Angka Kematian Covid-19 Capai 10.105 orang, Tertinggi di ASEAN, Begini Kata Pakar Epidemiolog
Angka kematian Covid-19 per hari Kamis (24/9/2020) mencapai 10.105 orang. Jumlah tersebut bukan sekadar angka, tapi kenyataan yang harus kita cermat
SRIPOKU.COM -- Angka kematian Covid-19 per hari Kamis (24/9/2020) mencapai 10.105 orang.
Jumlah tersebut bukan sekadar angka, tapi kenyataan yang harus kita cermati dan perbaiki bersama.
Menurut pakar epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman, angka kematian pasien Covid-19 dari Indonesia adalah yang tertinggi di ASEAN.
"Kemudian di Asia pun, ( kematian Covid-19) kita pun masuk dalam tiga besar," kata Dicky kepada Kompas.com, Jumat (25/9/2020).
Angka kematian merupakan indikator valid untuk melihat performa program pengendalian suatu negara atau wilayah.
"Kita enggak bisa mengabaikan yang namanya angka kematian," tegasnya.
Definisi kematian Covid-19 dari WHO, kata Dicky, harus menjadi rujukan dan harus diterapkan di Indonesia.
Pasalnya, rujukan inilah yang akan menguntungkan kita.

• Peneliti UGM Temukan Alat Pendeteksi Covid-19, GeNose Bisa Deteksi Virus Dalam 2 Menit
• Herman Deru Umumkan PJs Lima Kabupaten di Sumsel, Berikut Nama-nama Pejabat Pemprov Jadi PJs
• 3 Hari Berturut Penambahan Kasus Covid-19 di Indonesia Pecahkan Rekor, Total Kasus Capai 266.845
Adapun definisi kematian menurut WHO, seperti diberitakan Kompas.com Kamis (24/9/2020), ditentukan dalam rangka surveilans.
Kelompok yang masuk ke dalam kategori kematian Covid-19 adalah kematian termasuk kasus probable maupun terkonfirmasi Covid-19.
Kecuali ada penyebab lain yang jelas dari kematian, yang tidak dapat dihubungkan dengan penyakit Covid-19.
Jadi, orang-orang yang meninggal bergejala klinis dan diduga Covid-19 harus dimasukkan sebagai korban pandemi corona.
Hal ini dikecualikan jika ada penyebab lain yang tidak terkait Covid-19, seperti misalnya meninggal karena benturan.
Kematian karena Covid-19 tidak diatribusikan dengan penyakit lainnya dan dihitung secara independen dari kondisi atau riwayat sebelumnya yang diduga memicu gejala yang lebih parah dari infeksi Covid-19.
Tak bisa diabaikan