Mengenang Ulang Sejarah Imlek di Tanah Air
Budaya China juga berpengaruh pada perkembangan teknik produksi dan budidaya berbagai macam komoditas seperti, padi, arak, gula, tiram dan udang
SRIPOKU.COM, JABAR - Perayaan Tahun Baru Imlek sangat ditunggu-tunggu warga Tionghoa.
Pasalnya di saat Imlek inilah mereka bisa berkumpul, menikmati kue hidangan dan saling berkunjung serta mengucapkan selamat merayakan Imlek.
Rumah-rumah dihiasi dengan berbagai pernak pernik Imlek.
Demikian pula halnya dengan kelenteng di berbagai tempat di Tanah Air.
Sejarah Imlek
Karena itu tak ada salahnya untuk mengetahui Sejarah Tahun Baru Imlek.
Apalagi tinggal menghitung hari atau tepatnya pada 12 Desember 2021, warga Tionghoa akan merayakan tahun baru tersebut.
Dilansir dari National Geographic, "Imlek" berasal dari kata "Hokkian" atau dalam bahasa Mandarin disebut Yin Li yang artinya kalender bulan.
Sin Cia adalah sebuah perayaan yang dirayakan oleh petani Tiongkok pada yanggal satu di bulan pertama awal tahun baru.
Perayaan ini juga berhubungan erat dengan pesta perayaan musim semi.
Perayaan Imlek dimulai pada 30 bulan ke-12 dan pada tanggal 15 bulan pertama atau bisa disebut dengan istilah "Cap Go Meh".
• Wajib Ada Saat Imlek, 6 Jajanan Manis Ini Bawa Berkah dan Keberuntungan
Diambil dari buku Nusa Jawa: Silang Budaya- Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris (2005) karya Denys Lombart, pada permulaan masehi masyarakat China mulai berimigrasi ke Indonesia, saat itu juga perayaan imlek muncul.
Seorang pendeta yang bernama Fa Hsien kerap kali berlayar dari China menuju India dan sebaliknya.
Pada 412, Fa Hsien berlayar dari Sri Lanka tetapi kapalnya diterjang badai.
Lalu Fa Hsien mendarat di Yawadwi yang sekarang bernama Pulau Jawa dalam bahasa Sansekerta.
Budaya China berpengaruh bagi masyarakat Asia Tenggara, khususnya masyarakat Jawa.
Hal tersebut berpengaruh pada aspek kebudayaan dan juga kehidupan sehari-hari.
Budaya China juga berpengaruh pada perkembangan teknik produksi dan budidaya berbagai macam komoditas seperti, padi, arak, gula, tiram, udang, dan lain sebagainya.
China juga memberikan pengaruh pada kongsi, kemaritiman, perdagangan, dan moneter di Jawa.
Pada masa Orde Baru, warga Tionghoa mengalami kekangan pemerintah.
Presiden Shoeharto mengeluarkan sebuah Intruksi Presiden No 14/1967 tentang pembatasan agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tiongkok.
Inpres tersebut menetapkan seluruh uoacara agama, kepercayaan, serta adat istiadat Tiongkok hanya boleh dirayakan pada ruang lingkup tertutup.
Dengan Cap Go Meh tidak dirayakan secara terbuka.
• Wajib Ada Saat Imlek, 6 Jajanan Manis Ini Bawa Berkah dan Keberuntungan
Salah satu tarian China yaitu Barongsai dan Liong juga dilarang dipertunjukkan kepada ruang publik.
Kebijakan tersebut dikeluarkan karena pada Orde Baru dikhawatirkan muncul kembali bibit komunis melalui etnis Tionghoa.
Bahkan etnis Tionghoa juga dianjurkan menikah dengan penduduk setempat dan menanggalkan bahasa, agama, kepercayaan serta adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari.
Era Reformasi
Pada masa tersebut, Gus Dur diangkat menjadi presiden yang ke-4 dan memberikan kebebasan beragama bagi masyarakat Tionghoa.
Hal tersebut ditandai dengan terbitnya Keputusan Presiden Nomor 19/2001 pada tanggal 9 April 2001 dan meresmikan Imlek sebagai hari libur yang mana hanya berlaku bagi yang merayakannya.
Kebijakan Gus Dur kemudian disempurnakan oleh Presiden Megawati.
Ia menerbitkan sebuah keputusan Presiden RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek sebagai Hari Libur Nasional.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jua mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Perd.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967.
Keppres tersebut berisi penghapusan istilah China dengan kembali ke etnis Tionghoa.
Sampai saat ini Imlek telah diakui kembali.
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul "Sejarah Tahun Baru Imlek di Indonesia"