ngobeng

Ngobeng atau Ngidang, Tradisi Makan Bersama Wong Palembang, Saat ini Berangsur-angsur Ditinggalkan

Sebab, dalam satu kelompok, apabila mengambil makanan terlalu banyak atau secara berlebihan, otomatis akan terlihat secara langsung karena berhadapan

Editor: aminuddin
Humas Pemprov Sumsel
Ilustrasi Wakil Gubernur Sumsel H. Mawardi Yahya menghadiri undangan silaturahmi sekaligus makan siang bersama Ngidang Ala Palembang "Ngobeng" di Bank Mandiri Kanwil II, Palembang di Jalan Kapt. A.Rivai. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Kota Palembang memiliki budaya yang sangat beragam dan kental dengat tradisi Kesultanan Darussalam.

Salah satu tradisi di Palembang yang sudah ada sejak zaman Kesultanan Darussalam yaitu ngobeng atau ngidang  berupa makanan yang dihidangkan dengan berbagai macam hidangan yang dimakan secara beramai-ramai.

Hal ini dikarenakan  menghormati dan memuliakan tamu menjadi suatu yang sangat dianjurkan.

 
Namun sayangnya,  saat ini tradisi ngidang ini sudah jarang dijumpai.

Sejarah ngidang ini berawal dari Arab, namun pada zaman Kesultanan Darussalam Palembang, cara tersebut dibuat berbeda.

Jika dalam budaya Arab semua hidangan dijadikan satu sedangkan dengan cara Palembang sendiri lauk-pauk semua terpisah, tidak dijadikan satu.

Di Palembang sendiri, ngidang ini masih melekat. Di daerah Tangga Buntung, 13-14 Ulu misalnya,  masih mempertahankan tradisi ini di tengah kemajuan zaman.

Inilah yang menjadi tugas utama kita untuk kembali memperkenalkan warisan budaya serta mempertahankannya.

BREAKING NEWS : 5 Orang Napi Narkoba di Lapas Kelas II A Lahat Kabur

Ngidang merupakan tata cara penyajian makanan saat ada acara seperti sedekah, pernikahan, khitanan dan lain-lain.

Cara penyajiannya dengan lesehan dan setiap penyajian hidangan untuk delapan orang.

Hidangan yang dihidangkan ini diletakkan di atas selembar kain dan nasinya dihidangkan di nampan yang diletakkan di tengah dan sekelilingnya berupa lauk yang ditempatkan di piring-piring kecil serta disediakan minumannya.

Dalam budaya ngidang ada syarat penataan makanan yang dilakukan secara silang, yakni lauk harus berdampingan dengan pulur.

Agar tata krama para tamu saat bersantap terjaga. 

Dengan syarat itu, artinya tamu tidak perlu menggerakkan tangan terlalu jauh untuk menjangkau piring lauk.

Ini juga sesuai syariat Islam dan tradisi ini juga mengajarkan tamu untuk menjaga perilakunya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Sumsel
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved