Terkait SKB Pemerintah, Begini Respon Pengurus FPI Sumsel, Tunggu Sikap Pusat 'Kita Linier'

Pengurus FPI Sumsel, angkat bicara soal dihentikannya seluruh aktivitas FPI oleh pemerintah.

Editor: Yandi Triansyah
SRIPOKU.COM/ABDUL HAFIZ
Ketua FPI Sumsel, Habib Mahdi 

SRIPOKU.COM - Pengurus FPI Sumsel, angkat bicara soal dihentikannya seluruh aktivitas FPI oleh pemerintah.

Ketua FPI Sumsel Habib Mahdi mengatakan, pihaknya masih menunggu keputusan dari FPI pusat, mengingat pihaknya belum mengetahui informasi langsung dari FPI, hanya melalui media.

"Kita masih menunggu pernyataan sikap dari FPI pusat, rencana pukul 16.00 wib akan ada jumpa pers oleh FPI pusat di Petamburan," kata Habib Mahdi saat dihubungi, Rabu (30/12/2020).

Dijelaskan Habib, dengan belum adanya sikap dari FPI pusat, maka pihaknya belum bisa berkomentar banyak.
Namun, apapun sikap FPI pusat, pihaknya sebagai pengurus di daerah siap melaksanakannya.

"Jadi belum ada sikap apapun, dan kita akan ikuti apa putusan pusat, karena kita linear," tandasnya.

Menteri Koordinator POlitik Hukum dan Keamanan Mahfud MD meminta jika ada organisasi yang mengatasnamakan FPI, harus ditolak dan dianggap tidak ada.

Hal ini seiring telah keluarnya keputusan pemerintah untuk membubarkan FPI.

Mahfud MD menegaskan Front Pembela Islam tak lagi memiliki legal standing, baik sebagai organisasi massa maupun organisasi biasa.

Untuk itu, dia meminta aparat di tingkat pusat maupun daerah untuk menolak segala kegiatan FPI.

"Berdasarkan peraturan perundang-undangan dan sesuai dengan putusan MK Nomor 82 PUU 11 Tahun 2013 tertanggal 23 Desember tahun 2014, pemerintah melarang aktivitas FPI dan akan menghentikan setiap kegiatan yang dilakukan FPI karena FPI tak lagi mempunyai legal standing," kata Mahfud saat konferensi pers yang ditayangkan Kompas TV, Rabu (30/12/2020).

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini mengatakan, sejak 21 Juni tahun 2019, secara de jure FPI telah bubar sebagai organisasi masyarakat.

Namun, sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan yang bertentangan dengan hukum, seperti tindak kekerasan, sweeping atau razia secara sepihak, provokasi, dan sebagainya.

Pelarangan kegiatan FPI ini dituangkan dalam keputusan bersama 6 pejabat tertinggi di kementerian/lembaga, yakni Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika. Kemudian, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Terlibat Teroris

Mulai Rabu (30/12/2020), Pemerintah resmi membubarkan Front Pembela Islam ( FPI).

Pembubaran FPI tertuang melalui Surat Keputusan Bersama Nomor 220/4780 Tahun 2020, Nomor M.HH/14.HH05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII Tahun 2020, dan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

Sebelum membubarkan FPI, pemerintah telah merinci pertimbangan-pertimbangan, dan pada akhirnya memutuskan pembubaran FPI tersebut.

Pemerintah mencatat sejumlah aktivitas anggota FPI yang bertentangan dengan hukum.
Bahkan, ada puluhan pengurus dan anggota FPI yang terlibat tindak pidana terorisme.

"Bahwa pengurus dan atau anggota FPI maupun yang pernah bergabung dengan FPI berdasarkan data sebanyak 35 orang terlibat tindak pidana terorisme," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Rabu (30/12/2020).

Dari 35 orang tersebut, kata Eddy, 29 orang di antaranya telah dijatuhi pidana.

Tak hanya itu, tercatat ada 206 pengurus dan anggota FPI yang terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya.

Dari angka tersebut, 100 di antaranya telah dijatuhi hukuman pidana.

Pemerintah juga menyampaikan, FPI kerap kali melanggar ketentuan hukum lantaran melakukan berbagai tindakan razia atau sweeping di tengah masyarakat.

Padahal, kegiatan tersebut sebenarnya menjadi tugas dan wewenang aparat penegak hukum.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Menteri Dalam Negeri Republik, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kapolri, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memutuskan untuk menghentikan dan melarang kegiatan FPI.

"Menyatakan Front Pembela Islam adalah organisasi yang tidak terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, sehingga secara de jure telah bubar sebagai organisasi kemasyarakatan," kata Eddy.

Alasan FPI Dibubarkan

Keputusan pembubaran FPI ini disetujui oleh enam pejabat tinggi di kementerian maupun lembaga negara.

"Pelanggaran kegiatan FPI ini dituangkan di dalam keputusan bersama enam pejabat tertinggi di kementerian dan lembaga," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dikutip dari Kompas TV, Rabu (30/12/2020).

Adapun keenam pejabat tersebut adalah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate. Kemudian, Kapolri Jenderal Pol Idham Azis, Jaksa Agung ST Burhanuddin, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafly Amar.

Keenamnya menuangkan Surat Keputusan Bersama Nomor 220/4780 Tahun 2020, Nomor M.HH/14.HH05.05 Tahun 2020, Nomor 690 Tahun 2020, Nomor 264 Tahun 2020, Nomor KB/3/XII Tahun 2020, dan Nomor 320 Tahun 2020 tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.

Wakil Menkumham, Edward Omar Sharif Hiariej yang membacakan SKB itu mengatakan, salah satu pertimbangan sebagaimana dalam keputusan adalah untuk menjaga kemaslahatan ideologi Pancasila.

"Bahwa untuk menjaga eksitensi ideologi dan konsensus dasar bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, keutuhan NKRI, dan Bhinekka Tunggal Ika," kata Eddy Hiariej, saat membacakan SKB.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mahfud MD: FPI Tak Lagi Punya Legal Standing",

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved