presiden ke-2 setelah Soekarno dan paling lama memimpin Indonesia selama 32 tahun.

Dibalik kesuksesannya menjadi orang nomor satu di Indonesia, siapa sangka kisah Soeharto sebelum menjadi Jenderal TNI dan Presiden kedua Indonesia merupakan orang yang berangkat dari desa kecil.

Berikut ulasan mengenai kisah perjalanan hidup Soeharto dikutip dari laman suar.grid.id.

Soeharto merupakan seorang tentara sebelum ia menjadi Presiden RI.

Banyak orang mengetahui bahwa Soeharto menjadi tentara sejak zaman perang kemerdekaan RI, zaman Soekarno, hingga kemudian menjadi presiden.

Jenderal merupakan pangkat terakhir Soeharto.

Tapi yang menjadi pertanyaan menarik, apa pekerjaan Soeharto sebelum menjadi tentara?

Awalnya, Soeharto merupakan pegawai bank, sebelum akhirnya tertimpa apes.

Ini cerita tentang masa muda dan pekerjaan Soeharto sebelum menjadi tentara dan presiden.

Meski bapak dan ibu kandungnya tak rukun dan terlilit berbagai masalah (terutama masalah ekonomi), Soeharto yang beranjak remaja tetap banyak yang menyayangi serta memperhatikan.

Kalaupun ada yang beda dari sosok Soeharto dibandingkan dengan anak lain yang punya keluarga normal, itu adalah sifatnya yang cenderung pendiam dan tertutup.

Semasa sekolah, Soeharto yang terkenal rajin dan murah senyum ini termasuk lumayan gampang bergaul.

Namun, teman yang benar-benar akrab dengannya hanya sedikit!

Sehari-hari, dia lebih banyak menghabiskan waktunya buat bertani.

Soeharto yang sangat mengagumi pakliknya, Prawirohardjo, paling jago menanam bawang bombai dan bawang putih.

Dipaksa Mundur Pasca 32 Tahun Berkuasa, Begini Isi Teks Pidato Pengunduran Diri Presiden Soeharto

Setelah lulus SD, Soeharto meneruskan ke Schakel School, sebuah sekolah menengah pertama di Wonogiri.

Karena jaraknya jauh dari rumah buliknya, dia pun harus pindah.

Demi bisa terus sekolah, Soeharto rela menumpang tinggal di rumah kakak Sulardi, sahabatnya, di Selogiri.

Soeharto dan Sulardi dapat jatah sekamar berdua.

Belum lama tinggal di sana, kakak Sulardi cerai dengan suaminya.

Terpaksa Soeharto mencari tempat "numpang tidur" yang baru.

Oleh bapaknya, Soeharto dititipkan pada sahabatnya, Hardjowijono.

Seorang pensiunan yang enggak dikarunia anak, yang tinggal di Wonogiri.

Pada 1939, Soeharto menamatkan sekolah menengah pertamanya.

Menjelang ujian kelulusan, gelombang protes bangsa Indonesia terhadap penjajahan pemerintah kolonial Belanda tambah kencang.

Saat itu, Soeharto tak peduli lantaran sedang berkonsentrasi penuh pada ujian kelulusan.

Setelah tamat, Soeharto memutuskan kembali ke Wuryantoro, tempat buliknya (tante).

Soeharto kembali ke sana karena bapaknya tak mampu membiayai melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Maka, Soeharto berniat meminta tolong dicarikan pekerjaan oleh pakliknya (paman).

Presiden Soeharto
Presiden Soeharto (Kolase Sriwijaya Post)

Cerita Perjalanan Karier Soeharto 

Soeharto muda akhirnya bekerja sebagai juru tulis di sebuah bank desa.

Seragam kerjanya blangkon, beskap dan sarung.

Gara-gara seragam kerja inilah Soeharto ketiban apes.

Ceritanya, sarung yang dipakenya tiap hari udah lusuh.

Terus, ia dipinjami oleh buliknya sarung kesayangannya.

Sarung-sarung itu ternyata enggak sengaja nyangkut di jari-jari sepeda yang sedang ia tunggangi.

Peristiwa itu mengakhiri karier Soeharto sebagai juru tulis bank desa.

Cari Peruntungan ke Solo dan Tentara Belanda

Karena menganggur, Soeharto mencoba peruntungan ke Solo.

Sebab saat itu, seorang teman menginformasikan bahwa Angkatan Laut Belanda sedang mencari juru masak.

Tapi, ternyata begitu sampai di Solo, lowongan yang dimaksud tidak ada.

Dengan kecewa, Soeharto kembali ke Wuryantoro.

Dia bekerja serabutan, dari ikut membangun langgar sampai membersihkan selokan air, supaya bisa menyambung hidup.

Tidak lama, Soeharto mendengar informasi lowongan kerja lagi.

Kali ini lowongan bergabung dengan Angkatan Perang Belanda (KNIL).

Daripada tidak ada pekerjaan tetap, pada 1 Juni 1940 Soeharto mantap mendaftar sebagai prajurit.

Soeharto mendapat pelatihan kemiliteran yang superkeras.

Tiap hari dari subuh sampai larut malam, tidak henti-hentinya digembleng fisik dan mental.

Soeharto tidak merasa tertekan.

Kehidupan masa kecilnya yang serba tak pasti, justru membuatnya kepincut dengan disiplin keras dan keteraturan yang diajarkan di sana.

Makanya, Soeharto sukses lulus sebagai kadet terbaik di angkatannya.

Selesai pelatihan, Soeharto dikirim ke Batalyon XIII di Rampal, Malang.

Pada 2 Desember 1940, dia diberi gelar kopral.

Kemudian dia dikirim ke Gombong buat menjalani latihan lanjutan. Dan, begitu lulus dinaikkan pangkatnya jadi sersan.

Baru saja menyandang gelar sersan, tahu-tahu Jepang merapat ke Indonesia.

Jepang menyerang Belanda untuk merebut Indonesia.

Belanda kalah, karier Soeharto sebagai prajurit ikut terhenti.

Dia lalu memutuskan pergi ke Yogyakarta, mencari pekerjaan baru.

Di Yogyakarta, awalnya Soeharto belajar mengetik supaya punya bekal mencari kerja lain.

Tidak lama kemudian, dia jatuh sakit.

Saat dia sedang memulihkan kesehatannya, dia membaca pengumuman bahwa satuan polisi Jepang, Keibuho, membuka lowongan.

Langsung Soeharto mendaftar.

Diterima di Keibuho, karier Soeharto cepat melesat.

Performanya yang bagus tercium ke mana-mana.

PETA atau Pembela Tanah Air, sebuah kekuatan sosial yang didirikan oleh putra-putri negeri untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, membujuk Soeharto bergabung.

Terdorong rasa patriotisme yang besar, Soeharto setuju dan mulai melakukan "dualisme": tetap jadi anggota Keibuho, namun diam-diam ikut PETA.

Dari PETA inilah karier militer dan politik Soeharto di Indonesia bergulir.

Sampai klimaksnya, dia bisa jadi Presiden ke-2 Rl dan berkuasa selama 32 tahun.

SUBSCRIBE US

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved