Tuding Ada Sejumlah Penipuan Pilpres, Tim Kampanye Trump Tidak Bisa Tunjukan Bukti Kepada Hakim
Tim kampanye Donald Trump tidak bisa menjawab pertanyaan hakim. Apakah mereka ada bukti penipuan yang banyak mereka tuduhkan
SRIPOKU.COM - Tudingan Donald Trump bahwa telah dicurangi dalam pemilihan presiden AS, sepertinyatidak didukung bukti yang kuat.
Kepada hakim di pengadilan Pennsylvania, tim kampanye Donald Trump tidak dapat menunjukkan tanda bukti adanya penipuan dari 592 surat suara yang mereka gugat.
Seorang hakim bertanya kepada pengacara tim kampanye Trump selama sidang pengadilan di Pennsylvania pekan ini, tentang salah satu dari banyak tuntutan hukum yang diajukkan pihaknya terhadap pemilu AS.
Apakah mereka telah menemukan tanda-tanda penipuan dari 592 surat suara yang digugat? Ternyata Jawabannya, tidak.
"Menuduh orang melakukan penipuan adalah langkah yang cukup besar," kata pengacara, Jonathan Goldstein seperti yang dilansir dari Associated Press pada Kamis (12/11/2020). “Kami semua hanya mencoba menyelesaikan pemilihan,” imbuhnya.
Trump dinilai tidak begitu berhati-hati, bersikeras tanpa bukti bahwa surat suara pemilu untuknya telah dicuri, bahkan ketika pejabat pemilu di seluruh negeri dari kedua partai mengatakan tidak ada konspirasi yang terjadi.
Pada Rabu (11/11/2020), Trump menyasar Philadelphia, kubu Demokrat yang membantu mendorong Joe Biden memperoleh 270 suara Electoral College yang diperlukan untuk memenangkan pemilihan. Presiden menuduh pejabat pemilu Partai Republik setempat, Al Schmidt, mengabaikan "tumpukan tindak korupsi dan ketidakjujuran".
Sementara, Twitter telah menandai setiap tweet Trump yang mengarah pada klaim penipuan pemilu yang diperdebatkan, untuk menghindari disinformasi menyebar. Tim loyalis Trump telah mengajukan setidaknya 15 gugatan hukum di Pennsylvania dalam upaya untuk merebut kembali 20 suara elektoral negara bagian itu.
Mereka juga mengajukan tuntutan di Georgia, Arizona, Nevada, dan Michigan. Di pengadilan, para pengacara sang presiden AS ke-45 ini harus menempuh mempertaruhkan antara mengadvokasi klien dan menegakkan sumpah profesional mereka.
Ahli etika hukum dan aktivis pro-demokrasi telah mempertanyakan partisipasi para pengacara dalam upaya hukum itu, di mana Trump berkeras terhadap kekuasaan dan di satu sisi transisi ke presiden terpilih haruslah berjalan.
"Masalah utama di sini mungkin upaya untuk menenangkan ego, tetapi ada konsekuensi dunia nyata yang muncul dari hal itu," kata profesor Loyola Law School, Justin Levitt, mantan pejabat pemilihan Departemen Kehakiman.
“Upaya untuk menenangkan ego presiden bukanlah kejahatan tanpa korban,” ujar Levitt. Schmidt mengatakan kepada CBS "60 Minutes" bahwa kantornya telah menerima ancaman pembunuhan hanya karena penghitungan suara.
"Dari dalam ke luar, semuanya terasa sangat gila," kata Schmidt dalam wawancara yang disiarkan pada Minggu (9/11/2020). “Penghitungan suara pada atau sebelum hari pemilihan oleh pemilih yang memenuhi syarat bukanlah korupsi. Itu tidak curang. Itu adalah demokrasi," ujarnya.
Namun, para pemilih yang tak terhitung, menerima klaim Trump tentang pemilihan yang curang dan menyumbang untuk dana hukumnya. Sebuah firma hukum yang terlibat dalam gugatan pemilihan, Porter Wright Morris and Arthur yang berbasis di Ohio, tampaknya menghapus unggahannya Twitter pada Selasa (10/11/2020) setelah mendapatkan banjir serangan.
Perusahaan itu menolak menjawab pertanyaan dari Associated Press tentang feed tersebut, dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan pada Rabu, yang mengatakan bahwa mereka memiliki sejarah panjang dalam pemilihan umum.