Ada Andil Besar Orang Tionghoa Dibalik Lahirnya Sumpah Pemuda, Berawal Tempat Kosan
Rumah di Jalan Kramat Raya noor 106 Jakarta, menjadi lokasi kongkres pemuda ke II. Namun siapa kira pemilik rumah tersebut adalah seorang warga ketur
Selain Azmi Abubakar, hadir pula pembicara lain, yakni Siauw Tiong Djin, pemerhati politik Indonesia dan Nur Arif, penasihat Lesbumi, PCNU Depok.
Tak ketinggalan, Yunarto Wijaya yang dikenal sebagai Direktur Eksekutif Charta Politika.
Diskusi dipandu Soraya Permatasari, Bloomberg Asia Pacific Editor for Breaking News yang juga adalah Ketua FMIA.
Dalam materi yang dibawakan, Azmi Abubakar mengatakan, peran penting orang-orang Tionghoa dalam Sumpah Pemuda 1928.
Siauw Tiong Djin, peraih gelar PhD Ilmu Politik Monash University di Melbourne, Australia, menyatakan, banyak stereotipe yang beredar tentang Tionghoa yang bertentangan dengan fakta sejarah.
"Orang-orang Tionghoa memiliki andil besar dalam menginspirasi lahirnya nasionalisme Indonesia," kata Siauw Tiong Djin, seperti dikutip dari Wartakota
Sayangnya, lanjut Siauw Tiong Djin, pemerintah kurang atau tidak berupaya memperbaiki bahan-bahan sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah.
Sementara Nur Arif, penasehat Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia (Lesbumi) PCNU Depok, mengajak untuk memahami sejarah kedatangan kaum Tionghoa ke Indonesia sejak 400 Masehi.
Nur Arif menghadirkannya dalam perspektif Islam Nusantara.
Nur Arif yang juga doktor ahli biomolekuler di Fakultas Kedokteran UI dan Tohoku University, Jepang, ini mempertanyakan, masih relevankah memandang etnis Tionghoa sebagai sebutan nonpribumi.
Yunarto Wijaya lebih menyoroti nasionalisme dalam konteks Indonesia sebagai konstruksi sosial yang terus mengalami kontestasi.
Mulai basis legitimasi berhadapan dengan tekanan globalisasi sampai bangkitnya 'kesukuan' yang dikomunikasikan dalam logika identitas primordial.
Ada pula konstruksi sosial dengan banyak yang menjiwai nasionalisme dalam konteks asli versus pendatang, jadi alasan untuk anti-asing.
100 Persen Indonesia
Menurut Yunarto Wijaya, perlu upaya 'menulis ulang' Tionghoa di Indonesia yang tidak berpatokan pada masa lalu dan tidak terpaku pada bidang politik dan ekonomi.