Sriwijaya Air Jatuh
Mengapa Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 Jatuh
KECELAKAAN pesawat terbang seperti terjadi pada Sriwijaya Air SJ-182 Sabtu (9/1) lalu, tidak serta merta bisa diketahui penyebabnya

Oleh : Moch S Hendrowijono
Pengamat Transportasi dan Telekomunikasi/Mantan Pemimpin Redaksi Sriwijaya Post
KECELAKAAN pesawat terbang seperti terjadi pada Sriwijaya Air SJ-182 Sabtu (9/1) lalu, tidak serta merta bisa diketahui penyebabnya. Beda dengan kecelakaan – misalnya truk yang menabrak kendaraan lain yang datang dari arah berlawanan, yang bisa jadi karena sopir mengantuk atau remnya blong.
Ada juga kemungkinan lain dari setiap kecelakaan di jalan raya, namun kecelakaan pesawat udara sangat sulit ditentukan penyebabnya dan biasanya terjadi akibat lebih dari satu penyebab. Sikap Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pun, sama dengan NTSB (National Transportation Safety Board) di Amerika.
Keduanya tidak akan menjustfikasi satu penyebab kecelakaan pesawat, tetapi terbatas hanya menyampaikan penyebab yang paling mungkin, yang harus segera ditanggapi dengan perbaikan aturan dan atau mekanika. Apalagi jika itu terjadi pada kecelakaan fatal sehingga tidak ada saksi hidup yang bisa ditanyai, kecuali serpihan-serpihan tersisa, selain kotak hitam (black box), atau rekaman percakapan di kokapit (VCR – voice cokpit recorder).
Dalam setiap kecelakaan, selalu ada faktor manusia yang jadi penyebab, kemudian faktor mesin, lalu faktor cuaca, yang kalau di penerbangan menjadi faktor yang cukup menentukan. Faktor manusia selalu ditekan dengan dilakukannya medical check up (pemeriksaan kesehatan) setiap enam bulan sekali, selain yang penting, cek kecakapan (proficiency check- atau profcek) untuk melihat apakah si pilot masih terampil.
Profcek dilakukan secara berkala di depan simulator, yang juga harus dilakukan untuk pilot yang cukup lama –menurut takaran dunia penerbangan, tidak terbang. Misalnya karena pandemi seorang pilot sempat dirumahkan, kalau ia mau terbang harus melakukan dua cek tadi.
Menjadi pilot tidak cukup hanya diukur tekanan darahnya. Jika dalam Medec ternyata pilot terdeteksi mengalami kecenderungan penyakit jantung, ia langsung tidak lulus dan grounded, tidak bsa terbang lagi.
Pesawat juga sama, terutama ketika masa pandemi Covid-19 ini, dua pertiga dari puluhan ribu pesawat di dunia diparkir, sehingga ketika pesawat akan diterbangkan lagi, harus dilakukan cek mekanik. FAA (Federal Aviation Agency) menetapkan, untuk pesawat yang sedikitnya 7 (tujuh) hari tidak diterbangkan, harus dilakukan pemeriksaan oleh mekanik berserktifikat.
Pernah satu pesawat milik salah satu perusahaan penerbangan di Eropa jatuh gara-gara pesawat itu diterbangkan setelah selama lebih dari dua minggu diparkir karena perusahaan kekurangan biaya operasional. Penyebabnya sepele, lubang pipa pengukur kecepatan (pitot tube) – yang mengukur kuatnya angin yang masuk yang jadi bahan menghitung kecepatan pesawat – telah dihuni oleh ngengat sehingga si pipa agak tersumbat.