Ada Andil Besar Orang Tionghoa Dibalik Lahirnya Sumpah Pemuda, Berawal Tempat Kosan

Rumah di Jalan Kramat Raya noor 106 Jakarta, menjadi lokasi kongkres pemuda ke II. Namun siapa kira pemilik rumah tersebut adalah seorang warga ketur

Editor: Yandi Triansyah
Dokumentasi Keluarga Sie Kong Lian
Salah satu peran pemuda Tionghoa dalam Sumpah Pemuda pada 1928 adalah Sie Kong Lian. Sie Kong Lian memberikan rumahnya di Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, sebagai tempat untuk menggelar rapat Sumpah Pemuda pada 92 tahun silam. (Dokumentasi Keluarga Sie Kong Lian) 

Selain Azmi Abubakar, hadir pula pembicara lain, yakni Siauw Tiong Djin, pemerhati politik Indonesia dan Nur Arif, penasihat Lesbumi, PCNU Depok.

Tak ketinggalan, Yunarto Wijaya yang dikenal sebagai Direktur Eksekutif Charta Politika.

Diskusi dipandu Soraya Permatasari, Bloomberg Asia Pacific Editor for Breaking News yang juga adalah Ketua FMIA.

Dalam materi yang dibawakan, Azmi Abubakar mengatakan, peran penting orang-orang Tionghoa dalam Sumpah Pemuda 1928.

Siauw Tiong Djin, peraih gelar PhD Ilmu Politik Monash University di Melbourne, Australia, menyatakan, banyak stereotipe yang beredar tentang Tionghoa yang bertentangan dengan fakta sejarah.

"Orang-orang Tionghoa memiliki andil besar dalam menginspirasi lahirnya nasionalisme Indonesia," kata Siauw Tiong Djin, seperti dikutip dari Wartakota

Sayangnya, lanjut Siauw Tiong Djin, pemerintah kurang atau tidak berupaya memperbaiki bahan-bahan sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah.

Sementara Nur Arif, penasehat Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi) PCNU Depok, mengajak untuk memahami sejarah kedatangan kaum Tionghoa ke Indonesia sejak 400 Masehi.

Nur Arif menghadirkannya dalam perspektif Islam Nusantara.

Nur Arif yang juga doktor ahli biomolekuler di Fakultas Kedokteran UI dan Tohoku University, Jepang, ini mempertanyakan, masih relevankah memandang etnis Tionghoa sebagai sebutan nonpribumi.

Yunarto Wijaya lebih menyoroti nasionalisme dalam konteks Indonesia sebagai konstruksi sosial yang terus mengalami kontestasi.

Mulai basis legitimasi berhadapan dengan tekanan globalisasi sampai bangkitnya 'kesukuan' yang dikomunikasikan dalam logika identitas primordial.

Ada pula konstruksi sosial dengan banyak yang menjiwai nasionalisme dalam konteks asli versus pendatang, jadi alasan untuk anti-asing.

100 Persen Indonesia

Menurut Yunarto Wijaya, perlu upaya 'menulis ulang' Tionghoa di Indonesia yang tidak berpatokan pada masa lalu dan tidak terpaku pada bidang politik dan ekonomi.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved