Vaksin Covid 19
KABaR SIang INI, Inggris AKhirnya Hentikan Vaksinasi Pfizer Tahap 2 Selama 14 Hari : AS Jalan Terus
Kepala Petugas Medis Inggris mempertahankan rencana mereka pekan ini untuk menunda dosis kedua vaksin Pfizer/BioNTech bagi pasien
SRIPOKU.COM, AS--Pakar penyakit menular Amerika Serikat (AS) Dr Anthony Fauci menegaskan tak sepakat dengan pendekatan Inggris untuk menunda dosis kedua vaksin Pfizer/BioNTech.
Pada Jumat (1/1/2021) kepada CNN, Dr Fauci mengatakan, AS tak akan mengikuti jejak Inggris dan akan mengikuti panduan Pfizer/BioNTech untuk memberikan dosis kedua vaksinnya, tiga minggu setelah yang pertama.
Meski ada protes dari pada dokter, Kepala Petugas Medis Inggris mempertahankan rencana mereka pekan ini untuk menunda dosis kedua vaksin Pfizer/BioNTech bagi pasien.
Dengan keputusan tersebut, artinya, orang-orang akan menunggu hingga 12 minggu ke depan untuk vaksinasi berikutnya.
The Guardian melaporkan, lewat kebijakan tersebut pihak terkait ingin memprioritaskan untuk memberi lebih banyak orang dosis pertama vaksin.
"Kami tahu dari uji klinis bahwa waktu optimas adalah memberikannya pada satu hari dan tunggu 28 hari," kata Dr Fauci kepada CNN.
"Untuk Pfizer, 21 hari kemudian," paparnya.
Dr Fauci lantas menambahkan "meski Anda dapat membuat argumen untuk memperpanjang dosis" dia tak akan mendukung hal tersebut.
Pfizer/BioNTech Peringatkan Pentingnya Dosis Ke-2
Sementara itu, Pfizer dan BioNTech memperingatkan bahwa dosis kedua vaksin penting untuk mencapai perlindungan maksimal terhadap Covid-19.
"Kami tak memiliki bukti bahwa dosis pertama saja akan melindungi pasien setelah tiga minggu," ujar pihak Pfizer/BioNTech.
Di Inggris, langkah baru ini akan diterapkan pada orang-orang yang mengharapkan dosis kedua vaksin Pfizer/BioNTech setelah 4 Januari 2021.
Pasien yang mendapatkan suntikan pertama dari vaksin AstraZeneca/Oxford yang baru disetujui juga harus menunggu hingga 12 minggu.
Dalam sebuah pernyataan pada Kamis malam, Chris Whitty, Kepala Petugas Medis Inggris, dan rekan-rekannya di Wales, Skotlandia dan Irlandia Utara memberikan tanggapannya.
Mereka dukungan atas keputusan untuk menunda dosis kedua, demi memastikan lebih banyak orang dapat menerima dosis pertama sesegera mungkin.
"Kami harus mengikuti prinsip kesehatan masyarakat dan bertindak cepat jika kami ingin mengalahkan pandemi yang merajalela di komunitas kami, dan kami yakin publik akan memahami dan berterima kasih kepada kami atas tindakan tegas ini," ujarnya.
KASUS di SWISS
Setahun setelah wabah Covid-19 menyebar di seluruh dunia, untuk saat ini dunia fokus dalam pengembangan vaksin Covid-19.
Ada beberapa negara yang berlomba-lomba mengembangkan vaksin.
Negara-negara Eropa terutama Jerman pun tidak absen dalam hal ini.
Calon vaksin terkuat mereka adalah Pfizer/BioNTech, yang kemudian didistribusikan ke negara Eropa lain.
Salah satunya adalah ke Swiss.
Rupanya, ada berita menarik mengenai penggunaan calon vaksin Covid-19 di Swiss.
Dikutip Tribunmedan.com dari Intisari Online, pada 24 Desember kemarin, sosok kakek ini divaksinasi dengan Pfizer/BioNTech.
Namun hanya dalam rentang waktu seminggu saja, ia meninggal dunia di panti jompo tempatnya tinggal di Lucerne, Swiss.
Rupanya, ada beberapa hal yang dirahasiakan oleh panti jompo tempatnya tinggal.
Hingga saat ini, otoritas Swiss masih menampik hubungan kematiannya dengan suntik vaksin Covid-19.
Dikutip dari Zeitpunkt.ch, media lokal Swiss, dokter rumah yang bertanggung jawab atas panti jompo itu tidak dihubungi oleh tim vaksinasi.
Hal itu menyebabkan para dokter tidak mengetahui penyebab asli mengapa anggota panti jompo ada yang meninggal setelah disuntik vaksin Covid-19.
Kakek itu menderita demensia, lalu mengeluh sakit perut dan saluran kencing pada Sabtu kemarin.
Selanjutnya, tekanan darahnya menurun dan denyut nadinya melonjak.
Keesokan harinya dokternya malah baru diberitahu, tapi pasien meninggal tidak lama kemudian.
Setelah kakek tersebut meninggal barulah diketahui, jika ia mengalami reaksi negatif terhadap vaksinasi flu yang sebelumnya dilaksanakan.
Kakek itu tenang, tapi perutnya mengeras dan mengalami sakit dengan tekanan luar biasa.
Senin sebelumnya, panti jompo tidak melaporkan kondisi pasien tersebut, dan dokter baru mengetahui kondisi umum pasien yang memburuk pada Selasa setelahnya.
Pasien itu sebelumnya terhitung sehat, tapi bisa meninggal tanpa vaksinasi.
Sampai saat ini Swiss telah menerima 107 ribu dosis vaksin, dan mengharapkan mendapat 250 ribu lagi dimulai tahun depan seperti dikutip dari Reuters.
Negara itu sudah mencatat 5 kasus varian virus Corona dari Inggris dan 2 kasus varian Afrika Selatan.
Kasus kematian setelah menerima vaksinasi Covid-19 juga terjadi di Israel.
Tercatat lansia berumur 75 tahun juga meninggal setelah mendapat vaksinasi Covid-19.
Namun kematiannya sudah dipastikan berasal dari serangan jantung dan bukan karena vaksinasi.
Sementara itu dituliskan di New York Times, BPOM Amerika Serikat (FDA) telah menuliskan daftar efek samping yang bisa terjadi beberapa hari pertama setelah vaksinasi Pfizer/BioNTech.
Fokus FDA adalah reaksi alergi akut, yang juga terjadi pula dengan vaksin Moderna.
Sistem laporan efek samping vaksin dari CDC AS tunjukkan tingkat keracunan bisa terjadi 2.8% dalam 5 hari setelah vaksinasi dengan bahan dari Pfizer/BioNTech.
Artinya dalam kasus 112.807 vaksinasi, akan ada 3.150 "Kejadian Dampak Kesehatan" yang terjadi, yang bisa meliputi tidak bisa bekerja dan sampai memerlukan pengobatan medis.
Angka 2.8% bukanlah angka yang kecil, terutama untuk negara dengan jumlah populasi kecil seperti Swiss dan negara Eropa lain.
Disebutkan jika seluruh populasi Swiss divaksinasi, maka akan ada tambahan kasus penyakit sebesar 240 ribu, lebih dari 13 kali lipat jumlah kasus pasien yang dirawat di rumah sakit dengan Sars-CoV-2.
Jika perbandingan efek samping dikonfirmasi, pertanyaan yang akan muncul adalah manfaat vaksinasi memang sepadan dengan risikonya.
Ironisnya lagi, berita yang awalnya menyebar mengenai kejadian ini menghilangkan beberapa fakta kuat seperti vaksinasi dilaksanakan tanpa sepengetahuan dokter, atau mengenai intoleransi pasien atas vaksin flu.
Hal itu mengaburkan fakta bahwa kesalahan berada di pihak panti jompo, bukan dari vaksin sendiri.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Tak Ingin Ikuti Jejak Inggris, Dr Anthony Fauci Tegaskan AS Takkan Tunda Dosis Kedua Vaksin Covid-19, https://www.tribunnews.com/internasional/2021/01/02/tak-ingin-ikuti-jejak-inggris-dr-anthony-fauci-tegaskan-as-takkan-tunda-dosis-kedua-vaksin-covid-19?page=all.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie