Awalnya Diremehkan, Militer AS & Eropa 'Gemetar' Lawan TNI AL, Badan Kecil Tapi Keahlian Luar Biasa
Biasanya melibatkan kekuatan AL dari negara-negara yang sedang tidak bermusuhan dengan AS dan berlangsung sejak tahun 2008
SRIPOKU.COM - RIMPAC (Rim of the Pasific) merupakan latihan perang Angkatan Laut yang diikuti negara-negara dari berbagai penjuru dunia.
Latihan tersebut dilaksanakan setiap dua tahun sekali dan dimotori oleh Armada Pasifik AS (US Pasific Command).
Biasanya melibatkan kekuatan AL dari negara-negara yang sedang tidak bermusuhan dengan AS dan berlangsung sejak tahun 2008 selama lebih dari satu bulan.
Negara-negara itu antara lain, Australia, Brunei, Kanada, Cile, Kolombia, Prancis, India, Indonesia, Jepang, Malaysia, Meksiko, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Peru, Korea Selatan, Filipina, Singapura, Thailand, Tonga, Inggris, dan lainnya.
TNI AL ketika berpartisipasi dalam RIMPAC yang biasa diselenggarakan di Hawai, AS itu pada tahun 2014 pernah mengirimkan satu kapal perang dan lebih dari 200 pasukan Korps Marinir.
Peran kapal perang TNI AL yang dikirim ke RIMPAC adalah untuk melaksanakan latihan bersama dengan kapal-kapal perang lain dari berbagai negara.
Sedangkan pasukan Marinir TNI AL melaksanakan latihan perang di daratan Hawai.
Materi latihan bersama dengan para prajurit Marinir dari seluruh penjuru dunia itu antara lain, Operasi Evakuasi non-Combatant (NEO), Latihan Koordinasi Dukungan Api (FSCEX), Program Combine Marksman (Live Fire), Operasi Amfibi / Transisi MAGTF C2Ashore, Mendukung Eksperimen, Latihan Posko Perintah (CPX), Integrasi AAV.
Latihan, Parameter dalam Raid Combat Mechanical and Cooperation Tanki Latihan, Tembak Senjata Kecil, Tembak Baterai (Meriam) Utama, Interoperabilitas dengan Pasukan Koalisi, Kerja Sama Penggerebekan Amfibi, Pendaratan Deck Helikopter Malam, Menggabungkan Program Marksman, Transisi MAGTF C2 Ashore dan Mendukung Eksperimentasi, dan Pos Komando Latihan (CPX).
Kehadiran para Marinir TNI AL selalu menarik perhatian karena dari ukuran badan dibandingkan para marinir dari negara-negara AS dan Eropa, ukuran badan para personel Marinir termasuk kecil.
Para Marinir TNI AL awalnya bahkan diragukan bisa mengikuti acara RIMPAC yang dalam latihannya sangat bergaya ala Marinir AS itu.
Tapi selama menjalani latihan perang yang terkenal berat itu, para prajurit Marinir TNI AL justru banyak yang berprestasi dan berhasil meraih penghargaan prestisius.
Medali penghargaan dari Marinir AS yang berhasil diraih para prajurit Marinir TNI AL itu antara lain, medali berlogo hewan Godxilla yang melambangkan ketangguhan, kekuatan, dan keperkasaan seorang prajurit Marinir.
Dengan sejumlah prestasi yang diperoleh prajurit Marinir TNI AL, para Marinir dari negara lain, khususnya dari Marinir AS (USMC) pun dibuat terheran-heran.
Pasalnya para prajurit USMC yang kebanyakan berbadan raksasa itu merasa 'tak berdaya' ketika harus berlomba baik dalam ketrampilan berperang maupun ketahanan fisiknya saat latihan perang.
Pada acara RIMPAC yang berlangsung pada bulan Mei 2014, banyak prajurit Marinir dari berbagai negara kembali kagum terhadap ketrampilan bertempur dan ketangguhan fisik Marinir TNI AL.
Tidak hanya kagum, para prajurit Marinir dari negara-negara asing juga terkaget-kaget, karena para prajurit Marinir TNI AL.
Pasalnya ketika memenangkan sejumlah lomba ketrampilan bertempur dan ketangguhan fisiknya, ternyata sedang menjalankan ibadah puasa.
Prajurit AS Merasa Superior
Cerita soal diremehkan ini juga pernah terjadi pada tahun 1980-an.
Ketika itu, ABRI/TNI hendak membentuk pasukan khusus yang antara lain memiliki kemampuan antiteror, satuan pasukan khusus dari berbagai negara pun dijadikan sebagai referensi.
Dari berbagai referensi yang diperoleh seperti ilmu pasukan khusus dari Jerman (GSG-9), Inggris (SAS), pasukan khusus antiteror Angkatan Laut Prancis, dan pasukan khusus Korea Selatan.
Satuan-satuan di atas banyak mempengaruhi pembentukan pasukan khusus di lingkungan TNI.
Dikutip dari buku "Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando", teknik pelatihan pasukan khusus dari sejumlah negara itu kemudian direkomendasikan oleh Asisten Intelijen Hankam/Kepala Pusat Intelijen Strategi Letjen TNI LB Moerdani untuk segera diterapkan dalam pembentukan pasukan khusus TNI di kesatuan Kopassus.
Pasalnya semua teknik yang diramu dari berbagai ‘aliran’ pasukan khusus itu, diyakini mampu membentuk tiap personel pasukan khusus TNI menjadi pasukan tempur yang sangat profesional.
Profesional yang dimaksud oleh Letjen Benny adalah tiap personel pasukan khusus yang sudah terlatih baik bisa melaksanakan misinya hingga tuntas meski hanya bermodal peralatan dan persenjataan yang sangat terbatas.
Dengan kata lain kehebatan pasukan khusus tidak ditentukan oleh teknologi yang digunakan dalam pertempuran.
Melainkan oleh kemampuan personel dalam penguasaan ilmu beladiri, penggunaan senjata tajam, dan ketrampilan penggunaan senjata api yang tidak dilengkapi teknologi serba canggih.
Oleh karena itu demi mencetak pasukan khusus yang dalam misi tempurnya tidak terlalu tergantung pada teknologi, Letjen LB Moerdani melarang pasukan-pasukan khusus AS untuk dipergunakan sebagai referensi.
Hingga saat ini pasukan-pasukan khusus AS seperti Green Berets, Navy Seal, Delta Force, SWAT, dan lainnya memang selalu tergantung kepada teknologi militer untuk mendukung operasi tempurnya.
Misalnya, untuk melakukan pertempuran malam hari, semua pasukan khusus AS sangat tergantung kepada teropong pelihat malam (Night Vision Google/NVG) sehingga bisa melihat targetnya dalam gelap.
Tapi bagi pasukan khusus seperti Kopassus, untuk melihat dalam gelap tidak perlu NVG karena mereka sudah dibekali ilmu beladiri pernapasan Merpati Putih sehingga bisa ‘melihat’ dalam gelap.
Setiap prajurit Kopassus juga mampu menembak tepat layaknya sniper tanpa dibantu oleh teropong dalam jarak minimal 300 meter.
Sedangkan pasukan khusus AS umumnya bisa melakukannya dengan bantuan teropong.
Pasukan khusus AS yang umumnya berbadan besar kadang merasa superior dibandingkan pasukan khusus TNI yang berbadan lebih kecil.
Tapi para pasukan khusus AS itu menjadi tidak berkutik ketika ilmu debus pasukan khusus TNI mulai dikeluarkan.
Selain menjadi kebal oleh sabetan senjata tajam, berkat ilmu debus yang dikuasai, seorang pasukan khusus AS yang berbadan raksasa hanya bisa kebingungan.
Pasalnya ketika pasukan khusus AS itu di suruh berdiri di atas selembar kertas koran dan kemudian diangkat oleh dua pasukan khusus TNI sambil mengerahkan tenaga dalamnya, dia bisa terangkat dengan mudah.
Namun, yang paling mudah untuk membuat klenger para pasukan khusus AS adalah ketika dalam latihan jungle survival mereka disuguhi buah durian.
Tak ada seorang pun pasukan AS berani makan durian sementara pasukan khusus TNI bisa menyantap semua durian penuh gairan dan suka cita.
Berkat kemampuan pasukan khusus Indonesia yang tiap personelnya menguasai ilmu beladiri dan tenaga dalam itu, sesungguhnya telah membuat para jenderal di markas besar militer AS, Pentagon ketakutan.
Para jenderal di Pentagon yakin, pasukan khusus Indonesia menguasai ‘ilmu hantu’, sementara pasukan khusus AS sama sekali asing dengan ilmu kebatinan tersebut.
Oleh karena itu, jika dalam latihan bersama para pasukan khusus TNI mulai menerapkan ilmu kanuragannya (beladiri dan tenaga dalam), misalnya makan beling sewaktu mempraktekkan ilmu debus, benar-benar membuat para pasukan khusus AS sama sekali tak berkutik.
Maka menjadi masuk akal jika dalam pertempuran melawan pasukan khusus TNI, para pasukan khusus AS yang bertempur tanpa menggunakan teknologi militer canggihnya, bisa dengan mudah dikalahkan.