Berita Palembang
Waspada! Ada 2.120 Kasus DBD di Sumsel Tahun Ini, 41 Persen Diderita Anak-Anak, Palembang Tertinggi
Masyarakat harus lebih waspada terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Bulan November-Desember
Penulis: maya citra rosa | Editor: Yandi Triansyah
Laporan wartawan Sripoku.com, Maya Citra Rosa
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Masyarakat harus lebih waspada terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada Bulan November-Desember, karena kasus cenderung diperkirakan menanjak hingga puncaknya pada bulan Januari.
Meskipun pada tahun 2020 ini, kasus DBD di Provinsi Sumsel mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya.
Setidaknya ada 2.120 kasus DBD dengan menyebabkan tiga orang meninggal dunia di Kabupaten Banyuasin, Muara Enim dam Muratara.
Penanggung Jawab Program DBD Dinas Kesehatan Provinsi Sumsel, Dion Atika Framasari, SKM, MKM menjelaskan bahwa dari 17 kabupaten kota di Sumsel, tiga wilayah dengan kasus DBD tertinggi yaitu Kota Palembang, Prabumulih dan Banyuasin.
Sedangkan menurut kelompok usia, sebanyak 41 persen penderita DBD di Sumsel banyak diderita pada kelompok usia 5-15 tahun atau anak-anak.
"Selain itu, kalau menurut gender, laki-laki lebih banyak menderita DBD, dengan persentase sebesar 54 persen laki-laki dan 46 persen diderita oleh perempuan," ujarnya.
Tingginya kasus pada akhir tahun ini salah satunya disebabkan dengan perubahan iklim, dimana musim hujan kurang diwaspadai akan banyaknya jentik-jentik nyamuk di lingkungan sekitar.
Juga kepadatan penduduk dapat menyebabkan penularan DBD, dengan tingkat kesadaran masyarakat itu sendiri, DBD seharusnya dapat dicegah.
"Hampir di semua kabupaten kota masalah kebersihan lingkungan belum dapat dikatakan baik, oleh karena itu semua masyarakat dituntut untuk terus melakukan menguras, menutup dan mengubur (3M)," ujarnya dalam live talk bersama Sripoku TV, Rabu (19/11/2020).
Dia juga membenarkan jika menuju bulan November dan Desember memang biasanya kasus mulai menanjak, dan terus akan meningkat hingga awal tahun berikutnya.
"Iya memang pencegahan harus dilakukan mulai dari sekarang, bulan-bulan ini memang bagus untuk kita melakukan pencegahan," ujarnya.
Selain itu, Kasi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Palembang, Yudhi Setiawan mengatakan data kasus DBD pada Januaro-Oktober 2020 di Kota Palembang terdapat 414 kasus.
Menurutnya, data kasus DBD tahun ini paling terendah dari tahun-tahun sebelumnya. Namun pihaknya belum dapat menyimpulkan apa penyebab kasus DBD menurun.
"Apakah memang DBD yang berkurang atau faktor masyarakat ke faskes, karena pandemi Covid-19, masyarakat cenderung menahan diri, kita belum dapat menyimpulkan penyebabnya," ujarnya.
Gejala yang hampir mirip seperti demam antara DBD dengan Covid-19 membuat masyarakat merasa khawatir jika membawa keluarganya ke rumah sakit atau puskesmas.
Hal ini memerlukan pemahaman masyarakat bahwa antara DBD dengan Covid-19 itu berbeda.
DBD memiliki empat fase hingga bisa melewati masa kritis, maka penderita dapat selamat, namun jika fase kritis pada hari kedua dan ketiga demam tidak terus berlanjut, maka dikhawatirkan dapat menyebabkan kematian.
"Banyak yang takut jika ke rumah sakit atau puskesmas nanti akan diswab, dan dinyatakan Covid-19, padahal pemeriksaan dilakukan sesuai prosedur yang berlaku," ujarnya.
Yudhi juga melihat bahwa ada potensi kasus DBD selama tahun 2020 ini banyak yang tidak terdeteksi, yang seperti pada tahun 2019 dan sebelumnya, pada Bulan November seharusnya kasus menanjak.
Sedangkan pada bulan Januari nanti kasus akan mencapai puncaknya. Hal ini menurutnya pada bulan ini untuk
tindakan pencegahan tepat sekali dilakukan.
"Kita melihat hampir kunjungan rumah sakit dan puskesmas
2020 menurun rata-rata 50 persen, kita harapkan masyarakat mempunyai kesadaran, dimana jika gejala suhu tinggi mengarah ke DBD, segera ke faskes," ujarnya.
Upaya ini juga dapat menekan angka kematian, dimana jika semakin cepat kasus ketemu,semakin cepat penanganan DBD.
Tidak hanya itu, fakta lainnya sebanyak 200 kasus DBD di Palembang berasal dari kelompok usia 5-14 tahun.
Dinkes Palembang mengira bahwa penularan DBD pada anak-anak terjadi di sekolah, namun ternyata hal tersebut tidak berpengaruh, kasus DBD terjadi di rumah-rumah.
"Ternyata meskipun sekolah daring, tetap saja penularan DBD tetap terjadi, dan angka tertinggi memang pada anak-anak," ujarnya.
Selain itu, Kecamatan Sukarami memiliki 58 kasus DBD tertinggi, yang mengartikan bahwa kepadatan dan mobilitas penduduk tetap menjadi penyebab terjadinya banyak kasus DBB.
"Kita melihat bahwa DBD ini justru di tempat air yang bersih, dimana banyak jentik nyamuk, juga kepadatan yang berjarak 100 meter pun nyamuk bisa menyebabkan DBD," ujarnya.