Wong Kito

Epri Warga Tanjung Batu Impikan Halaman Rumah Jadi Hutan Bonsai, Tak Mudah Tapi tidak Mustahil

Di sekitar halaman rumah Epri, terdapat 35 batang tanaman bonsai baik yang belum jadi, setengah jadi dan sudah jadi bahkan pernah ikut kontes.

Editor: Refly Permana
tribunsumsel.com/agung
Epri menunjukkan tanaman bonsai Hujan Emas dengan warna daun hijau muda kekuningan. Ini merupakan satu dari 35 batang bonsai yang ada di halaman rumah Epri di Desa Seri Bandung, Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir. 

SRIPOKU.COM, INDRALAYA - Eprianto atau biasa dipanggil Epri merupakan seorang pecinta tanaman bonsai asal Desa Seri Bandung, Kecamatan Tanjung Batu, Ogan Ilir.

Bapak dua anak berusia 32 tahun ini sudah sejak lima tahun lalu hobi mengoleksi bonsai yang dipajang di halaman rumahnya.

"Hobi koleksi bonsai ini sejak lima tahun lalu, tahun 2016," kata Epri di kediamannya di Seri Bandung, Sabtu (16/1/2021).

Baca juga: Biodata & Profil Arief Rachman Mertua Syekh Ali Jaber, Bangga Punya Menantu Berilmu Tinggi dan Sopan

Dengan raut wajah tampak serius, Eprianto memotong dahan-dahan batang cemara yang baru ia dapatkan dari seorang penjual tanaman hias.

Batang cemara setinggi hampir satu meter itu dililit menggunakan kawat khusus untuk membentuk alur dahan batang.

Batang cemara ini merupakan satu dari puluhan tanaman yang sedang dipersiapkan Eprianto untuk dijadikan tanaman bonsai untuk beberapa tahun depan.

Di sekitar halaman rumah Epri, terdapat 35 batang tanaman bonsai baik yang belum jadi, setengah jadi dan sudah jadi bahkan pernah ikut kontes.

Jenis-jenis bonsai yang menghiasi lingkungan tempat tinggal Epri, diantaranya Serpang, Cemara, Sapu-sapu, Boksus, Kingkit, Merton, Asam Jawa, Sakura Mikro, Hujan Emas, Kemuning, Sancang, Beringin dan bahkan Adenium atau biasa disebut Kamboja.

"Kalau jenis yang paling banyak itu seperti Serpang, Beringin, dan Cemara," kata Epri.

Baca juga: Video Guru SMP N 41 Palembang 100 Persen Nikmati Wifi Gratis

Pemandangan puluhan tanaman bonsai yang disusun rapi, menambah keelokan halaman rumah Epri yang ditumbuhi rerumputan.

Namun untuk mewujudkan suasana alam berupa hutan bonsai di dalam pekarangan rumah seluas 30 meter persegi, bukan perkara mudah.

Selama dua tahun Epri mengaku belajar otodidak cara membentuk batang dan dahan berdasarkan gerak dasar bonsai itu.

"Dua tahun pertama, saya belajar dari YouTube bagaimana cara merawat batang agar jadi bonsai.

Benar-benar belajar otodidak tanpa dimentori siapapun," ungkap lulusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sriwijaya (Unsri) tahun 2010 ini.

Belajar dari YouTube tak membuat Epri langsung lihai soal cara membuat bonsai.

Selama dua tahun belajar, selama itu pula dia gagal terus.

Baca juga: 60 Daftar Kata Gaul Tahun 2021, Kata Terhits di Tiktok, Twitter & IG, Paling Baru Istilah Kata Ilham

Namun, Epri mengaku tak pantang menyerah hingga ia bisa berkat kegigihannya.

"Saya tidak menyerah karena sejak kuliah saya memang suka tanaman. Pas di tahun ketiga, baru saya mulai bisa mempelajari sifat tanaman dan cara membuat bonsai," tutur Epri.

"Pengalaman gagal terus, kemudian saya dapat pengetahuan dari praktik itu sendiri, makanya bisa," imbuhnya.

Epri menjelaskan, bagi pemula, perlu diketahui bahwa bonsai memiliki kriteria keindahan yakni gerak dasar pada akar, batang dan dahan.

Gerak dasar ini menentukan bagaimana gerak batang dan dahan agar terbentuk alur tumbuh tanaman yang indah.

"Kalau misalnya batang tanaman keras, maka tidak bisa dipaksakan. Jadi pola pembentukannya mengandalkan alur dahan yang kita ikat pakai kawat. Namanya gaya tegak lurus meliuk."

"Kalau batang tanaman lentur, maka bisa kita tentukan gerak batang ke samping atau miring, ke bawah melebihi alas pot tanaman. Ini dinamakan gaya air terjun," jelas Epri.

Baca juga: Video Umi Nadia Masih Bersedih! Ini Fakta Lain Syekh Ali Jaber Bercita-cita Lahirkan Penghafal Quran

Butuh waktu dua hingga empat jam untuk membentuk alur batang maupun akar tanaman setinggi hampir satu meter.

Setelah itu, tanaman diberi pupuk untuk memacu pertumbuhannya.

Beberapa bulan kemudian, tanaman yang tumbuh akan diseleksi batang atau dahan mana yang akan dijadikan pergerakan dasar atau tampilan utama bonsai.

"Dengan dahan yang baru dan gerak dasarnya yang ideal, kita lilitkan kawat pada dahan tersebut. Bahkan jika dirasa batang utama gerak dasarnya tidak menjanjikan, kita pangkas saja. Biar kita mainkan gerak dasar dahan saja," jelas Epri.

Butuh waktu tiga hingga lima tahun untuk membentuk pergerakan bonsai yang elok.

Bahkan untuk jenis tanaman tertentu, kata Epri, ada tanaman yang perlu waktu tujuh tahun untuk menjadi bakal bonsai.

Faktor cuaca juga mempengaruhi bonsai tumbuh dengan baik.

"Cuaca panas itu paling ideal untuk tanaman bakal bonsai. Tapi bukan berarti tidak butuh air dan sekali," kata Epri.

Pada daftar koleksi bonsai milik Epri, ada beberapa yang sudah tampak alur eloknya di akar, batang dan dahan.

Baca juga: Video Nasib Raffi Ahmad, Polisi Periksa Tempat Pesta Artis di Mampang, Suami Nagita Minta Maaf

Bahkan ada dua jenis bonsai milik Epri yang masuk peringkat tiga besar of kontes bonsai tingkat kecamatan pada Oktober 2020 lalu.

"Tanaman yang Beton dan Sapu-sapu masuk tiga besar. Lumayan, artinya apa yang saya pelajari dan lakukan bertahun-tahun, mulai ada hasilnya," ungkap Epri.

Bahkan tanaman bonsai jenis Sapu-sapu hasil kreasi Epri pernah laku terjual seharga Rp 1,7 juta.

Tanaman lainnya, juga pernah dilego mulai dari harga Rp 200 ribu ke atas.

"Harga bonsai tergantung jenis, ukuran, bonggol maupun batang," ujar Epri.

Dari puluhan batang bonsai yang dimiliki, ada jenis Hujan Emas.

"Kalau jenis Hujan Emas ini bonsai pertama saya. Tapi sepertinya yang ini tidak akan dijual," kata Epri seraya tertawa.

Di masa pandemi ini, selain meraup keuntungan, bagi Epri, merawat tanaman bonsai menimbulkan kesenangan tersendiri untuk meningkatkan imun agar tak mudah terjangkit virus.

Baca juga: Video Nasib Raffi Ahmad, Polisi Periksa Tempat Pesta Artis di Mampang, Suami Nagita Minta Maaf

Bahkan saking getolnya merawat tanaman, Epri melakukan aktivitas merawat bonsai di saat larut malam.

"Kadang kalau belum bisa tidur, lihat-lihat bonsai. Di mas pandemi, merawat bonsai ini bisa jadi alternatif hobi yang juga untuk menambah pendapatan. Syaratnya harus tekun dan sabar," ujarnya.

Epri juga tergabung dalam organisasi pecinta tanaman yang dinamakan Penggemar Bonsai Penesak (PBP) beranggotakan 100 yang dibentuk pada pertengahan 2020 lalu.

Penesak sendiri merupakan nama suku asli yang tinggal di wilayah Tanjung Batu dan sekitarnya.

"Kalau mau belajar, berbagi ilmu, tukar pikiran mengenai bonsai, inilah wadah kami. Tanaman bonsai ini tidak ada musimnya dan sangat menyenangkan serta menjanjikan," kata Epri sambil terus melilitkan kawat pada batang Cemara, sejak wawancara dimulai.

Penulis: Agung Dwipayana 

Sumber: Tribun Sumsel
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved