Ini Yang Harus Dilakukan Pemerintah Sebelum Melakukan Proses Belajar Tatap Muka Januari 2021
Kebijakan pemerintah untuk kembali menggelar sekolah tatap muka mendapat berbagai tanggapan dari masyarakat.
SRIPOKU.COM -- Kebijakan pemerintah untuk kembali menggelar sekolah tatap muka mendapat berbagai tanggapan dari masyarakat.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) DR. Dr. Aman B Pulungan, Sp.A(K) mengatakan, banyak hal yang perlu jadi pertimbangan sebelum memutuskan kegiatan belajar dengan tatap muka.
Selain itu tes PCR atau swab jadi pertimbangan ketika memutuskan sekolah tatap muka.
Semua murid, guru, dan pegawai harus diswab dulu. Ketika sekolah berjalan, lalu ada yang positif, bagaimana mitigasi nya?.
Apalagi kasus positif Covid-19 di Indonesia juga masih meningkat. Data Kamis (3/12/2020) tercatat ada 8.369 kasus baru sehingga menjadi 557.877 orang.
Satu dari sembilan kasus komfirmasi Covid-19 adalah anak usia 0-18 tahun. Data pada 27 November 2020, menunjukan proposi kematian anak dibanding seluruh kasus kematian Covid-19 di Indonesia mencapai 3,2 persen dan merupakan tertinggi di Asia Pacific.
Anak yang tidak bergejala atau bergejala ringan dapat menjadi sumber penularan orang di sekitarnya.
Bukti-bukti juga menunjukkan bahwa anak juga dapat mengalami gejala Covid-19 yang berat dan mengalami suatu penyakit peradangan hebat yang diakibatkan infeksi Covid-19 yang ringan yang dialami sebelumnya.
“Harus ada penilaian, apakah sekolah tersebut mampu atau tidak melaksanakan kegiatan tatap muka. Kalau tidak mampu jangan dilakukan. Dinilai mampu ada kriterianya, ada cek listnya. Guru dan pegawai kepatuhannya gimana, baru muridnya.
Orangtua juga harus dilakukan pelatihan (tentang Covid-19). Kalau sudah siap, semua harus di tes swab, guru, pegawai dan muridnya,” kata Dr Aman saat seminar media tentang pendapat IDAI terkait rencana transisi pembelajaran tatap muka yang akan dimulai per Januari 2021, secara daring pada Kamis (3/12/2020).
Baca juga: Pemangkasan Libur Akhir Tahun, Tidak Berdampak Besar Bagi Pertumbuhan Ekonomi
Baca juga: Vaksinasi Virus Corona Bisa Berhasil Jika Didukung Protokol Kesehatan 3M
Baca juga: Harga Bahan Pangan Dunia Naik Tajam, Beban Negara Bagi 45 Negara
Pembukaan sekolah tatap muka bahkan di negara maju dimana, swab dilakukan dan pemantauan lewat CCTV tetap membuat murid positif Covid-19.
Ia mencontohkan di Australia dimana ada 15 sekolah yang dijadikan pilot project. Dengan protokol yang ketat, 15 sekolah itu dinilai setelah 1 bulan sekolah tatap muka.
Ternyata ada 18 yang positif, 9 murid dan 9 guru serta pegawai. Setelah ditracking, tertular bukan dari rumah atau transportasi tapi dari sekolah. Padahal ke 15 sekolah tersebut telah melakukan protokol kesehatan dengan ketat.
Begitu juga di Singpura. Berbeda dengan di Australia, murid yang positif saat sekolah tatap muka, setelah ditracking, penularan Covid-19 bukan terjadi di sekolah, tapi di transportasi.
Anak-anak sekolah di Singapura berangkat ke sekolah banyak yang berjalan kaki dan menggunakan transportasi umum. Saat di transportasi umum itulah, anak-anak sekolah terkena. Kemungkinan karena mereka lengah saat makan dan minum, sehingga membuka masker, mengobrol di perjalanan.
“Hal-hal inilah kita minta kesiapan semua daerah ketika akan membuka sekolah tatap muka,” tegas dokter Aman.
Dari perhitungan Warta Kota, Tes PCR/Swab membutuhkan biaya yang tidak murah. Untuk satu tes swab diperlukan biaya Rp 900.000.
Sedangkan rapid tes walaupun lebih murah Rp 150.000 namun akurasinya kurang. Sehingga disarankan tes swab. Saat ini dari 90 juta anak-anak 60 juta diantaranya anak sekolah.
Bila 60 juta anak sekolah di tes swab dibutuhkan dana Rp 5,4 triliun. Belum lagi bila ada kasus positif di satu sekolah, maka sekolah itupun harus di tes swab lagi seluruhnya.
“Pastikan anak-anak sudah dites PCR dengan hasil negative bukan rapid ketika mulai sekolah. Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa melindungi anak-anak agar selamat di masa pnademi ini,” katanya.
Sikap IDAI sekolah tatap muka januari 2021
Dokter Aman mengatakan, mengenai keputusan Pemerintah membuka sekolah tatap muka pada Januari 2021, tepat atau tidak bukan ranah IDAI.
Namun, IDAI siap memberikan rekomendasi tergantung wilayahnya. Situasi di Indonesia yang luas ada ketidaksamaan situasi. Sehingga perlu dicermati tiap wilayah. Ada daerah yang sangat taat menjalankan protokol kesehatan, ada yang terisolir, ada wilayah yang punya fasilitas kesehatan ada yang tidak ada. Sangat beragam.
“Sekolah paling belakang untuk dibuka, sementara pasar, pusat perbelanjaan, restoran, kantor sudah dibuka lebih dulu, tapi kantor masih ada WFH (work from home). Walaupun sudah dibuka, sejak awal anak-anak tidak dianjurkan ke tempat umum apalagi ke pusat perbelanjaan,” kata dokter Aman. Hal ini untuk menghindari lamanya kontak di kerumunan.
Kesehatan mental akibat PJJ
Terkait yang pro untuk segera sekolah tatap muka, yang dikedepankan adalah orangtua dan anak lebih stress ketika melakukan PJJ.
Menurut Aman, seringkali pertimbangan untuk sekolah tatap muka karena anak-anak dianggap lebih stress PJJ. Padahal ada penelitian tingkat stress anak lebih besar bukan saat pandemi.
“Ada penelitan maaf belum dipublikasi, ternyata anak-anak yang stress saat pandemi lebih kecil dibandingkan bukan saat pandemi,” katanya.
Dari data itu, pengurus pusat IDAI masih memandang PJJ masih lebih aman di tengah pandemic saat ini.
Berikut beberapa pernyataan pendapat IDAI mengenai transisi pembelajaran tatap muka:
1. Menimbang dan memperhatikan panduan dari World Health Organization (WHO), publikasi ilmiah, publikasi di media massa,dan data Covid-19 di Indonesia maka saat ini IDAI memandang pembelajaran jarak jauh (PJJ) lebih aman.
2. Pada kelompok anak yang tinggal di sekolah berasrama, peran keluarga sebagai komunitas terdekat anak terbagi antara keluarga di rumah dengan lingkungan sekolah dan asrama. Sehingga penting bagi pihak penyelenggara sekolah untuk melaksanakan pemenuhan kebutuhan dasar tumbuh kembang, bimbingan dan pendidikan perilaku sesuai yang telah diuraikan sebelumnya. Sebaiknya dilakukan pengaturan keluar masuk lingkungan sekolah dengan tujuan meminimalkan risiko penyebaran penyakit.
3. Keputusan membuka sekolah untuk memulai kegiatan tatap muka dapat berbeda-beda dari satu daerah dengan daerah lainnya di Indonesia, karena dipengaruhi berbagai faktor. Sedapatnya keputusan membuka dan menutup kembali sekolah dalam waktu singkat dihindari, karena berdampak pada rutinitas keseharian anak dan keluarga. diperlukan suatu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi setempat, juga melibatkan berbagai pihak terkait dalam upaya kesehatan dan kesejahteraan anak.
4. Kebijakan pembukaan sekolah di masing-masing daerah harus meminta pertimbangan dinas kesehatan dan organisasi profesi kesehatan setempat dengan memperhatikan apakah angka kejadian dan angka kematian Covid-19 di daerah tersebut masih meningkat atau tidak.
5. Pihak sekolah hendaknya pertama-tama memenuhi standar protokol kesehatan dengan memastikan dukungan fasilitas yang memadai sesuai anjuran atau petunjuk teknis yang terpenuhi selama kegiatan berlangsung. Perlu adanya mekanisme pemantauan pemenuhan apabila terdapat murid,guru, dan atau staf yagn sakit dan terkonfirmasi Covid-19.
Bagi orangtua persetujuan pembelajaran tatap muka, diantaranya perlu mempertimbangkan:
1. Anak sudah mampu melaksanakan kebiasaan cuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak dengan memadai.
2. Apakah anak masih memerlukan pendampingan orangtua saat sekolah?bila masih sebaiknya anak masih di rumah dulu saja.
3. Apakah anak memiliki komorbid (penyakit penyerta) yang dapat meningkatkan risiko sakit parah bila tertular Covid-19.
4. Periksa apakah sekolah sudah memenuhi standar protokol kesehatan yang berlaku.
5. Pertimbangkan rencana transportasi, bekal makanan dan minuman, masker, pembersih tangan, dan lainnya.
6. Ajari anak untuk mengenali tanda dan gejala awal sakit.
7. Ajarkan anak untuk berganti baju, mandi, membersihkan perlengkapannya setiap pulang dari sekolah.