3 Bank Syariah Segera Merger, OJK belum Yakin Ekonomi Syariah Berkembang di Sumsel, Banyak Hambatan
Ada tujuh disrupsi ekonomi syariah yang membuat sistem ekonomi ini begitu sulit berkembang di Indonesia, termasuk di Sumsel.
Penulis: Jati Purwanti | Editor: Refly Permana
Laporan wartawan Sripoku.com, Jati Purwanti
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Tiga bank syariah nasional akan segera dilakukan penggabungan (merger) pada Februari 2021.
Mergernya bank syariah milik Himbara ini diprediksi aka meningkatkan performa dan aset perbankan syariah yang ujungnya akan meningkatkan perkembangan ekonomi syariah di tanah air.
Menurut Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional VII Sumatra Selatan, Untung Nugroho, penggabungan bank syariah memang akan menjadi kekuatan ekonomi syariah baru.
Namun, untuk di Sumsel, pengembangan ekonomi syariah menuai berbagai hambatan.
Baca juga: KEPALA Puskesmas Menjerit Histeris, Lihat Nakes Bawa Jarum Suntik Hendak Vaksinasi Covid 19
Adapun rinciannya yaitu, pertama, masih rendahnya market share di tingkat Sumsel yang hanya enam persen atau lebih kecil dibanding market share nasional.
Kedua, literasi keuangan syariah juga masih rendah, yakni indeks literasi 8,9 persen dan inklusi syariah sebesar 9,1 persen.
Sementara itu indeks literasi dan inklusi nasional sebesar 38 dan 76 persen.
"Selain itu, produk syariah masih terbatas dibanding produk perbankan konvensional.
Adopsi teknologi belum memadai dibanding bank konvensional dan pemenuhan SDM belum optimal," ujarnya, Minggu (24/1/2021).
Untung menambahkan, OJK memiliki kebijakan pengembangan keuangan syariah dengan memperkuat dukungan infrastruktur dan pembiayaan dari hulu dan hilir, mendorong lembaga jasa keuangan untuk membangun kawasan industri halal.
Baca juga: Warga Tolak Ganti Rugi Pembangunan Tol Lubuklinggau-Bengkulu, Kadis PUPR: Rencana tidak Berubah
"Di sisi lain OJK juga mendukung inisiatif bank wakaf mikro di berbagai institusi Islam, seperti pesantren," jelasnya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumsel, Hari Widodo, mengatakan Indonesia berada di peringkat empat ekonomi dan keuangan syariah global.
Posisi ini di bawah Malaysia yang berada di urutan pertama disusul oleh Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab.
Sementara itu, sektor ekonomi syariah lainnya, seperti wisata halal, kosmetik dan produk kecantikan, obat dan kesehatan, fesyen dan zakat juga sangat besar sekali potensinya.
Semua potensi besar ekonomi syariah ini diharapkan bisa membangkitkan ekonomi syariah di tanah air.
"Jangan sampai Indonesia hanya menjadi pangsa pasar industri syariah saja, padahal potensinya sangat besar.
Indonesia harus bisa menjadi tuan rumah bagi ekonomi syariah, jangan cuma sebagai sasaran industri ekonomi syariah saja," ujar Hari.
Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Sumsel, Achmad Syamsuddin, menyebutkan, ada tujuh disrupsi ekonomi syariah yakni bonus demografi, pertumbuhan kelas menengah, urbanisasi, pembangunan infrastruktur, dana desa, teknologi digital, dan saling ketergantungan global.
Baca juga: Dewan Kesenian Sumsel Siap Dampingi Dewan Kesenian Lahat Kembangkan Potensi Seni Budaya
Ketujuh faktor tersebut ikut mempengaruhi perekonomian syariah. Syamsyudin memberikan contoh misalnya saja potensi wakaf di tanah air sangat besar yang mencapai Rp72 triliun.
Potensi zakat yang besar ini bisa dimanfatakan dengan menggandeng fintech ramah zakat karena pemanfaatan teknologi digital saat ini sudah semakin mudah.
"Hambatan masih rendahnya literasi dan inklusi keuangan syariah perlu ditingkatkan untuk membangkitkan potensi ekonomi syariah," terang Achmad.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Raden Fatah, DR. Heri Junaidi, MA menjelaskan, ekonomi syariah di Sumsel memiliki hambatan karena belum adanya master plan sehingga belum muncul gerakan sinergisitas.
Selama ini pemerintah, jelas Heri, lembaga keuangan dan institusi lainnya masih bergerak sendiri-sendiri untuk mensosialisasikan ekonomi syariah.
"Padahal, seharusnya jika dilakukan sinergi bersama maka realisasi perekomian syariah di Sumsel akan terwujud dengan baik," jelasnya.
Hambatan lain untuk pengembangan ekonomi syariah di Sumsel yaitu belum menyentuh akar rumput, produk ekonomi belum dipahami secara komperhensif karena ekonomi syariah masih sebagai alternatif bukan solusi.
Baca juga: Dewan Kesenian Sumsel Siap Dampingi Dewan Kesenian Lahat Kembangkan Potensi Seni Budaya
"Tata kelola manajemen resiko sektor halal masih belum memadai, pemanfaatan teknologi belum optimal pada industri halal dan gerakan literasi syariah belum menyentuh lapisan masyarakat dan belum responsif gender," tambah Heri.
Menurut Heri, untuk membangun peran menuju sinergitas tersebut perlu dilakukan upaya oleh berbagai pihak yakni pemerintah provinsi atau pemerintah daerah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan pemuatan aspek hukum dan koordinasi.
Tak hanya itu, perguruan tinggi di Sumsel juga harus berperan sebagai pondasi membangun master plan ekonomi syariah.
"Lembaga keuangan syariah dan lembaga sosial syariah di Sumsel mencetak berbagai produk ekonomi syariah yang dipahami semua. Pondok pesantren sebagai pusat pelatihan syariah. Intinya semua harus berperan." kata Heri.
