Jangan Dianggap Sepele, Segera Lunasi Utang Jika tak Mau Alami Hal Ini Dalam Hidup
Sayangnya, sebagian umat Islam ada yang seringkali melupakan hutangnya, entah itu karena lupa atau memang seolah tak mau membayarnya.
Penulis: Ahmad Sadam Husen | Editor: Yandi Triansyah
SRIPOKU.COM -- Utang seolah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan manusia.
Meski beberapa kebutuhan hidup dirasa sudah terpenuhi, tetap saja keinginan untuk memiliki sesuatu yang lebih selalu muncul.
Jika sudah begini, ditambah dengan tidak mampunya menahan diri, maka berutang sering menjadi salah satu jalan yang ditempuh.
Melansir dari dompetdhuafa.org, agama Islam sendiri telah mengatur hukum mengenai utang dan piutang.
Dalam bahasa Arab, hutang disebut dengan "Al-Qardh" yang secara etimologi artinya adalah "memotong".
Sedangkan, menurut syar'i atau kaidah Islam memiliki makna memberikan harta dengan dasar kasih sayang kepada siapapun yang membutuhkan dan dimanfaatkan dengan benar, serta akan dikembalikan lagi kepada yang memberikan.
Maka itu ini disebut juga sebagai pinjaman.
Hutang diatur dalam Islam karena memang merupakan salah satu sektor kecil dalam urusan ekonomi ummat.
Hutang juga bukan saja dilakukan oleh orang yang tidak mampu, namun juga oleh orang yang mampu atau memiliki banyak harta.
Banyak sekali permasalahan dan konflik yang hadir dari soal hutang.
Oleh karena itu apapun yang bisa berdampak pada permasalahan sosial, Islam pasti akan mengatur, setidaknya secara prinsip umum karena persoalan teknis bisa saja berubah.
===
Dalil Islam tentang Berhutang

Karena Islam cukup konsen terhadap permasalahan hutang, maka ada beberapa dalil yang berkaitan dengan hal tersebut.
Berikut ini adalah beberapa dalil yang Islam berikan terkait permasalahan utang, yang perlu dierhatikan.
1. Jangan Meninggal dalam Keadaan Berhutang
Islam melarang umatnya untuk meninggal dalam keadaan memilili hutang.
Hutang bisa menjadi pemberat dan penghapus kebaikan kita kelak dihisab di akhirat.
Seperti yang disampaikan oleh hadits berikut.
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah)
2. Jiwa Orang yang Berhutang Masih Menggantung
“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi).
Hadits ini menunjukkan bahwa hutang yang belum dibayar menjadi pemberat dan membuat jiwa kita tidak diterima terlebih dahulu.
Untuk itu, jangan sampai hal ini terjadi.
Saat kita masih hidup di dunia, maka segerakanlah kewajiban membayar hutang.
3. Tidak Berniat Membayar Utang, Maka Dia Pencuri
Yang lebih parah dari berhutang adalah ketika mereka tidak berniat untuk membayar dan menyelesaikan hutangnya.
Mereka akan diberikan status sebagai pencuri karena menggunakan dan memakan uang yang bukan haknya.
Ini sama seperti pencuri.
Sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:
“Siapa saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah)
4. Dosa Utang Tidak Terampuni Walau Mati Syahid
Hutang yang tidak dibayar adalah dosa.
Sekalipun mati syahid, dosa hurang masih belum terampuni.
Mungkin karena hutang erat kaitannya dengan hak harta orang lain.
Sama seperti kita mengambil harta orang lain sedangkan kita tidak mengembalikannya.
Disebutkan mengenai hal tersebut dalam hadits berikut, “Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.” (HR. Muslim)
5. utang adalah Suatu yang Memberatkan Hidup di Dunia dan Akhirat
Ibnul Qoyyim dalam Al Fawa’id (hal. 57, Darul Aqidah) mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah dari berbuat dosa dan banyak hutang karena banyak dosa akan mendatangkan kerugian di akhirat, sedangkan banyak utang akan mendatangkan kerugian di dunia.”
Rasulullah SAW sampai meminta kepada Allah untuk diauhkan dari hutang.
Hal ini menunjukkan bahwa hutang memang memberatkan manusia dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat.
Untuk itu, berdoa dan berikhtiarlah agar kita diajuhi dari hutang dan dari ketidakmampuan kita membayar hutang.
===
Jika Harus Berhutang

Jika harus berhutang, maka harus perhatikan hal-hal berikut ini jika akan melaksanakannya.
Hutang memang tidak dilarang dalam Islam, namun harus dipertimbangkan hal-hal berikut ini sebelum melakukannya.
1. Keadaan yang Terpaksa
Hutang diperbolehkan jika memang dalam kondisi yang terpaksa.
Terutama untuk kebutuhan mendesak atau kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan.
Usahakan untuk tidak berhutang untuk kebutuhan konsumtif atau kebutuhan sekuder atau tersier.
Pastikan dan hitung terlebih dahulu serta tentukan apakah kita benar-benar mampu membayarnya di kemudian hari, agar berhutang lebih rasional.
2. Jika Harus Berhutang, Niatkanlah untuk Membayarnya
Jika harus berhutang, maka niatkanlah untuk segera membayarnya.
Jangan sampai kita terjebak pada hutang dan menunda-nundanya sampai akhirnya ada godaan untuk tidak mau membayarnya.
Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits.
Dari Abu hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang mengambil harta orang lain (berhutang) dengan tujuan untuk membauarnya (mengembalikannya), maka Allah SWT akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa yang mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasinya), maka Allah akan membinasakannya”. (HR Bukhari)
3. Transaksi yang Tertulis
Usahakan dalam setiap transaksi hutang piutang maka harus ada saksi dan juga bukti tertulis.
Hal ini agar tidak terdapat konflik atau permasalahan di waktu yang akan datang.
Misalnya, tidak mengakui hutang, tidak merasa berhutang, atau hal-hal lain yang membuat hutang gagal bayar.
4. Hindari Riba
Riba adalah salah satu cara pengembangan harta yang diharamkan oleh Islam.
Jangan sampai kita terjebak oleh riba.
Riba adalah hal yang mencekik dan kita sebagai orang yang berhutang akan terlilit.
Orang yang memberikan riba tentu saja berdosa, tapi juga jangan lupa bahwa keputusan untuk berhutang atau tidak ada dalam diri kita sendiri.
Hindarilah dan jangan sampai terjebak olehnya.
5. Segera Lunasi Utang
Rasulullah SAW bersabda: “Menunda (pembayaran) bagi orang yang mampu merupakan suatu kezaliman.” (HR Bukhari).
Untuk itu sebelum kita menjadi orang-orang yang dzalim, maka segera lunasi hutang kita.
Apalagi jika kita memiliki kemampuan dan harta yang mumpuni untuk segera membayar hutang.
Jangan tunda dan jangan biarkan hutang menumpuk dalam hidup kita.
Bagaimanapun, hutang adalah beban yang harus ditanggung dan diselesaikan.
Berdoalah kepada Allah memohon rezeki yang berkah agar apa yang menjadi tanggungan tersebut dapat kita selesaikan dengan baik sesuai amanah dan perjanjian dengan pemberi hutang.
Salah satu rezeki yang berkah akan terbuka salah satunya dengan bersedekah.
Insya Allah, sedekah akan menjadi magnet rezeki kita di dunia dan bekal untuk kelak di akhirat.
===
Segera Lunasi
Jika sudah terlilit hutang, maka wajib bagi yang berhutang untuk melunasi hutang secepatnya tanpa menunda-nunda.
Sayangnya, sebagian umat Islam ada yang seringkali melupakan hutangnya, entah itu karena lupa atau memang seolah tak mau membayarnya.
Hal ini terus terbawa hingga mati dan sayangnya, ia justru tidak mewasiatkan kepada keluarga untuk menyelesaikan masalah hutang tersebut.
Meski telah meninggal, kewajiban hutang tetap harus dilunasi.
Perlu diketahui bahwa pelunasan hutang di akhirat sungguh sangat merugikan bagi orang yang meninggalkan hutang di dunia.
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Barang siapa yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham." (HR Ibnu Majah).

===
Merupakan sebuah kerugian besar saat amal kebaikan yang sudah kita kumpulkan selama di dunia harus diambil dan diberikan kepada si pemberi hutang karena kita tak mampu membayarnya saat masih hidup di dunia.
Akan tetapi dimasa kini, seolah sangat terlihat jelas bagaimana beberapa orang-orang seakan meremehkan hutang.
Ketika ia membutuhkannya, maka sikapnya akan memelas kepada yang menghutangkan dan rela melakukan apa saja demi mendapatkan pinjaman.
Tapi jika ia diminta untuk membayar, sikapnya berubah.
Ada yang menghilang, ada yang seolah lupa, ada yang selalu memberi alasan dan menunda, bahkan tka jarang ada yang justru bersikap temperamental saat hutangnya ditagih.
Tak salah jika kini banyak orang yang enggan memberi hutang.
Hal ini kerap menjadi peluang bagi para rentenir untuk memanfaatkan keadaan dimana jika si penghutang tidak bisa membayar, maka ia akan berhadapan dengan debt kolektor dan masalah yang panjang.
Hal ini justru dikarenakan kesalahan orang-orang sendiri yang enggan melunasi dan terkesan melalaikan hutang.
Padahal di zaman Rasulullah, orang yang berhutang tidak akan disalatkan oleh Rasulullah, meski ia melakukan banyak kebaikan.
Dari Salamah bin Akwa Radhiyallahu Anhu, ia berkata :
"…. Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “Salatkanlah dia!” Beliau bertanya “Apakah dia meninggalkan sesuatu” Mereka menjawab “Tidak ada”. Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab, “Ada tiga dinar.” Beliau berkata, “Salatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qatadah berkata “Wahai Rasulullah salatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya.” Kemudian beliau pun menyolatinya. (HR Bukhari).
Karenanya Rasulullah menyebut jika orang yang membayar hutang adalah sebaik-baik manusia.
Jikalau tidak mampu melunasinya, maka bayarlah sebagian dahulu karena hal ini akan menimbulkan hubungan baik antara penghutang dengan yang menghutangkan.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.” (HR Bukhari).
Semoga kita selalu berhati-hati dalam berhutang dan segera melunasinya jika memiliki hutang, agar amalan baik yang kita lakukan tidak hilang di akhirat kelak. Wallahu A’lam
===