Cerita Kesaktian Panglima Perang Jambi, Muncul di Banyak Tempat dan Gempur Belanda di Wilayah Sumsel

Pada tahun 2020 ini, Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada 6 tokoh bangsa di Istana

Editor: Hendra Kusuma
Istimewa/handout
Cerita Kesaktian Panglima Perang Jambi, Muncul di Banyak Tempat dan Gempur Belanda di Wilayah Sumsel 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG-Nama Raden Mattaher merupakan salah satu dari enam tokoh di Indonesia yang menerima anugerah sebagai pahlawan nasional.

Sebuah perjalanan panjang karena beberapa kali pemerinta Jambi mengusulkan nama Raden Mattaher sebagai pahlawan nasional.

Pada tahun 2020 ini, Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin menganugerahkan Gelar Pahlawan Nasional kepada 6 tokoh bangsa di Istana Negara, Jakarta.

Penyerahan gelar pahlawan nasional kepada 6 tokoh termasuk Raden Mattaher ini,  diselenggarakan Presiden Jokowi untuk memperingati hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November.

Sebab, nama Raden Mattaher diusulkan sebagai pahlawan nasional, sebab perlawanan Mattaher merupakan simbol dari perlawanan rakyat Jambi.

Dimana Raden Mattaher memimpin rakyat Jambi untuk melawan pejajaran dari pemerintahan Belanda kala itu.

Mengenai penyerahan atau penganugerahan gelar pahlawan nasional ini, seperti dilansir Tribunnews, bahwa pemberian gelar pahlawan secara resmi dilakukan setelah rangkaian kegiatan Presiden pada hari Pahlawan.

Dikatakan oleh Menteri Sosial Juliari Batubara dalam konferensi pers virtual Kementerian Sosial, Jumat (6/11/2020)., bahwa calon penerima gelar pahlawan nasional akan disampaikan langsung oleh Bapak Presiden di Istana Negara pada tanggal 10 November.

"Setelah acara upacara ziarah nasional," ujar Menteri Sosial Juliari Batubara dalam konferensi pers virtual Kementerian Sosial, Jumat (6/11/2020).

Menurut Juliari,  penentuan tokoh yang akan mendapat gelar pahlawan tersebut dilakukan melalui mekanisme yang telah ditetapkan, baik itu di Kementerian Sosial maupun Dewan Gelar. Sehingga keenam tokoh tersebut berasal dari berbagai latar belakang dan wilayah di Indonesia memang memiliki syarat penting.

Seperti diketahu, di antaranya Maluku Utara dan Papua Barat, yang belum pernah memiliki Pahlawan Nasional, kemudian termasuk Raden Mattaher.

"Jadi Provinsi Maluku Utara dan Papua Barat memang belum pernah memiliki pahlawan nasional. Apabila tidak ada perubahan, Insya Allah akan diberikan gelar pahlawan nasional pada tahun ini," katanya.

Kini, enam tokoh yang dianugerahi gelar pahlawan nasional tahun ini telah berjasa dalam perjuangan di berbagai bidang untuk mencapai, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Sejarah Panjang Perjuangan Raden Mattaher

Seperti diketahui, Dikenal jagoan, cerdik, mampu bertempur dan menguasai strategi, Raden Mattaher Jadi Pahlawan Nasional setelah ditetapkan oleh Presiden Jokowi.

Sebuah perjalanan panjang bagi sosok Raden Mattaher Jadi Pahlawan Nasional, sebab harus melalui kajian dan semua kelengkapan lainnya layaknya pahlawan nasional.

Tentunya, penobatan Raden Mattaher Jadi Pahlawan Nasional memang pantas, sebab rekam jejaknya sangat jelas.

Dia tak hanya berjuangan mengusir penjajahan Belanda di Jambi saja, tetapi hingga ke areal perbatasan Sumsel, provinsi yang menjadi tentangga provinsi Jambi.

Tercatat Raden Mattaher pernah menggempur dan mengusir Belanda di Bayunglincir Muba, yang kini menjadi salah satu kecamatan areal kekuasan Kabupaten Muba.

Tak hanya itu, Raden Mattaher membuat pusing Belanda dengan berbagai kemenangan yang dia raih dalam pertempuran di areal Jambi.

Dalam pertempuran, kelebihan Raden Mattaher adalah, berada di beberapa tempat dalam waktu bersamaan ketika memimpin pertempuran.

Diusul Beberapa Kali Baru Dikabulkan

Seperti diketahui penobatan ini, setelah beberapa kali pengusulan, akhirnya Kementerian Sosial menetapkan Panglima Perang Raden Mattaher sebagai pahlawan nasional.

Sebab, daya juang Raden Mattaher dalam menumpas serdadu Belanda telah menginspirasi rakyat Jambi.

Selain itu,  gerakannya identik dengan perlawanan rakyat kala itu.

Namanya telah terpatri di rumah sakit, jalan, yayasan pendidikan, bahkan lapangan tembak.

Bersama Depati Parbo, Raden Mattaher telah ditetapkan sebagai pahlawan Jambi.

"Alhamdulilah, Raden Mattaher telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional," kata Kepala Dinas Sosial Provinsi Jambi Arief Munandar melalui sambungan telepon, Sabtu (7/11/2020).

Presiden Joko Widodo, menyerahkan gelar pahlawan nasional untuk Raden Mattaher kepada ahli warisnya, Ratumas Siti Aminah Ningrat (Nina) didampingi Pemprov Jambi pada 10 November ini.

Arief mengakui pengusulan Raden Mattaher sebagai pahlawan nasional sudah dilakukan beberapa kali karena syaratnya cukup berat.

Ia menyebutkan sejumlah syaratnya, yakni harus ada buku, kajian akademis, data otentik, pembentukan panitia anugerah dari kabupaten/kota sampai provinsi dan kelompok diskusi terpumpun (FGD).

"Syarat paling penting, sang pahlawan tidak pernah tunduk dan menyerah kepada Belanda," kata Arief.

Jambi tidak hanya mengusulkan nama Raden Mattaher, tetapi juga Depati Parbo.

Namun baru Singo Kumpeh yang diakui negara.

Seperti diketahui, Silsilah Raden Mattaher Peneliti Sejarah dari Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNP) Kepri, Dedi Arman dalam bukunya, Raden Mattaher Pejuang Rakyat Jambi Melawan Kolonial, menuturkan Raden Mattaher adalah keturunan dari Sultan Thaha Saifuddin, pahlawan nasional dari Jambi.

Hubungannya adalah ayah Raden Mattaher bernama Pangeran Kusin merupakan anak Pangeran Adi, saudara kandung Sultan Taha Syaifudin.

Apalagi, Raden Mattaher terlahir dari pasangan yang berkuasa di Sikamis, sekarang Desa Kasang Melintang, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun.

Ayahnya adalah Raden Kusin bergelar Pangeran Jayoningrat bin Pangeran Adi bin Sultan Mochammad Fachruddin.

Ibunya adalah Ratumas Esa (Tija).

Ibu Raden Mattaher merupakan kelahiran Mentawak, Air Hitam Pauh, yang dahulunya adalah daerah tempat berkuasanya Temenggung Merah Mato.

Raden Mattaher lahir tahun 1871 dan meninggal ditembak di rumahnya sendiri, dalam sebuah operasi Belanda, pada 10 September 1907.

Bara pertempuran Singo Kumpeh Kondisi Kesultanan Jambi sebelum Sultan Thaha Saifuddin naik tahta pada 1855 begitu lemah.

Perjanjian-perjanjian dengan pihak kolonial sangat merugikan Jambi.

Perang mulai berkecamuk setelah Sultan Thaha membatalkan semua perjanjian dengan Belanda.

Dia pun mengangkat beberapa panglima perang, salah satunya adalah Raden Mattaher.

Mendapat mandat untuk menyingkirkan Belanda, Raden Mattaher membangun barisan pertahanan dan perlawanan di berbagai daerah seperti Sarolangun, Merangin, Bungo, Muarojambi, Kumpeh, Pematang Lumut, Merlung dan Muarotembesi.

Perlawanan Raden Mattaher meletus pertama kali di Kumpeh.

Perang Kumpeh adalah perlawanan terlama kepada Belanda, periode waktunya antara 1890 hingga 1906.

Dia menguasai perang gerilya dan pertempuran maritim.

Semua peperangan di sepanjang Sungai Batanghari membuat Belanda takluk.

Kemampuan mengatur serangan dan mampu memenangkan peperangan di darat dan sungai, membuat dia berjuluk Singo Kumpeh.

Dikenal "Sakti" Muncul di Banyak Tempat dalam Waktu Bersamaan

Raden Mattaher begitu tangkas dan cerdik, terkadang dia berperang di ulu Jambi, terkadang berada di hilir, Kumpeh.

Orang mengira ia sedang memimpin pasukan di Kumpeh, sambung Arman, padahal dia sedang memimpin pasukan di Tebo.

Kawan-kawannya sendiri pun kagum tentang ketangkasan ini.

Raden Mattaher juga dikenal dengan sosok yang selalu menepati janji. Ia sempat berujar bahwa

“Aku besok berada di sini atau di situ”.

Apa pun yang dijanjikannya selalu ditepati. Kabar kemenangan demi kemenangan perang yang dicapai Raden Mattaher sampai ke telinga residen Belanda di Palembang.

Pihak Belanda pun sangat murka dan marah.

Menurut Arman, di mata petinggi Belanda, Raden Mattaher adalah seorang yang keras kepala, tidak mudah ditaklukkan dan seorang lawan yang gesit dan ditakuti.

Puncak keganasan Raden Mattaher berhasil menaklukkan pos pasukan Belanda di Bayung Lencir.

Dia bergabung bersama pasukan Suku Anak Dalam (SAD) dari Bahar, yang dipimpin Raden Perang.

Dalam serangan itu, kepala Bea Cukai dan pengawalnya mati terbunuh.

Banyak senjata laras pendek milik Belanda dapat dirampas.

Pada penyerangan itu, uang sebesar 5.000 golden dan uang 30.000 ringgit cap tongkat di dalam brangkas milik perusahaan minyak berhasil dirampas pasukan Raden Mattaher.

Peti kas baja berisi uang tersebut dibawa SAD ke Bahar dan lalu dibongkar.

Setelah mengalami banyak kekalahan, Belanda kemuian menambah kekuatan dari Batavia.

Semua daerah di Jambi digempur habis-habisan. Maka, Sultan Thaha Saifuddin gugur pada 23 April 1904.

Kematian Sultan Thaha sempat memukul mental Raden Mattaher.

Namun demikian, sebagai panglima perang, dia tetap mengobarkan semangat perlawanan.

Tapi  kekuatan Belanda terus bertambah. Banyak daerah juga telah dikuasai Belanda.

Pada penghujung 1907, Raden Mattaher hendak diungsikan ke Batu Pahat, Malaysia.

Uang 500 ringgit sebagai bekal telah disiapkan.

Sebelumnya, beberapa keluarga keturunan Sultan Thaha Syaifuddin dan saudara Raden Mattaher sudah mengungsi lebih dulu.

“Aku tidak sampai hati meninggalkan kalian dalam kesusahan dan mengalami penyiksaan. Sementara aku selamat dari Belanda. Aku tetap di sini, menunggu Belanda sampai peluru menembus kulit. Aku ingin mati syahid,” tulis Arman dalam bukunya, mengutip pernyataan Raden Mattaher.

Hari Kamis gerimis datang. Gemuruh bersahutan.

Sebelum tengah malam Raden Mattaher bersalin pakaian.

Dia mengenakan pakaian paling bagus dan pinggangnya dibebat.

Lalu mengisi peluru senapang mauscher.

Adiknya, Raden Achmad, duduk menunggui senapan.

Pintu belakang dijaga orang dari Mentawak, Gabuk.

Suasana malam hening, Raden Mattaher membunyikan kecapi, kemudian shalat malam.

Sekitar pukul 03.00 pagi, pasukan Belanda telah mengempung rumahnya.

Untuk terakhir kali, Raden Mattaher diminta menyerah. Namun dia menolak, sampai kulitnya tertembus peluru.

Setelah Raden Mattaher gugur di Muaro Jambi, 10 September 1907, maka pasukan Belanda mengangkut mayat Raden Mattaher untuk dipertontonkan kepada khalayak ramai.

Atas permintaan para pemuka agama, maka Raden Mattaher dimakamkan secara Islam di pemakaman Raja-raja Jambi di pinggiran Danau Sipin.

Menurut Arman, pada masa mudanya, Raden Mattaher adalah seorang pemuda yang belum memikul suatu jabatan apa pun di dalam kesultanan Jambi.

Tapi beliau telah memperlihatkan sebagai seorang kesatria, berani, cerdas, dan pandai mengatur strategi.

Setelah Raden Mattaher gugur, pertempuran tetap membara di berbagai penjuru. Tetapi tidak lama dan kerap menelan kekalahan.

Makam kelingking di kawasan candi Budayawan asal Muaro Jambi, Abdul Havis atau akrab disapa Ahok menuturkan, jejak perjuangan dan peninggalan Raden Mattaher yang otentik masih ditemukan di dekat kompleks Candi Muarojambi.

"Rumah panggung tua terbuat dari papan dan menjadi tempat gugurnya sang pahlawan," kata Ahok menjelaskan.

Pada rumah itu terdapat lubang bekas tembakan peluru tentara Belanda. Tak jauh dari rumahnya, terdapat makam jari kelingking Raden Mattaher.

Masyarakat di Desa Muarajambi meyakini makam jari kelingking itu adalah milik Raden Mattaher.

Menurut masyarakat setempat, jari pahlawan yang dikenal dengan Singo Kumpeh itu putus dan tertinggal dalam perang sekitar tahun 1907.

Bukti yang menguatkan, sambung Ahok, adalah pada jarinya terdapat inai (pewarna kuku). Sebelum perang, Raden Mattaher sempat memakai inai sebagai tanda.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Raden Mattaher Jadi Pahlawan Nasional, Panglima Perang yang Ditakuti, Gugur Usai Shalat Malam", Klik untuk baca: https://regional.kompas.com/read/2020/11/07/16481261/raden-mattaher-jadi-pahlawan-nasional-panglima-perang-yang-ditakuti-gugur?page=3

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved